Chereads / My psychiatrist's love / Chapter 21 - Tentang Baek Seongeun

Chapter 21 - Tentang Baek Seongeun

Baek Seongeun, adalah gadis berusia dua puluh delapan tahun. Anak pertama dari dua bersaudara. Keluarganya bukanlah sebuah keluarga yang harmonis, ayah dan ibunya bercerai. Ayahnya senang berjudi dan meninggalkan hutang yang begitu banyak hingga rumah yang mereka tinggali diambil oleh rentenir.

Mereka akhirnya kembali ke kampung halamannya, Pohang. Seongeun mencoba untuk mencari pekerjaan di sana, mulai dari membersihkan cumi-cumi hingga menjadi pelayan di sebuah restoran. Namun sayang, adiknya justru membuat masalah baru.

Sifat ayahnya yang senang berjudi ini menurun pada adiknya Baek Seojun. Hal ini menjadikan beban yang ditanggung oleh Seongeun bertambah. Saat dirinya tengah memikirkan cara untuk melunasi hutang masalah baru pun muncul. Seojun yang ketagihan berjudi juga ikut berhutang.

Belum selesai satu masalah, permasalahan yang lain sudah muncul. Hal itu membuat Seongeun stress dan memilih untuk meninggalkan kampung halamannya. Sebelum pergi, Seongeun sempat bertengkar dengan adiknya. Hal yang membuat Seongeun semakin mantap meninggalkan kampung halamannya adalah, ketika ibunya lebih memilih membela adiknya ketimbang dirinya yang bersusah-payah untuk melunasi hutang.

Mulai saat itu, Seongeun merasa tak ada lagi rumah untuknya. Dia paham, ibunya tak ingin kehilangan adiknya sama seperti saat dia kehilangan suaminya, tapi itu bukan berarti membenarkan kelakuan Seojun. Seongeun merasa ibunya terlalu memanjakan Seojun.

Setelah memutuskan untuk pergi dari kampung halamannya, Seongeun memilih Seoul sebagai tempat peraduan nasib. Di kota besar itu dia berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang layak di kota ini. Namun sayang, Seongeun kembali mendapat pekerjaan yang biasa saja.

Di saat dia hampir menyerah, Seongeun sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Sore itu dia kembali mendapat telepon dari rentenir yang mengharuskannya untuk membayar sebelum jatuh tempo dua hari lagi.

Dalam waktu dua hari, dari mana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Saat itu Seongeun benar-benar kalut, kondisi tubuhnya yang lelah ditambah pikirannya yang runyam menjadikannya sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya.

Dia berjalan ke jembatan Mapo, tempat yang dinamakan jembatan kehidupan. Tempat dimana orang-orang yang telah lelah dengan kehidupan memilih untuk terjun dan menghilang dari dunia. Begitu pula dengan Seongeun saat itu, dia sudah lelah. Rasanya ingin menghilang dan meninggalkan semua beban yang ada di pundaknya.

Sampai ketika Seongeun telah berdiri di pagar jembatan, saat itu Tuhan mengirimkan Haewon yang lewat di sana. Melihat Seongeun yang tengah mencoba mengakhiri hidupnya, Haewon tak tinggal diam. Dia segera menarik Seongeun dan memeluknya.

Saat itu yang ada di benak Haewon adalah bagaimana caranya agar gadis di hadapannya ini bisa tenang dan jauh dari tempat ini. Akhirnya Haewon membujuk Seongeun untuk ikut dengannya pulang kerumah.

Awalnya Seongeun ragu untuk ikut dengan orang yang baru ditemuinya. Namun saat tiba di rumah Haewon betapa terkejutnya Seongeun. Di sana Seongeun disambut dengan hangat oleh ibu Haewon. Rumah Haewon adalah hangat yang dirindukan oleh Seongeun setelah sekian lama.

Bahkan Seongeun masih tak bisa melupakan hangatnya pelukan ibu Hwa, Park Hana. Saat pertama kali masuk ke dalam rumah Haewon, ibunya menyambutnya dan tanpa perlu Haewon jelaskan ibunya langsung memeluk Seongeun.

Teringat jelas perkataan ibu Haewon, "dunia ini melelahkan ya nak, tak apa istirahatlah sejenak hari ini. Besok pasti akan ada hari yang cerah."

Tak hanya itu, bahkan Haewon mengizinkan Seongeun untuk tinggal di rumahnya. Setelah berkenalan dengan Haewon, Seongeun merasa bahwa dia telah menemukan seorang teman di tempat asing itu.

Perlahan mereka mulai dekat dan saling berbagi tentang rasa sakit dan masa lalu mereka. Hingga akhirnya mereka menjadi sahabat bahkan lebih dari sekedar sahabat. Mereka adalah keluarga.

Setelah itu Haewon juga membantu Seongeun untuk mencari pekerjaan yang lebih layak. Ya, setelah mendengar kisah hidup Seongeun, Haewon pun berinisiatif untuk membantunya mencari pekerjaan yang bagus.

Seongeun layak untuk mendapatkan tempat sebagai sekretaris direktur di sebuah perusahaan yang berkecimpung di industri makanan. Di sana Seongeun bekerja selama dua tahun sebelum akhirnya dia memutuskan untuk resign karena adiknya mengetahui tempat kerjanya dan membuat keributan di sana.

Dan ya, akhirnya Seongeun kini bekerja sebagai sekretaris dari seorang produser musik ternama di kota Seoul yang kini jatuh cinta padanya. Sekarang lengkap sudah kehidupan Seongeun, memiliki seorang sahabat yang baik, memiliki pekerjaan tetap, memiliki orang yang mencintainya, dan ya, mendapatkan kehangatan dari keluarga Haewon.

Bukannya Seongeun benci pada ibunya, tapi dia benci pada adik dan ayahnya. Baginya mereka seharusnya adalah dua orang pria yang melindunginya, bukannya malah menjadi orang yang paling menyakitinya.

Hingga sekarang Seongeun masih memiliki trauma akan pria. Dia tak mudah percaya dengan pria manapun. Ketakutan akan dikhianati dan disakiti oleh pria menjadikannya membangun benteng yang tinggi agar tak ada pria yang bisa menyakitinya.

Sampai akhirnya Chanhee datang, pria yang kini mulai menggoyahkan tembok yang telah Seongeun buat bertahun-tahun lamanya. Cinta Chanhee yang tulus membuatnya ingin mencoba untuk kembali membuka hatinya. Namun, ketakutannya masih terus menghantuinya.

Itu sebabnya, Seongeun masih belum membuka hatinya sepenuhnya untuk Chanhee. Mungkin dia masih ingin melihat seberapa besar usaha Chanhee untuk meluluhkan hatinya.

Seperti saat ini, Chanhee telah berada di depan apartemen Seongeun. Dia membawa sebuah kantong berisikan tteokbokki kesukaan Seongeun. Dengan senyumannya yang tulus, dia berdiri di balik pintu. Seongeun segera membukakan pintu untuknya, dan menghambur ke dalam pelukannya.

"Ada apa ini? Apa nuna baik-baik saja?" Chanhee bertanya keheranan.

"Ya, aku baik-baik saja… tapi apa aku bisa mendapatkan sebuah pelukan?" pinta Seongeun.

"Baiklah, tapi biarkan aku masuk dulu dan menaruh kantong-kantong ini, hmm," ucap Chanhee.

Seongeun terkekeh dan menyuruh Chanhee untuk masuk ke dalam. Dan ya, sesaat setelah Chanhee menaruh apa yang dia bawa, Seongeun kembali masuk ke dalam pelukan Chanhee.

"Apa ada masalah?" tanya Chanhee.

"Tidak ada, aku hanya butuh pelukan," terang Seongeun.

"Baiklah," ucap Chanhee, lalu mengeratkan pelukannya pada gadisnya itu. Dia juga membelai kepalanya dan Seongeun pun mengeratkan pelukannya.

"Hangat," gumamnya.

"Kapanpun nuna butuh pelukan, maka aku akan ada untuk nuna, hmm," kata Chanhee.

Seongeun mengangguk dan menenggelamkan kepalanya pada dada bidang milik Chanhee.

"Terimakasih, Chan-aa." Seongeun menengadahkan wajahnya menatap Chanhee.

Chanhee mengusap lembut wajahnya dan perlahan menghapuskan jarak diantara mereka, Seongeun memejamkan matanya. Kali ini dia menerima ketulusan cinta dari Chanhee. Dia membiarkan bibir mereka bertemu dan bertaut. Bukan sebuah ciuman penuh hasrat, melainkan sebuah ciuman penuh kasih dan kehangatan.

Malam ini, Seongeun kembali menerima sebuah cinta yang hangat dan penuh ketulusan dari Chanhee. Malam ini juga akhirnya tembok yang Seongeun bangun perlahan mulai runtuh oleh perlakuan hangat dari Chanhee.

Setelah hari-hari yang dingin berlalu, kini Seongeun pantas mendapatkan hari-hari yang hangat dan penuh cinta.