Pertemuan Jenan dan Anya terjadi begitu saja. Tanpa diduga, hujan yang mempertemukan mereka secara sederhana. Mereka saling berkenalan saat terjebak hujan di teras mini market. Sudah itu saja, bukan seperti pertemuan romantis di film atau series. Namun itu adalah awal dari keberanian Jenan mengetuk pintu hati Anya. Dia menerobos dinding masa lalu Anya yang belum selesai.
"Makasih, ya," ucap Anya dari balik telepon.
"Ada promo di aplikasi, ya sudah aku beli buat kamu. Siapa tahu aja laper," balas Jenan dari seberang.
"Sebenarnya nggak usah repot-repot, lagian aku bisa masak mie kalau lapar tiba-tiba," kata Anya.
"Jangan, kebanyakan makanan instan juga nggak bagus," nasihat Jenan.
"Ah, ngga sampe sebakul kok," elak Anya ngeyel.
Masih di telepon, Jenan bertindak baik padanya secara nyata meski semua kebaikan itu tak mampu menghapus Bobby di hati Anya terlebih sejak gegar otak yang membuat dirinya selalu bermimpi masa lalu.
"Anya nggak boleh bandel, sejak kamu koma dua minggu rasanya aku nggak mau kehilangan lagi."
Anya terdiam, dia sudah tidak sadar selama itu tapi pikirannya tetap berjalan bagai dunia paralel yang sama-sama berjalan dalam satu waktu.
"Saat itu aku kira lahir kembali jadi anak SMA lalu aku membuka mata dan terlihat langit-langit kamar," ungkap Anya jujur. Baru kali ini dia membuka semuanya tentang keresahan masa lalunya.
"Kenapa lahir kembali jadi anak SMA? Bukannya anak SD lebih menyenangkan?" tanya Jenan.
"Bener juga sih, masalah terbesar anak SD cuma PR matematika," jawab Anya sembari terkekeh.
"Udah, kamu makam dulu aja keburu ayamnya dingin," kata Jenan.
"Ini telepon kamu sambil nunggu ayamnya dingin soalnya aku nggak suka makan panas-panas," balas Anya lagi. Dia mengatakan satu informasi yang akan Jenan ingat.
Percakapan terhenti, Anya meletakkan handphone di meja makan. Dia mulai makan seperti biasa. Pikirannya stabil saat sadar seperti ini. Kilasan masa lalu sama sekali tak terbayang. Hanya masa kini yang ia jalani sampai dua jam kemudian waktunya tidur.
Saat mata terbuka, dia sudah ada di kelas pelajaran pak Jamal, beliau menerangkan tentang sin, cos, tan. Rumor tak ada lagi, Anya sudah dikenal sebagai tunangan dari murid SMK 21. Cincin yang melingkar di jarinya adalah cincin imitasi menurut pengakuan Bobby.
Tidak ada yang tahu karena tampilannya mengkilap menyerupai asli.
"Besok ulangan matematika," ucap pak Jamal di depan kelas disambut dengan keluh siswa. Namun Anya tampak biasa saja, dia sudah paham dengan matematika berkat ajaran pak Jamal.
"It's okay guys," kata Anya.
"Dih, mantan pak Jamal tenang-tenang bae," celetuk Bella. Dia masih menyematkan candaan itu. Anya hanya tersenyum lalu merentangkan tangan, menunjukkam cincin di jari manisnya. Hal itu disambut Bella dengan senyum palsu tanda dia iri dengan Anya.
Teman-teman pencetus gosip kini malah balik berteman baik dengannya. Mungkin sebagai permintaan maaf dari perbuatan mereka.
Sampai Anya kembali kembali membuka mata, terlihat langit-langit kamar. Dia bangun pada sepertiga malam terakhir. Anya tiba-tiba teringat pada cincin tunangan Bobby yang masih ia simpan.
Dulu Bobby bilang cincin itu imitasi tapi kalau diperhatikan bentuk dan kilaunya, tidak mungkin benda itu palsu. Anya memgambilnya di tempat pribadi yaitu laci lemari pakaiannya. Cincin itu masih ada di kotak merah, Anya membuka kotak itu.
"Cincin ini," gumam Anya. Terbesit pikiran untuk menanyakan ke toko emas, sekedar ingin tahu benda itu asli atau palsu.
Paginya dia bersiap ke sekolah seperti biasa. Cincin itu tersimpan di kantong kecil di tas. Sepulang sekolah dia akan mampir ke toko emas.
**
"Ini asli, Mbak," ucap penjaga toko emas di pusat kota. Anya termangu, bagaimana bisa dulu Bobby memberinya cincin asli padahal mereka dulu hanya pura-pura tunangan.
"Mbak, apa mau dijual? Mumpung harga emas lagi tinggi," tawar mbak-mbak penjaga toko. Sungguh aneh, harusnya toko sangat perhitungan saat jual beli emas.
"Nggak, saya cuma ingin tahu cincin itu asli atau palsu. Makasih."
Anya menutup percakapan lalu menyimpan cincin itu kembali. Dia meninggalkan toko emas dengan seribu tanya di benaknya. Ingin dia tanyakan langsung tapi tak sampai pada yang menjawab. Di mana Bobby sekarang?
Sore itu sepulang dari toko emas, taksi yang ia tumpangi lewat di perumahan tempat dulu ia tinggal. Dia hanya melintas di lokasi yang membuatnya teringat kembali saat bersama anak pemilik perumahan. Masa lalu yang belum selesai namun dia tidak tahu bagaimana harus menyelesaikan masa lalu jika orang yang dimaksud hilang ditelan bumi. Tidak ada pilihan lain selain menjalani waktu yang terus berjalan.
Kalau situasi keseharian, Anya bisa mengendalikan pikiran tentang suatu keadaan di mana dirinya masih dengan Bobby. Namun tidak saat tidur, dia seolah kembali. menjalani waktu yang telah berlalu. Obat dari psikolog hanya mampu mengurangi sedikit durasi mimpinya. Anya lebih banyak bangun dan menghadapi kenyataan.
Sesampainya Anya di rumah, dia merasa letih. Kepalanya mendadak terasa berputar. Dia belum sempat membersihkan riasan di wajahnya saat sudah berbaring di kasur dan tertidur secara tiba-tiba. Begitu ia membuka mata, dirinya sudah bersama Bobby di sebelahnya.
Mereka berhadapan langit senja dari kafe lantai empat. Hari itu hari jum'at jelang weekend. Menurut mereka berdua, akhir pekan jatuh pada jumat sore sampai hari sabtu karena minggu adalah persiapan menuju senin. Di hadapan mereka ada minuman jus apel dan snack pisang keju.
"Mama kamu nggak suka sama aku, ya?" tanya Anya.
"Biasalah, mama posesif, dia nggak mau anaknya dekat sama cewek," ucap Bobby menenangkan Anya.
"Tapi aku dengar 'cewek itu', siapa?" tanya Anya curiga.
"Ada, cewek yang pacaran sama aku sebelum kamu tapi kayaknya mama salah sasaran deh."
"Kenapa?"
"Mama kira aku masih pacaran sama dia hanya karena dia rela nungguin aku di rumah. Pas aku lagi ke dufan sama aku," ucap Bobby.
"Oh, mama kira kamu masih pacaran sama cewek itu?"
"Iya padahal aku sama dia sudah putus karena dia selingkuh sama adik kelas perkara ditinggal magang di luar kota," kata Bobby.
"Kalau sekarang masih saling sapa?" tanya Anya.
"Masih tapi udah nggak ada rasa karena satu sekolah. Dia sudah putus sama adik kelas itu jadi sekarang dia ngejar aku lagi," tukas Bobby.
"Tapi kamu nggak mau, kan?"
"Aku maunya sama kamu, Anya."
Bobby mencubit kedua pipi Anya dengan gemas, dia suka melihat Anya cemburu padanya. Itu artinya Anya tak ingin kehilangan.
"Sakit, By."
Bibir Anya cemberut setelah Bobby melepas cubitan gemasnya. Ekspresi itu Bobby foto dari kameranya. Sebuah foto yang akan ia simpan menjadi sebuah kenangan.