Chereads / Siap, Komandan! / Chapter 4 - 4. Memeluk Erat Dirinya

Chapter 4 - 4. Memeluk Erat Dirinya

"Oh iya, tidak apa. Nanti aku bawakan makanan dari mami untuk kamu. Tenang saja." Jawab Erl. Meskipun Erl berpangkat lebih tinggi dari Tio namun mereka sangat dekat dan akrab dan Tio masih sadar diri memegang teguh hierarki dengan tidak menyalahi norma sopan santun.

"Siap bang, terima kasih mohon ijin." Keduanya pun berpisah menuju ke tempat masing-masing.

Erl teringat akan apa yang dikatakan maminya. Baru kali ini maminya memaksa untuk pulang kerumah.

"Jangan-jangan mami membawa perempuan untuk dikenalkan kepadaku. Huft, sepertinya … aku harus segera mencari cara agar tidak dipaksa ikut kencan buta lagi. Tapi cari dimana perempuannya? Aku belum mau menikah saat ini karena aku masih ingin sekolah dan menabung." Gumamnya. Erl teringat kencan buta tadi siang yang mempertemukannya dengan perempuan angkuh … namun cantik dan berkarakter. Erlangga terdiam cukup lama karena mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan perempuan yang secara jelas membenci dirinya, bahkan saat mereka belum mengenal jauh.

"Hai, melamun terus! Aku bilangin mami kamu biar kamu cepat dinikahi baru tahu rasa." Seorang rekan kerja perempuan Erl yang berpangkat sama dengannya menepuk bahunya dari belakang. Sisca Manoppo, seorang perempuan perpaduan Jawa – Manado yang sama-sama masih single sepertinya.

"Oh Sisca, ada apa?" Erlangga tersenyum tipis.

"Tidak apa-apa, kamu kenapa melamun? Kalau butuh teman curhat, aku siap kok mendengarkan." Jawab Sisca. Perempuan yang diam-diam memaruh hati pada Erl namun tidak berani mengungkapkan karena malu dan gengsi.

"Tidak apa-apa." Jawab Erl singkat. Pria yang sangat pintar dan cekatan itu berbanding terbalik dengan sifatnya yang dingin pada semua perempuan, termasuk ke maminya. Bagi Erl, bicara langsung pada intinya itu lebih baik daripada muter-muter tidak menentu.

"Eh, kamu mau kemana?"

"Aku mau ke toilet." Sisca yang sengaja datang ke ruangan Erl malah ditinggal oleh pria tersebut sendirian. Perempuan itu mendengus kesal dan akhirnya dia pun kembali ke ruangannya sendiri.

-----

"Sudah lama kamu menunggu aku disini? Maaf ya pekerjaanku hari ini menumpuk." Gendhis yang baru keluar dari ruangannya jam 7 malam, masih melihat Rara yang menunggu di sofa ruang tunggu yang disediakan di lobi gedung ini.

"Baru saja."

"Syukurlah. Kamu mau bicara disini saja?" Tanya Gendhis lagi.

"Ya, disini saja. Tidak ada orang yang mau duduk di sofa ini di jam seperti ini." Jawab Rara sambil meletakkan bokongnya kembali diatas sofa.

"Okay, kamu mau bicara apa?" Ujar Gendhis sambil menyilangkan satu kakinya.

"Ndhis, tadi siang mas Erl bilang minta maaf ke aku untuk kamu kalau ada salah kata. Tapi, dia juga kaget karena baru kali ini ada perempuan yang berani membalas ucapannya bahkan dengan nada lebih tinggi." Jawab Rara. Gendhis menyeringai sinis.

"Oh itu, sudahlah jangan dibahas lagi. Lagipula dia kan kencan buta kamu. Aku tidak peduli karena toh aku dan pria mulut kurang ajar itu tidak akan bertemu lagi." Jawab Gendhis dengan sisa-sisa emosi tadi siang masih terbawa sampai malam ini.

"Huuuh, tapi aku merasa kalau kamu juga terlalu keterlaluan tadi siang." Jawab Rara dengan suara sangat pelan.

"Apa? Kamu bilang apa?"

"Tidak tidak. Ya sudah, aku hanya mau bilang itu saja. Sudah malam. Kamu naik bus? Mau bareng aku?" Ujar Rara.

"Tidak, terima kasih. Bus masih ada jam segini. Aku ke halte sekarang saja. Sampai bertemu besok lagi."

"Iya, terima kasih ya sudah menemani aku tadi siang."

"No problem."

Gendhis berjalan menuju halte bus yang jaraknya sekitar seratus meter dari kantornya. Masih banyak karyawan yang berada di tepi jalan menunggu bus atau sekedar menunggu jemputan. Dengan jaket bahan beludru yang disimpannya di kantor untuk sewaktu-waktu jika diperlukan, Gendhis memeluk erat dirinya dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket. Berhubung tas yang dibawanya hari ini dirusak pencopet, Gendhis pulang hanya membawa dompet dan ponsel yang digenggamnya erat di masing-masing saku jaket.

Setengah jam sudah bus yang ditunggu belum datang juga. Perutnya sudah berbunyi sangat berisik dan hujanpun seperti akan turun dengan lebatnya. Dari bus ini Gendhis harus menyambung lagi naik angkutan kota yang ukurannya lebih kecil. Bisa dipastikan dia akan kehujanan di jalan andaikan hujan ini awet turunnya.

Tanpa disadarinya, sebuah mobil berhenti cukup dekat dari halte bus tempat Gendhis menunggu. Dialah pria yang beradu mulut dengannya tadi siang. Erl yang baru keluar dari kantornya jam 7 lewat, harus mendengar bunyi telepon dari maminya yang terus menerus berdering. Erl sengaja menunda kepulangannya karena tidak ingin menghadiri kencan buta untuk kesekian kalinya yang diatur oleh sang mami. Berharap perempuan yang datang kerumahnya sudah pulang kalau dia datang telat.

Erl pun mengendarai mobil menuju rumah maminya dan saat sedang mengemudikan mobilnya, dia melihat di dalam halte berdiri seorang perempuan sambil memeluk erat jaketnya dengan kaki sebentar-sebentar berjingkat. Entah karena kedinginan atau kelaparan atau tidak kuat menahan sesuatu. Cukup lama Erl menghentikan mobilnya disana dan bus yang ditunggu perempuan itu belum datang juga.

Perempuan angkuh dan galak versinya yang tadi siang temui, tidak terlihat di wajahnya mala mini. Yang Erl lihat sekarang adalah perempuan yang sebentar-sebentar membuat mimic lucu pada wajahnya dengan cemberut manja, menghela napas lelah, dan sesekali memanjangkan lehernya melihat busnya sudah datang atau belum. Ingin rasanya Erl menghampiri perempuan itu dengan masuk kedalam halte tapi teringat kembali peristiwa tadi siang, perempuan bernama Gendhis itu pasti menolaknya mentah-mentah.

Tanpa disadari Erl, dia menunggu Gendhis sampai mendapatkan busnya. Dan, akhirnya dia benar-benar naik bus setelah satu jam menunggu dan itu artinya Erl pun sampai dirumah maminya lebih telat lagi dari jadwalnya semula.

"ERLANGGA PRADIPTA! Jam berapa ini?" Kalimat pertama yang diberikan maminya saat menyambut anak sulungnya yang baru datang di jam Sembilan kurang.

"Aku sibuk, mam. Aku sudah bilang kalau aku tidak bisa datang tepat waktu." Ujar Erl mencari pembelaan. Dilihatnya tidak ada seorang tamu pun diruangan tamu orangtuanya.

"Kamu benar-benar membuat mami kecewa. Tadi ada anak teman mami yang datang tapi karena kamu kelaaman jadi dia pulang deh." Jawab mami dengan ekspresi kesalnya.

"Yes! Benar kan? Pasti dijodohkan lagi. Untung aku bisa menebaknya dengan benar." Gumam Erl dalam hati. Hatinya puas bisa terhindar dari percakapan basa basi yang membuatnya bosan dan malas. Erl lebih suka menghabiskan waktunya dengan berolahraga dibandingkan berbicara dengan perempuan dengan suara mendesah dan ketawa cekikikan untuk menarik perhatiannya.

"Tapi, kamu jangan sedih. Besok dia akan datang lagi tapi kali ini bersama kedua orangtuanya." Jawab Batari kemudian yang dibalas Erlangga dengan sorot mata melotot tidak percaya dengan apa yang didengarnya.