Aku melihat mang Ujang malah tersenyum, dia mengejekku dengan celotehannya. Kenapa dengan laki-laki itu, padahal aku sedang marah padanya tetapi sepertinya tidak ada takut-takutnya di raut wajah keriputnya. Dia malah terlihat biasa saja, seakan sedang mengajak ku untuk bercanda.
"Mang Ujang kok malah ketawa, gak ada takut-takutnya banget. mang Ujang tidak lihat kalau saya sedang marah, hah?" Seruku memperhatikan wajah pria ini dengan seksama, ingin meyakinkan bahwa dia benar-benar menganggapku marah. Namun nyatanya aku tidak berhasil, dia malah semakin menertawakan aku.
"Hahahaha! Tuan muda, Tuan muda! Kenapa saya harus takut sama anda? Karena marah, memang apa sebabnya Tuan marah sama saya? Penampilan Tuan yang tidak menarik lagi, akibat basah? Memang Tuan malu sama siapa, Nyonya? Penampilannya harus tetap rapi kalau di hadapan beliau, harus elegan dan berwibawa gitu. Kok saya jadi curiga," umpit Mang Ujang sambil menyimpan jari tangan pada dagunya, menatapku dengan penuh kecurigaan.
"Maksud Mang Ujang apa, saya tidak boleh bergaya di hadapan wanita itu? Tidak mungkin 'lah, mang. Elmeera akan sedikit mengejek jika penampilanku tidak berwibawa dan rapi, apalagi dengan keadaan ku yang berantakan kayak gini, mau dikemanakan muka saya bisa-bisa hilang harga diri saya dihadapan wanita itu. Mang Ujang mau tanggung jawab?" Sahutku berusaha mencari alasan supaya dia mau menghentikan tawanya, dan segera cari solusi untuk masalahku saat ini.
"Oh, begitu. Oke saya paham sekarang dengan sikap Tuan seperti ini, berarti Tuan masih berharap kalau Nyonya tetap memperhatikan anda 'kan? Semua yang berhubungan dengan Tuan, entah itu dalam hal pekerjaan, penampilan, termasuk cinta dan kasih sayang. Benar 'kan?" Mang Ujang malah semakin membuat aku semakin kesal padanya, gereget ingin mengoyak dagingnya untuk aku jadikan makan siang hari ini.
Apalagi ketika melihat dia menambah volume suaranya ketika sedang tertawa, ingin sekali aku membuat nya kapok. Andai saja dia bukan orang tua, sudah aku jadikan dia sebagai samsak tinju dan aku gunakan untuk berlatih saja. Sayangnya dia mang Ujang bukan pak Bramantyo, sehingga membuat aku urungkan niat itu.
"Mang…..!" Tangan yang sudah aku kepalkan tadi kini aku buka kembali, dan menghentikan kemarahan ku. Mungkin lebih baik aku mengalah saja, dan masuk ke dalam rumah untuk berganti pakaian dengan yang baru. Aku juga sangat berharap jika Elmeera sedang tidak ada di rumah, sehingga dia tidak melihat bagaimana keadaanku yang berantakan kayak gini.
Akan sangat memalukan andaikan Elmeera jika melihat aku, sedangkan aku tidak terbiasa dengan penampilan udik kayak gini. Bayangan tentang wajah Elmeera yang sedang menertawakan aku terlihat jelas di kepalaku, sehingga membuat aku sangat malas jika mau masuk ke dalam rumah ku.
"Ah, sial!" Umpit ku kesal, aku memukul belakang kursi depan, sebagai pelampiasan sewaktu aku marah.
"yaelah Tuan, masih marah? sudah jangan marah-marah Mulu, sebaiknya Tuan segera turun dari mobil dan masuk ke dalam sana! Supaya pikiran anda menjadi sedikit tenang kalau sudah berada di dalam. Saya yakin itu." Sahut mang Ujang sambil menyandarkan kepalanya, menghalangi pandangan ku untuk melihat keadaan di depan sana.
"Mau tenang gimana caranya, Mang Ujang? Penampilanku berantakan kayak gini, mata saya juga sembab? Apa Elmeera tidak akan menertawakan saya kalau saya masuk ke dalam? Buktinya, mang Ujang juga menertawakan saya barusan, memang ada yang lucu dengan wajah saya?" Kembali marah dan ngomel, sedangkan mataku tidak pernah sedikitpun memeriksa keadaan di luar sana, karena menurut ku malu jika Elmeera melihat keadaanku.
"Itu si Tuan muda, kekeh saja bilang malu-malu dari tadi. Padahal saya sudah katakan dari, untuk apa harus malu? Malu sama siapa, coba?" Pekik mang Ujang kembali mengejek ku.
"Mang Ujang kenapa sih? Malu sama siapa, malu sama siapa, ya orang rumah 'lah. Siapa lagi kalau bukan Elmeera? aku tidak mau masuk ke dalam dulu sebelum aku mendapatkan baju ganti yang lain." Pekik ku dibuat kembali masam ketika menatap Mang Ujang.
"Yaelah! Tuan ini belum melihat keluar, apa gimana? Coba lihat ke luar sebentar jangan marah-marah terus!" Titah mang Ujang sambil membuka pintu mobil lalu membuat langkah kakinya dipercepat menghampiri arah pintu mobilku.
Dia membukakan pintu mobil untuk ku, supaya aku bisa keluar saat ini juga. Agak bingung dengan ucapan mang Ujang, karena yang aku tahu kalau aku berada di depan rumah ku. Setelah aku melihat ke arah luar, ternyata benar. Aku bukan berada di depan rumahku, mang Ujang nyatanya tidak membawa ku pulang ke rumah, dia membawaku ke sebuah tempat yang sangat penting bagiku.
Ya, sebuah bangunan yang dijadikan tempat penyimpanan barang-barang dari peninggalan seseorang yang kita sayang. Mungkin bisa dikatakan sebagai museum tapi bukan museum untuk barang-barang bersejarah yang digunakan untuk menyimpan barang bersejarah para pahlawan, akan tetapi ini dikhususkan untuk menyimpan benda kenangan dari orang yang kita sayang. Seperti dengan ku ini, yang menggunakan tempat ini sebagai penyimpan barang milik Mamahku.
Sebenarnya dulu Mamah pernah menyimpan sebuah benda kenangan nenekku, atau bisa dikatakan ibu dari mamah yang sudah lama meninggal dunia. Sejak aku kecil, nenek sudah meninggalkan kita akibat jatuh sakit. Sehingga Mamah suka mengajak ku untuk berkunjung kesini, seandainya kami merindukan kehadiran nya.
Dengan datang ke tempat ini maka rasa rindu kami akan sedikit pudar, karena ada barang-barang peninggalan mereka di tempat ini. Aku ikuti kebiasaan mamah untuk menyimpan semua benda yang merupakan kenangan mamah semasa hidupnya. Bukan hanya itu saja alasan aku menyimpan barang-barang tersebut disini, semua aku lakukan karena aku tidak bisa menyimpan nya di rumah.
Apalagi dengan foto mamah, tak satupun aku bisa memasangnya di rumah. Bagaimana bisa aku lakukan, Sebab Pak Bramantyo dan juga bu Amanda akan mengetahuinya dengan begitu, akan ketahuan mereka bahwa aku putra dari Claudya. Dan aku akan gagal Ketika mau melakukan balas dendam kepada mereka, jika mereka tahu aku adalah putra pak Bramantyo yang dia tinggalkan dulu demi wanita lain.
Sehingga aku putuskan untuk menyimpan semua barang-barang milik mamah disini. Mang Ujang tahu dengan hal itu, karena aku suka berkunjung ke tempat ini jika sekali waktu, yang paling sering aku datang kesini ketika aku sedang bersedih hati, mang Ujang tahu dengan keadaan ku sehingga dia memutuskan untuk membuat aku berada di tempe ini harus bukan membawa ku untuk pulang ke rumah.
Mang Ujang tahu kalau akau akan marah dan ngamuk-ngamuk kepada Elmeera di rumah, Kalau Mang Ujang membiarkan aku untuk tidak merilekskan pikiran ku, maka aku akan bersikap kasar terhadap Elmeera. untungnya mang Ujang mempunyai solusi nya dengan membawaku ke tempat ini, sudah pasti kalau aku akan lebih tenang lagi.