Chereads / Unforgettable, You / Chapter 26 - 26 Bobby Hanggara

Chapter 26 - 26 Bobby Hanggara

Efek setelah gegar otak membuat pikiran Anya kacau. Memori masa lalunya datang silih berganti bagai adegan film. Dirinya pernah mendengar bahwa ketika manusia akan meninggal, ia akan diperlihatkan kehidupan masa lalunya dari lahir hingga mati. Namun kali ini hanya masa SMA yang terlihat. Waktu yang dihabiskan bersama Bobby.

Entah di mana dia sekarang, orang yang pamit mandi kemudian pergi tanpa kabar berita.

Anya kembali ke rumah diantar bu Wanda dengan mobilnya. Terlihat jelas dari sorot matanya jika guru muda itu sedang tidak baik-baik saja.

"Anya, Kamu lagi sakit?" tanya Wanda sembari menyetir. Wajah itu terlihat pucat meski tertutup riasan. Kantung mata semakin tebal, mau setebal apapun skin care tapi kalau pikiran tidak karuan semua tetap saja kacau balau.

"Fisik nggak, kalau pikiran nggak tahu lagi," ungkap Anya. Sekali lagi ia nggak mau untuk menceritakan secara detail apa yang dialami. Hanya satu orang yang percaya dan menganggap itu bisa terjadi yaitu Nindya, psikolog sekaligus mantan Bobby. Dia enggan bercerita kalau selain orang yang terpercaya karena semua yang mendengar pasti menganggap Anya tidak move on, tidak bersyukur, atau malah disuruh nikah. Logikanya kalau cinta belum selesai mana bisa melanjutkan hidup ke jenjang yang selanjutnya?

Pasti akan ada pihak yang tersakiti dan Anya tidak mau itu.

"Nikah, gih. Biar lebih sehat, ada orang yang jadi tempat berkeluh kesah," nasihat Wanda. Benar dugaan Anya. Belum apa-apa sudah disuruh nikah.

"Nggak gitu, nikah bukan cari solusi. Bukannya nambah masalah, ya?" tanya Anya kemudian Wanda menjawab panjang lebar sebagai ceramah tentang keutamaan dan manfaat nikah yang menurutnya sama saja dan membosankan.

Warga sekolah belum tahu kalau dia punya pacar setampan Jenan. Kalau tahu mereka sudah mendukung Anya untuk segera menikah. Entah kalau sudah urusan itu, orang banyak sekali tertarik.

Jarak antara sekolah dan rumah Anya lumayan jauh sehingga cukup membosankan. Diapun tak sungkan meminjamkan mata tak peduli setelah memejamkan mata dia akan kembali ke masa SMA.

Kalau ini cukup lama untuk masuk ke masa itu. Anya seperti memasuki lorong gelap yang tak berujung hingga pada satu titik dia membuka mata.

"Kamu tulis surat yang belasan tahun lagi bakal kita buka," kata Bobby.

Sore itu ketika semua siswa sudah pulang, Bobby dan Anya masih di SMA 127. Mereka menikmati sore dengan bersantai. Mereka hanya dua remaja yang dilanda cinta tanpa mengetahui makna lebih dalam. Hanya kepolosan yang ada. Mereka bukan pasangan bocah kecil yang memanggil ayah bunda.

Mereka ada di kelas Anya. Sore sekitar pukul empat, hanya tinggal kegiatan ekskul yang berjalan sedangkan mereka masih tinggal di sekolah sedang menikmati waktu yang tak terulang.

"Aku nulis apaan?" rengek Anya seperti biasa dengan gaya yang manja.

"Perasaan kita masing-masing, harapan kamu tentang kita di masa depan atau apapun yang terlintas tentang kita berdua," ucap Bobby.

Ungkapan hati mereka berdua tertulis dalam secarik kertas. Di bangku itu mereka duduk berdua bagai teman sekelas yang sedang mengerjakan ulangan.

"Sudah!" seru Bobby sembari meletakkan pulpen di meja.

"Ngintip dong?" ucap Anya sembari melongok ke lembar kertas. Bobby sigap melipatnya agar tidak terbaca.

"Baru boleh baca kalau kita sudah menikah," kata Bobby lalu memasukkan surat itu dalam kotak bekal yang ia beli khusus untuk tempat benda kenangan mereka berdua. Inisiatif Bobby membuat kapsul waktu, nanti jika mereka jadi sepasang suami istri baru boleh menggali kapsul waktu yang dikubur di bawah pohon mangga.

"Lama banget, kita aja masih sekolah," bujuk Anya.

"Justru itu makna dari kapsul waktu, biar ada yang berkesan saat mengarungi waktu," kata Bobby.

"Kamu kreatif banget, sih."

Anya tersenyum, mungkin di masa depan Bobby akan menjadu tim kreatif dari stasiun televisi atau channel youtube.

"Iya dong, biar hidup jadi seru."

Mereka memasukkan foto berdua ukuran photo booth juga foto masing-masing, tiket bioskop saat mereka nonton pertama kali, kalung kembar yang mereka pakai berdua. Surat itu diletakkan paling atas.

"Nggak boleh curang, kita harus buka kotak ini bersama. Jangan kamu gali duluan tanpa aku," kata Bobby sembari menutup kotak itu.

"Oke."

Mereka lanjut ke parkiran belakang yang menjadi batas antara SMA dan SMK. Bobby dengan yakin mengajak Anya ke sana. Dia bisa memastikan tidak akan berbuat hal tak senonoh. Dia sangat menghormati wanita. Kalau sayang, ya dia sayangi bukan direndahkan.

Bobby menggali tanah dengan bebatuan, tangannya yang kuat bisa mengeruk tanah dengan mudah.

"Kamu rajin ngegym?" tanya Anya heran melihat tangan Bobby sekuat itu di umur sembilan belas.

"Latihan pakai dumbell di rumah, kapan-kapan Anya cobain, biar tangannya kuat," kata Bobby tanpa melepas pandangan dari tanah.

"Ngga mau ah, berat."

"Ntar aku ajarin, nggak ada yang berat kalau kamu kuat," kata Bobby. Ia meletakkan kotak itu ke lubang. Kapsul waktu sudah terkubur di tempatnya. Benda itu akan dibuka nanti saat mereka sudah menikah.

Mereka masih remaja saat itu, belum mengerti kalau hidup tidak semulus itu. Harapan kecil mereka tentang pernikaham hanya menjadi angan saat tahu bahwa ada kejadian demi kejadian yang sudah tertulis sehingga sampai detik ini mereka tidak dipertemukan di pelaminan.

"Nya, Anya."

Sepersekian detik, Anya membuka mata. Dia berada dalam mobil Wanda.

"Eh, maaf, aku ketiduran."

"Nggak apa, Bu Anya. Udah dekat nih," kata Wanda.

"Sori, aku sering tiba-tiba tertidur kalau nggak ada kegiatan makanya aku jadi guru biar ngoceh terus," ujar Anya.

"Iya, itu wajar kok."

"Sejak gegar otak itu, otak aku sering overthinking tapi nggak masalah kalau mengajar," jelas Anya.

"Benar juga, kalau nggak diasah lama-lama otak jadi lelah. Semangat, Anya!"

Dukungan dan semangat dari orang di sekitarnya membuat Anya merasa berharga. Dia tidak sendirian menjalani hidup.

"Makasih."

"Jangan pingsan lagi," pesan Wanda. Anya mengangguk sembari pamit karena sudah sampai rumah.

Masih pukul sepuluh, tidak ada orang di rumah. Dia sendirian namun tidak masalah. Anya sudah terbiasa sendiri, dia yakin tidak akan tertidur.

Ting!

Chat berbunyi. Anya membuka chat dari handphone. Dari Rio. Dia mengirimkan screenshot foto Bobby dari sosial medianya.

"Kalau ada yang tahu keberadaan teman kita, Bobby Hanggara."

Begitu yang tertulis. Rio benar-benar mencarinya sesuai janji. Dia membanting handphone ke kasur. Dia masih berpikir tentang kemungkinan kalau bertemu lagi dengan Bobby.

Waktu berlalu sekian lama, tak mungkin seorang pria tetap sendiri. Dirinya saja sudah memiliki Jenan apalagi Bobby yang memang punya sex appeal yang menarik sejak dulu. Pasti banyak wanita yang mau padanya.