Ini bukan ajang menghabiskan waktu luang, dengan uang seadanya. Lova memilih singgah kemari, alih-alih meneruskan janjinya pada Pritam untuk menemaninya di toko perhiasan adalah sebab hatinya yang tak bisa diajak kompromi lagi. Rasa-rasanya sudah hampir meledak, mengenai siapapun yang melukainya.
Dia tidak sendiri, rupanya Pritam datang mengikuti. Memesan satu gelas kopi kekinian dengan bongkahan es batu yang membuat embun di permukaan gelas besar itu, tanda betapa panasnya kota siang ini.
"Dia Ranu ...." Pritam memulai, sepertinya tahu kalau wajah Lova tidak bersahabat setelah pergi dari sana. Dia menggila, marah dalam diam seorang perempuan itu sedikit menyeramkan. "Adik tiri aku," imbuhnya. Seadanya saja, Lova juga tidak mau tau lebih banyak dari itu.
"Aku tahu ...." Gadis itu menjatuhkan pandangan matanya, memainkan sendok yang ada di dalam gelas dan mengaduk-aduknya dengan kasar.