Hultgren Student Apartment
Gothenburg, Swedia
16 Maret 2058
07.50 AM CEST
Andrea mengguncang-guncang bahu Hellen, membangunkannya susah payah sedari tadi. Sahabatnya itu memang seperti mayat di pagi hari, sulit sekali mengumpulkan kesadarannya. Padahal, katanya ia harus pergi ke studio patung milik seorang dosennya. "Hellen, cepatlah bangun, kau bisa terlambat," ujar Andrea.
Hellen akhirnya membuka mata, menggeliat di atas tempat tidur. "Hoaam! Kau... jadi pergi ke rumah ibumu?"
Andrea mengangguk, mengoleskan pasta kaviar ke atas roti gandum untuk sandwich, "Ya, tapi aku ingin sedikit berkeliling dulu, mencari tempat untuk melukis di jalan lagi."
Hellen mengerutkan dahi, seraya berjalan menuju meja kecil tempat mereka biasanya makan, "Kau akan melakukannya lagi? Kapan? Apakah kau juga akan mengajak musisi jalanan seperti waktu itu?" tanyanya beruntun.
Andrea memberikan satu tangkap sandwich dan secangkir kopi hitam hangat untuk Hellen, baru kemudian untuknya sendiri. "Sepertinya begitu. Marcel yang waktu itu berkolaborasi denganku tahun lalu di pusat kota Stockholm menghubungiku, mengajakku untuk kembali berkolaborasi di Visby. Aku sendiri sudah menyanggupinya, karena kebetulan rumah tempat tinggal ibuku juga disana."
Hellen mengangguk-ngangguk, kembali menggigit sandwichnya lahap, "Aku akan menyaksikannya jika sempat. Aku juga sudah lama sekali tidak bepergian ke tempat jauh. Tapi tepatnya dimana kalian akan melakukan pertunjukan?"
"Aku belum tahu, mungkin tidak terlalu jauh dari pusat kotanya."
"Bukankah disana tidak terlalu ramai? Kenapa kalian tidak melakukan pertunjukan di kota ini saja? Kau tahu taman kota di depan LAT kemarin? Itu sangat ramai, Andrea, terutama di hari libur."
"Ya, tapi Marcel mengatakan dia ingin melakukan busking, menjajaki tempat baru untuk berpromosi. Kurasa ide itu tidak terlalu buruk juga."
Hellen tersenyum simpul, "Rupanya Marcel itu visioner juga. Dia bisa membawamu berbisnis kalau seperti itu caranya."
"Ya, kebetulan dia juga seorang lulusan bisnis dan manajemen."
"Pasangan kerja yang bagus, kuharap kau mempertahankan hubungan kerja itu dengannya, Andrea."
"Kau benar, lagipula Marcel orang yang baik."
Hellen mencondongkan tubuhnya ke depan, "Ngomong-ngomong, dimana kau menemukan pria blonde itu? Apa kau tahu jika aku sempat menyukainya sebentar? Dia sangat tampan, menarik, dan berbakat."
Andrea hampir saja tersedak kopinya jika ia gagal menahan tawa. "K-kau... astaga, yang benar saja, Hellen? Bagaimana bisa kau tidak menceritakannya padaku? Padahal aku bisa saja menjodohkanmu dengannya. Ah! Kau ini."
Hellen terkekeh geli, "Lupakan saja, itu hanya ketertarikan sekilas. Lama kelamaan juga, aku melihat kalian sebagai pasangan yang cocok. Kenapa kau tidak mengencaninya saja?"
"Ck! Berhentilah bicara omong kosong. Pria sepertinya mana mau denganku."
"Hey, kenapa kau merendahkan dirimu sendiri, hah? Tidak boleh begitu, Andrea. Kau orang yang sangat berbakat, karya-karyamu mahal dan unik, seharusnya Marcel tertarik."
Andrea menghela malas, "Hellen, seseorang akan mengencani seseorang yang lain karena fisik, kepribadian, dan karakternya. Bukan karena bakat melukisnya. Aku dan karyaku adalah dua hal yang berbeda, bahkan sangat berbeda."
"Jadi kau akan menilai orang yang melirikmu karena karya sebagai materialistis?"
"Tergantung orang itu melirikku sebagai apa. Jika mereka menyukaiku karena ingin merekrutku di studio mereka, tentu saja aku akan senang."
"Ah, begitu..."
DRRT!
DRRT!
Getar ponsel Andrea memotong percakapan mereka.
"Ada apa?" tanya Hellen, mendapati Andrea yang mengerutkan dahi begitu memeriksa siapa yang menghubunginya sepagi ini.
"Nomor asing. Sebentar."
Hellen hanya mengangguk, melanjutkan makan selagi Andrea menjawab telepon.
"Halo?"
"..."
"Ya, betul. Aku Andrea Stenstorm. Ada apa, Pak?"
"..."
"..."
Andrea tiba-tiba menghembuskan nafasnya berat, mengundang tanda tanya bagi Hellen yang sedari tadi memperhatikannya. Sepertinya terjadi sesuatu yang buruk, pikir Hellen.
"Baiklah, aku akan segera kesana. Tolong lakukan apapun agar anak itu tidak kembali berulah, Pak," ujar Andrea, terdengar geram sebelum panggilan itu diputuskannya.
"Apa yang terjadi?" tanya Hellen cepat.
Andrea mengusap wajahnya kasar, "Lennart, anak itu kembali berurusan dengan polisi. Aku harus segera pergi ke Visby dan menebusnya."
****
Malmo, Swedia
17 Maret 2058
05.14 PM CEST
Sebuah sedan sport berwarna red pearl melaju pelan begitu memasuki kawasan perumahan elit di tepi sungai besar kota Malmo. Pemandangan komplek perumahan itu sungguh indah menjelang matahari terbenam, membuat Svard semakin menurunkan laju kendaraannya untuk sejenak memanjakan mata. Pria itu seharusnya berhenti untuk lebih memaknai keberkahan alam, tetapi ia tak bisa berlama-lama disana.
Svard hanya melaju pelan sampai persimpangan pertama jalan komplek, dan sisanya ia kembali tancap gas menuju sebuah rumah yang berada di blok paling ujung komplek. Svard memang sengaja membeli rumah di tempat yang relatif terpencil seperti itu, karena ia bukan seseorang yang mudah beradaptasi dengan keramaian sebagaimana itu akan lebih terasa jika ia tinggal di unit-unit blok depan.
Alasan lainnya? Karena memang rumahnya bukan sembarang rumah yang dapat dengan mudah dikunjungi orang asing.
DRING!
SRIEET!
Gerbang utama terbuka usai beberapa sensor memindai presensi Svard dan kendaraannya. Rumah dua lantai bercat putih dengan gaya minimalis tampak di sana, agak jauh karena halamannya yang luas. Namun, tampilan rumah yang cenderung sederhana itu lekas berubah di penglihatan Svard ketika pria itu masuk beberapa meter ke dalam bersama mobilnya.
Hanya Svard yang dapat melihat bahwa penampakan asli rumah itu adalah serupa kastil megah empat lantai bergaya royal-klasik dengan atap-atapnya yang lancip menjunjung tinggi ke atas. Itu bukanlah ilusi, tapi wujud hunian yang sebenarnya. Orang-orang awam tanpa penglihatan istimewa tidak akan mampu melihatnya, karna teknologi pembiasan cahaya, ilusi optik, dan 'keajaiban' alami tempat itu telah mengelabui pasang-pasang mata mereka.
"Selamat sore, Tuan. Akhirnya kau pulang setelah sekian lama," sapa seorang pelayan pria, sopan dan sok akrab begitu Svard sampai di beranda.
Svard hanya menarik sedikit sisi bibirnya, tidak sampai tersenyum sedikitpun. Pria itu hanya lanjut melangkah dingin tanpa ekspresi ke lantai empat dimana kamarnya berada. Namun, sesampainya disana Svard tak langsung masuk ke kamar.
Pria itu mengedarkan pandangannya ke pintu-pintu kamar lain di lantai itu, jumlahnya ada lima. Svard hanya perlu memastikan bahwa seluruh pintu itu terkunci, tidak bersuara, tidak bercahaya, dan selebihnya tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Svard akhirnya menghela nafas lega usai yakin kelima pintu ruangan di lantai empat itu 'aman' berdasarkan penilaiannya.
Pencahayaan ruangan menyala dengan sendirinya begitu Svard melangkah masuk ke dalam kamar, menampakkan satu per satu benda di setiap sudut. Ruangan yang didominasi warna biru keabu-abuan itu sangat minimalis, bersih, dan terlihat seperti dunia digital metaverse dengan potongan-potongan dinding melengkung dan bentuk bangun datar bersudut simetris satu sama lain.
Delapan jenis tumbuhan merambat tumbuh di dinding ruangan sebelah kanan, beberapa diantara mereka telah berbunga, berjatuhan ke atas kolam kecil dan air mancur di bawahnya yang turut menimbulkan suara menenangkan. Sementara itu di seberangnya, di dinding kiri ruangan, terdapat dua buah kursi dan meja santai, serta rak-rak besar berisi ratusan buku. Biasanya Svard duduk disana untuk beristirahat, namun kali ini tidak dulu.
Svard ingin memeriksa sesuatu di dinding tengah ruangan, sesuatu yang mendorongnya untuk jauh-jauh pergi ke Malmo dari Gothenberg hari ini. Sebuah lingkaran besar ada disana, melubangi dinding, menjadi pintu yang menghubungkan ruangan tempat Svard berada saat ini dengan banyak semesta lain dibaliknya.
Seolah merespon presensi Svard, gumpalan awan bercahaya violet muncul dari sana. Wujudnya itu sama persis seperti Mikrov pada LUBEL, hanya saja ada beberapa perbedaan khusus dengan yang satu ini meski Svard kerap kali menyebutnya sebagai Mikrov juga.
Svard mendelikkan matanya tajam begitu seorang wanita muncul dari tengah-tengah Mikrov ruangannya itu. Tampak wanita dengan pakaian, tas, dan sepatu glamor terkejut bukan main begitu melihat Svard yang berdiri tepat di depannya seraya menatap tidak suka.
"Oh... hai, Svard. Lama tidak melihatmu di kastil ini."