Malamnya, satu jam sebelum tidur ia minum obat dari psikolog dengan harapan dapat menghilangkan bayang masa lalu. Ia segera tidur sebelum pukul sembilan malam. Namun saat ia membuka mata, dia berada di ruang tamu rumahnya di siang hari. Dia melihat Bobby di sebelahnya.
Anya menoleh ke belakang, ada gorden bertuliskan "Happy Engagement, Bobby & Anya."
"Anya, Bobby digandeng tuh," kata Renata. Dia juga ikut membantu acara "tunangan" yang diadakan untuk pengalihan isu. Anya mengenakan kebaya hijau pupus berhias sanggul di kepalanya. Tangannya melingkar di lengan Bobby untuk mengambil beberapa pose.
Foto mereka diambil oleh fotografer agar hasilnya memuaskan dan seperti foto tunangan asli. Rumahnya juga di dekor bak sedang hajatan. Namun sayangnya orang tua Bobby tidak nampak karena memang yang dibutuhkan hanya foto tunangan setidaknya untuk meredakan semua gosip yang ada.
Obat yang diberikan dia tidak berhasil meredakan mimpi dan bayang masa lalu. Jika memang bukan sakit mental ada kemungkinan kejadian itu adalah murni dari dalam hatinya.
Anya saat itu tidak peduli, dia menikmati setiap detik bersamaan bersama Bobby. Dia tidak sadar saat itu adalah mimpi karena baginya apa yang dialami adalah perjalanan waktu meski dia tidak bisa mengubah apapun. Kalau bisa berubah, dia tidak akan sedikitpun membiarkan Bobby hilang.
"Bisa tunangan beneran nggak, sih?" tanya Bobby di tengah pemotretan. Ucapan itu terdengar oleh pak Tommy.
"Nanti kalau Bobby sudah lulus, punya pekerjaan atau. jadi juragan bengkel,"sahut pak Tommy.
"Sekarang sudah punya sih, Pak," jawab Bobby. Dia memang beruntung karena anak orang kaya. Tak sulit baginya untuk punya perusahaan atau punya uang yang banyak. Dia punya privillage itu.
"Iya, sekolah dulu yang bener," ucap pak Tommy lalu. mengambil makanan.
Beberapa pose sudah diambil, foto dan video tinggal tunggu edit upload ke sosmed sebagai bukti bahwa Anya dan Bobby telah bertunangan. Setidaknya dengan adanya pertunangan itu akan membuat gosip itu hilang dengan sendirinya.
"Untung aja ada Bobby yang bisa menolong Anya," ucap Renata sembari meneguk minuman jeruk yang dihidangkan. Fotografer sudah kembali ke studio fotonya untuk mengedit sebelum foto dan video dikirim.
"Lu juga, Ren. Papa jadi nemu fotografer yang murah karena rekomendasi lu," ucap Anya.
"Iya, saat itu gue pakai jasa dia buat bikin foto untuk isi pigura di kamar."
"Nah, sekarang apa yang harus gue lakuin?" tanya Bobby.
"Lu lanjut pacaran aja sama Anya," kata Renata.
Semua pemotretan dan dekorasi itu adalah ide dari Pak Tomi tanpa sepengetahuan bu Alina, ibu Anya.
Sepulang kerja saat senja menjelang, bu Alina terkejut saat melihat anak dan dua temannya sedang berberes bekas dekorasi. Mereka berdiri sejenak menghentikan pekerjaan berberes pita dan kertas silver.
"Loh, ada apa ini?" tanyanya kaget.
"Lagi pemotretan, Ma," jawab Anya.
"Ngapain, buang-buang uang aja," sahut bu Alina ketus.
"Murah kok, Tan," sahut Renata sebagai pembelaan.
"Aduh, tapi untuk apa?" tanyanya lagi tetap dengan nada ketus.
"Untuk..." Anya menunduk sembari garuk-garuk kepala. Dia tak mampu menjawab omelan mamanya.
"Ya sudah, mama tanya papamu saja," ucapnya tak lama sebelum berjalan mencari pak Tommy.
"Kita bersihkan sampai kinclong, biar nggak diomelin," ucap Bobby menengahi. Mereka segera lanjut membereskan barang-barang agar rapi seperti semula.
Begitu mereka mau pulang, Bobby mengatakan sesuatu pada Renata.
"Anggap aja ini doa agar kita bisa tunangan beneran di kemudian hari," kata Bobby. Anya tersenyum karenanya.
"Makasih sudah membantu," kata Anya.
"Dengan senang hati, Nya. Semoga lu nggak kena gosip lagi biar hidup lu tenang," kata Renata.
"Kalo kena gosip atau bahkan fitnah, gue yang maju," sahut Bobby bagi seorang ksatria.
"Bob, janji ngga tidur di pundak Anya lagi pas di bioskop?" kenang Renata akan kejadian saat mereka pertama bertemu.
"Hehe, janji, nanti tidur di pangkuan Anya," canda Bobby.
Malam itu mereka pamit pada kedua orang tuanya yang sempat ribut sedikit karena pertunangan dadakan itu. Secara status, mereka saat itu masih pacaran tapi kalau ditanya orang-orang mereka harus mengaku tunangan karena foto sudah disebar di sosial media. Cincin yang melingkar di tangan hanya dan Bobby adalah cincin warisan dari nenek Anya dari papa. Ada sepasang cincin yang lama tidak digunakan sehingga dipakai untuk simulasi tunangan.
Anya membuka mata, terlihat jelas langit-langit kamarnya. Dia menoleh ke arah jam, terlihat jam menunjukkan pukul lima pagi. Pengobatan memang tidak berhasil mungkin harus beberapa kali minum obat agar mimpi hilang sama sekali. Dia kembali teringat dengan cincin "tunangan" itu. Barang kenangan yang ia simpan di laci pribadi meja belajar yang kini berubah fungsi jadi meja kerjanya. Dia bangkit dari tempat tidur lalu membuka laci itu. Cincin masih ada sedangkan yang dibawa Bobby sudah ikut hilang bersamanya. Dia menggenggam cincin itu di tangannya. Dia menahan diri untuk tidak menangis karena baginya cincin itu adalah salah satu benda kenangan.
Waktu takkan pernah bisa kembali, tapi kenangan tak mau pergi dari benaknya. Setiap melakukan otaknya masih belum rela melepas keindahan bersama Bobby. Mungkin ini akibat dari kurangnya komunikasi saat Bobby menghilang tanpa kabar.
Anya kembali meletakkan cincin itu kemudian segera mandi dan bersiap untuk berangkat sekolah. Setelah siap dengan pakaiannya, dia keluar kamar.
"Anya," panggil bu Alina.
"Ya?" sahut Anya.
"Tadi malam pas kamu lagi tidur, Jenan ke sini bawain paket mungkin sekitar jam sembilan atau sepuluh," kata bu Alina sembari menunjuk kota kardus di ruang tamu. Merek N yang Anya kenal sebagai skincare populer tertulis di kardus itu.
"Skincare?" tanya Anya.
"Buka aja, mama nggak ngerti."
Anya membuka kardus itu dengan gunting. Skincare untuk mencerahkan wajah dan mata tersedia lengkap, dia tinggal pakai untuk merawat lingkar hitam di sekitar mata.
"Jenan, nggak usah begini," gumamnya. Dia ingat semalam Jenan menegurnya tentang lingkar mata. Tak disangka Dia segera tanggap mengirimkan paket Skincare padanya.
Anya jadi terharu, pria sebaik Jenan ada bersamanya. Seharusnya dia tak perlu penasaran pada masa lalu. Sudah ada Jenan, kurang apa lagi?
"Jenan perhatian banget, ya? Kamu beruntung pacaran sama. Jenan," kata mama sembari memegang satu per satu botol skincare bernuansa hijau muda itu. Wanginya semerbak khas krim perawatan wajah.
"Jenan yang apes dapat aku kali," kata Anya.
"Nggaklah, kamu kan bu guru cantik dan imut, mana udah pegawai tetap pula, jadi tenang kan, hidup?" ujar mama.
Anya hanya tersenyum tipis, mama tidak mengerti yang Anya rasakan. Selama bayang masa lalu itu masih ada, hidup Anya tidak akan pernah tenang.