Sesampainya di rumah sakit, tim dokter segera menangani Alena dan Kim, dan sepertinya karena luka tembak di punggungnya sebanyak tiga peluru dan mengakibatkan banyak darah yang keluar, sehingga Jenderal Kim harus dirawat secara intensif.
Tiga jam berlalu, operasi pengangkatan peluru telah selesai, Jenderal Kim sudah dipindahkan menuju ruang perawatan, nenek Yoon ditemani Bora dan Pak Choi sudah berada di rumah sakit. Lampu ruangan operasi telah mati, pertanda operasi telah selesai, tak lama dokter yang menangani Jenderal Kim keluar dan ingin menjelaskan keadaan Kim, nampak Alena juga sudah sadar dari masa pingsanya, walau wajahnya banyak memar karena bekas pukulan dari Wu Jin.
"Permisi, di sini siapa yang merupakan saudara atau kerabat Tuan Kim?"tanya sang dokter
"Saya nenek kandungnya Kim dokter, bagaimana keadaan cucu saya"jawab nenek Yoon dengan rasa cemas sembari memegang jas sang dokter
"Baik tenang dulu ya bu, saya jelaskan dulu, operasi pengangkatan tiga peluru di punggung Tuan Kim sudah berhasil diangkat, namun Tuan Kim belum bisa pulih dengan cepat, karena banyaknya darah yang keluar saat penembakan, kita akan terus observasi perkembangan kesehatan Tuan Kim, banyak berdoa saja, semoga Tuan Kim segera siuman, silahkan apabila mau menjenguk, namun tunggu proses pemindahan ke kamar perawatan ya, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, semoga saja segera pulih Tuan Kim ya, maaf saya tinggal dulu karena masih banyak pasien yang harus saya tangani".
"Baik dokter, terima kasih".
"Nenek sabar ya, Jenderal Kim pasti sembuh, aku yakin dia pasti sembuh, karena dia lelaki yang kuat".
"Heii..Alena ya Tuhan, maafkan nenek ya, kalau saja nenek tidak menyuruhmu keluar, semua ini tidak akan pernah terjadi, ini semua karena kesalahanku".
"Nek..tidak perlu menyalahkan diri sendiri, ini murni musibah, nenek sekarang yang tenang, ayo kita menuju ruang perawatan sekarang, karena Jenderal Kim akan dipindahkan ke sana, kita banyak doa, semoga Jenderal Kim bisa segera pulih ya. Hmm..pak Choi lebih baik antar nenek pulang dulu, biar aku saja yang menjaga Jenderal Kim di sini, aku titip nant bawakan baju ya Pak Choi!"
"Baik..nona Alena, saya antar nenek Yoon dulu"jawab Pak Choi
"Okay Pak Choi terima kasih, dan kau Bora berjaga di sini ya, aku akan butuh bantuanmu suatu saat".
"Baik nona".
Selang beberapa menit akhirnya Jenderal Kim sudah selesai dipindahkan menuju ruang perawatan. Alena duduk menjaga Jenderal kesayangannya itu, dia menatap dengan sedih, takut kehilangan, lalu dia memberikan kecupan lembut di kening sang Jenderal.
"Hmm...cepat sembuh ya, Jenderalku yang terkadang menyebalkan, kau harus bangun, karena semua urusan kita belum selesai, maafkan aku apabila ada kata-kata yang mungkin membuatmu marah, tetapi aku tidak bermaksud menyakitimu. Terima kasih kau sudah menyelematkanku dan sudah rela mempertaruhkan nyawamu"ucap Alena sembari mengusap rambut Jenderal Kim
Tiga hari kemudian, jam sudah menunjukkan pukul 08.00 pagi, Alena terkejut dia sudah tertidur di sebuah sofa ruangan perawatan, dia melihat samar-samar lelaki tegap, tinggi yang perawakannya sangat mirip dengan Jenderal Kim.
"Hah...siapa yang memberikan selimut ini padaku, Jenderal Kim sudah siuman, ya Tuhan benarkah itu".
"Heii...kenapa melongo, cuci wajahmu, mandi sana, bau sekali tubuhmu, kenapa terkejut melihatku sudah siuman,hehehe".
"Sejak kapan aku tidur di atas sofa, padahal, bukannya aku tidur di bangku itu".
"Sudah jangan bawel, cepat mandi, kita harus segera pulang, aku sudah tidak betah di rumah sakit , aromanya membuatku muntah".
"Kau gila..mana mungkin kau bisa pulang, punggungmu baru saja tertembak tiga peluru".
"Ahh..aku tidak sanggup harus selalu berbaring di atas kasur rumah sakit, sudah jangan cerewet Alena, aku sudah ijin dengan dokter, sudah diperbolehkan pulang dan rawat jalan di rumah saja, ini beberapa obatnya dan surat kontrolnya untuk dua minggu ke depan sudah ada di tanganku".
"Tetapi, punggungmu bagaimana, apakah masih sakit?"tanya Alena dengan rasa cemas.
"Heii...sudahlah, kau harus belajar kuat apabila nanti menjadi istri sahku, aku sudah terbiasa masuk rumah sakit dengan banyak luka tembak, walaupun memang nyeri, aku tidak boleh cengeng, aku ini tentara dan aku sudah menjadi Jenderal, jadi tidak boleh lemah, negara saja aku lindungi, bagaimana calon istriku ini"sembari memeluk erat Alena
"Jenderal sudah lepaskan pelukanmu, nanti ada yang lihat, jangan pernah kau samakan seperti di dalam rumah".
"Ohh..begitu ya, berarti nanti sesampainya di rumah, kita bisa bermesraan lagi ya".
"Tidak ada mesra-mesraan Jenderal, lihat saja aku adukan kepada nenek nanti, kau ini masih sakit, sempat-sempatnya memikirkan ranjang, dasar tidak waras, sebaiknya kau minta juga obat untuk otakmu itu, ada-ada saja".
"Kau ini kenapa jadi bawa-bawa nenek, aku sudah kuat, tenang saja. Kau tahu obatku adalah saat bersamamu, itu saja obatku"masih dalam keadaan memeluk Alena.
"Sudah aku bilang lepaskan pelukanmu dulu, kau bilang aku harus mandi".
"Ya sudah mandilah, apa perlu aku temani".
"Heii...kau ini, ada-ada saja, dasar Jenderal tidak waras"jawab Alena sembari menghentakkan kakinya ke lantai menuju kamar mandi rumah sakit.
"Hehehe..baiklah maaf ya nyonya Jenderal".
"Sudah sana kenapa masih mengikutiku, jangan mengangguku, tunggu di sofa sana".
"Hmm..pelit ya, lihat sedikit saja".
"iihhh..Jenderal Kim, apa mau aku pukul pakai gayung kepalamu, dasar otak mesum".
"Hahaaa..baiklah okay, kau ini kalau galak mengalahkan seorang singa".
Tak lama suara pintu terdengar"Krekkk".
"Permisi Jenderal Kim".
"Ya Pak Choi ada apa?"
"Saya hanya ingin memberikan dompet dan ponsel milik Jenderal".
"Okay terima kasih Pak Choi, hmm tunggu dulu, apakah ada kabar berita mengenai Wu Jin , lelaki yang sudah menculik dan melukai Alena".
"Ya baru saja Jenderal Lee lewat ajudannya memberikan kabar kepada saya, kalau Wu Jin sudah ditahan di penjara Markas Pusat".
"Baguslah, semoga dia mendapatkan hukuman yang setimpal, aku sudah tidak sabar melenyapkannya".
"Hmm..menurut saya,lebih baik Jenderal pikirkan saja dulu kesehatan, biarkan saja Wu Jin dihukum sesuai dengan perbuatannya".
"Aku masih belum terima, dia sudah melukai Alena, dia dan kakaknya sama-sama pengecut".
"Maksudnya Jenderal, Wu Jin bersaudara dengan siapa?"tanya Pak Choi
"Ya..jadi ternyata Wu Jin adalah adik dari Joon Wo, salah satu orang kepercayaanku yang sudah berkhianat memakai uang bantuan logistik, untuk urusan pribadinya, dan Wu Jin sepertinya diceritakan hal yang salah oleh Joon Wo, sehingga tumbuh dendam, menculik Alena, melukai wajah Alena dan menembakku".
"Hmm..berarti kita juga harus lebih hati-hati lagi Jenderal, bisa saja nanti dia menyuruh orang lagi, untuk berbuat jahat pada Jenderal dan nona Alena"
"Kau tidak perlu kawatir Pak Choi, hal ini sudah aku pikirkan, setelah aku pulih nanti, dia akan aku kirimkan ke sebuah penjara yang paling menakutkan ".
"Ohh baik Jenderal Kim, sepertinya saya tahu tempat itu".
"Ya itu seperti penjara yang ada di dalam hutan, apabila dia nekad keluar, maka kematian akan menjemputnya, banyak jebakan di sana, dan banyak binatang buas maupun beracun, siapapun yang sudah berusaha mencari masalah denganku, akan aku tindak dengan keras, apalagi ini menyangkut keselamatan wanita yang aku sayangi, aku akan melenyapkan siapapun yang akan melukai Alena".
"Tetapi bagaimana mereka bisa tahu, kalau Alena tinggal di kediaman Jenderal".
"Wu Jin mengaku dia sudah lama memantauku, saat kakaknya aku masukkan ke dalam penjara".
"Tetapi setahuku, nona Alena keluar hanya dengan Jenderal, sebelum kejadian ini, apa mungkin ada orang dalam yang menjadi penyusup!".
"Ya aku juga sedang mencari bukti rekaman cctv, nanti aku cek semua kegiatan apapun selama aku pergi dan saat kejadian penculikan Alena".
"Siap Jenderal, lalu apakah sudah siap pulang ke rumah?"
"Ya aku sudah minta ijin dengan tim dokter, mereka sudah memberikan ijin, untuk aku dirawat jalan, kau tunggu saja di mobil, dan bawakan semua barang Alena ini ya, dia sedang mandi, aku dan Alena akan segera menyusul"..
"Siap laksanakan Jenderal Kim".