Semua yang sedang ia jalani adalah kenyataan. Dia bertemu dengan Devon, sepupu Bobby.
"Lalu kenapa lu jadi driver?"
"Gue nggak setajir Bobby," jawab Devon diiringi tawa pasrah.
"Mobil lu bagus, masih nggak kaya?"
"Masih sponsor ortu, gue juga belum dapat kerjaan."
"Gue save nomor lu, biar ngga order pakai aplikasi. Gue pakai taksi setiap hari soalnya," kata Anya.
"Silakan," ucap Devon sembari mendiktekan nomornya. Anya menyimpannya di kontak. Dia juga baru ingat kalau ada nomor Rio. Untuk selanjutnya dia akan order tanpa aplikasi kalau memungkinkan.
"Gue dan teman Bobby pas SMK, lagi nyari keberadaan dia lewat facebook. Mungkin lo coba cari di tagar bobbyhanggara," ucap Anya.
"Segitunya nyari Bobby. Ada apa, ya? Hutang piutang?" tanya Devon khawatir.
"Dia pergi tanpa pamit lebih tepatnya kalau ke gue, dia sempat pamit mandi setelah itu nggak ada kabar apa-apa semua sosial medianya tidak aktif," cerita Anya.
"Iya sih, terakhir komunikasi juga dia nggak bilang mau pergi atau gimana pokoknya hari itu terakhir chat nggak pernah dibales. Sampai sekeluarga ngadain rapat buat bahas ini dan tetap aja nggak ada titik temunya, Bobby sekeluarga hilang nggak tahu ke mana," ucap Devon.
"Sampai keluarganya saja nggak tahu, lantas ke mana perginya?"
"Sempat kita berpikiran kalau Bobby ada di Taiwan cuman gimana kita bisa cek ke sana? Kita nggak sekaya keluarga Bobby, usaha gue cuma jual beli mobil," curhatnya.
"Bersyukur aja," hibur Anya.
"Pertanyaan Bobby di mana adalah pertanyaan gue juga," sahut Devon.
"Berarti Mungkin dia memang menghilang atau menghindari sesuatu," analisis Anya.
"Menghindari apa? Masa iya orang sekaya itu punya utang?"
Kalau diingat-ingat Bagaimana kekayaan Bobby dan keluarganya, Anya juga tidak tahu pasti karena Bobby selalu menyembunyikan semuanya dia menjaganya agar tetap privat. Kakaknya hanya tahu saat bertemu dengan ibunya dan rumah yang begitu besar. Saking besarnya bisa empat kali lipat dari rumahnya.
"Kalau gue cari di search engine tentang perumahan Bobby saja apa bisa memberi petunjuk?" tanya Devon.
"Coba aja, gue belum pernah soalnya meski dulu gue tinggal di sana," jawab Anya.
"Lu duduk depan aja sini, kita temen kok, bukan supir sama penumpang," ajak Devon sembari menepuk jok sebelah kiri.
"Masa gue lompat? Ngga mungkin kan?"
"Hehe, besok aja deh, lu order offline. Gue anter," ucapnya saat mobil hampir mendekati sekolah.
"Kemarin ada dua yang nawarin offline. Nanti aku pilih random aja, ya?" ucap Anya.
"Iya deh, lagian rezeki ngga ke mana. Nih udah sampe," kata Devon seraya menghentikan mobil. Anya turun dari mobil.
Dia berjalan dengan langkah ringan melewati gerbang sekolah. Di benaknya masih penuh tanda tanya tentang keberadaan Bobby. Apa dia masih ada di semesta ini?
Pertanyaan itu masih ia simpan karena harus mengajar di kelas. Ayah yang fasih berbahasa Inggris sejak SMA, sempat ditawari menjadi penyiar radio di salah satu radio swasta tapi hanya sempat dia jalani selama 6 bulan karena keburu ujian akhir. Kemampuan bahasa Inggris tidak disia-siakan karena dia kuliah di jurusan yang sama dengan mengambil kursus bahasa Jerman sebagai kemampuan tambahan yang ternyata berguna untuk masa depannya.
Di tengah pelajaran, ia mendengar sesuatu yang roboh. Satu yang dikhawatirkan yaitu parkiran belakang. Tempat itu adalah batas antara SMA 127 dan SMK 21.
"Bu Anya ke toilet dulu, Tolong jangan ramai," pamitnya lalu segera keluar menuju sumber suara.
Lorong kelas sedang sepi karena masih kegiatan belajar mengajar. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, menyusuri bagian-bagian yang sedang dibongkar. Dia menuju ke arah utara tempat lapangan basket yang juga akan diperlebar dan ternyata benar parkiran di belakang sekolah sudah rata dengan tanah. Tidak ada lagi pohon mangga dan gundukan tempat akar bergantung.
"Kapsul waktu!" pekiknya spontan. Tidak ada yang bisa dia tanya karena semua tukang yang bertugas datang dari luar sementara tidak ada satupun yang mengawasi kerja para tukang itu.
Di tengah kebingungannya, ia menyapu pandangan ke sekitar, menyusur lantai bawah kakinya Siapa tahu saja ada benda yang tertinggal.
"Bu Anya, cari apa?" tanya pak Oky. Dia sedang berkeliling sekolah untuk memantau apa ada siswa yang melakukan pelanggaran di sekolah.
"Pohon itu kenapa ditebang?" tanya Anya pelan.
"Sekolah ada proyek menambah ruang praktek dan kelas. Kamu nggak tahu?"
"Baru tahu sekarang, tapi sa-saya... ini cerita SMA sih," tukas Anya malu-malu.
"Kenapa?" desak pak Oky. Dulu beliau yang membantu menyelesaikan permasalahan Anya.
"Ada kotak makan yang saya kubur di bawah pohon mangga itu tapi sekarang semuanya sudah rata dengan tanah," tukasnya sedih.
"Kotak makan? Coba deh, ke ruang tata usaha temui pak Bondan. Kemarin katanya ada benda-benda di dalam tanah itu, ya semua belum dibuang karena selain kotak makan itu juga ditemukan banyak buku-buku mulai dari pelajaran sampai diari."
Mendengar itu Anya segera pergi ke tempat yang dimaksud. Dia terlihat sekali kalau sedang panik karena tak disangka tempat parkir yang masih bertahan tiba-tiba digusur begitu saja. Anya tidak siap masa lalunya hilang begitu saja. Sebuah janji yang sudah Terlupa. Bobby bilang, kotak itu akan dibuka saat mereka sudah menikah nanti tapi kenyataan berbeda dengan apa yang sudah direncanakan.
"Permisi, Pak Bondan."
Pak Bondan mendongak, dia memperhatikan Anya yang datanh tergopoh-gopoh terlihat ada sesuatu yang penting.
"Iya, Bu Anya?"
"Pak, apa ada kotak makan yang terkubur di parkiran belakang sekolah?"
"Oh, memang ada barang-barang saat dilakukan penggalian untuk meratakan tanah. Barang itu sengaja disimpan, siapa tahu ada yang butuh untuk dijual. Banyak sekali kertas-kertas dan buku termasuk kotak makanan warna ungu itu," tukas pak Bondan sembari mengambil benda yang dimaksud. Di tangannya sudah ada kotak makan yang dimaksud.
Benda itu memang tampak tak berarti tapi sebenarnya itu adalah kapsul waktu yang menjadi saksi cerita Bobby dan Anya.
"Makasih, Pak."
Tangan Anya menarik benda itu ke pelukannya. Sebuah benda yang sudah terkubur begitu lama. Bentuknya masih bagus, terlindung plastik yang tidak terurai dalam. tanah.
"Pak, saya kembali mengajar," kata Anya disambut anggukan dari kepala pak Bondan. Ia segera berjalan ke ruang guru lalu meletakkan kotak makan itu di dalam tasnya. Dia sudah tidak fokus mengajar, dia ingin pulang dan membuka isi kotak itu. Ada rahasia yang belum terungkap tentang surat ungkapan perasaan Bobby.
Dia berjalan kembali ke kelas. Namun betapa terkejutnya ia saat ternyata ada ibu kepala sekolah di dalam kelas. Anya meninggalkan kelas terlalu lama sehingga membuat ibu kepala sekolah geram atas tindakannya.