Dalam perjalanan ke kantor, Myungho tak henti bertanya tentang Haewon pada Yonghwa. Bagaimana mereka bisa bertemu, bagaimana mereka bisa saling jatuh cinta, bagaimana bisa Seunghan menerima Haewon dengan cepat.
Semua pertanyaan yang Yonghwa sendiri tak tau jawabannya. Waktu berjalan begitu saja, membuat hubungan di antara mereka menjadi lebih intens dengan cepat. Yonghwa sendiri belum sepenuhnya mengenal Haewon, baginya pernikahannya dengan Haewon nanti hanya sebuah formalitas. Intinya adalah kontrak dalam pernikahan yang akan mereka jalani.
Rasa bersalah Yonghwa yang begitu besar pada Seunghan membuatnya rela menggadaikan apapun demi kebahagiaan bocah kecil itu. Sudah lama Yonghwa mencari psikiater yang tepat untuk Seunghan, mulai dari psikiater terbaik di korea sampai membawa Seunghan keluar negeri.
Namun, Seunghan tak banyak menunjukkan perkembangan. Bocah itu masih takut akan keramaian, masih tak mau berbicara, bahkan bermimpi buruk saat tidur. Kekhawatiran Yonghwa pada Seunghan membuatnya tak bisa tenang.
Sampai akhirnya takdir menuliskan pertemuan yang tak disengaja dengan Haewon. Awalnya Yonghwa begitu terkejut saat Seunghan tiba-tiba menghilang dan yang lebih membuat Yonghwa terkejut adalah, bocah kecil itu bisa berkomunikasi dengan baik dengan Haewon. Bahkan dia mau berbicara pada Haewon.
Di sepanjang perjalanan pikiran Yonghwa terus memikirkan tentang Haewon. Apa tuhan memang begitu baik padanya hingga mempertemukannya dengan Haewon?
Sesampainya di kantor, Yonghwa segera menuju ke ruangannya, di sana berkas-berkas telah menumpuk menunggu dirinya. Sekretarisnya yang juga merupakan sahabatnya pun telah menunggunya sejak tadi, ada banyak rapat yang tertunda sebab akhir-akhir ini Yonghwa terlalu fokus pada Seunghan dan Haewon.
"Akhirnya anda datang juga, saya sudah menunggu anda dari tadi tuan, ini adalah rapat yang akan anda hadiri hari ini." Sekretarisnya yang bernama Hyunggu itu menyambutnya dengan rentetan jadwal rapat yang sangat padat hari ini.
"Jadwalkan hanya dua rapat paling penting untuk hari ini, sisanya akan ku selesaikan besok," titah Yonghwa.
"Tapi tuan, rapat ini sudah tertunda sejak dua hari yang lalu," sahut Hyunggu.
"Hyunggu-ya… kau sudah mendapatkan informasi yang ku minta tentang gadis itu?" Yonghwa malah mengalihkan pembicaraan.
"Apa gadis itu kini lebih penting ketimbang perusahaan? Lee Yonghwa yang ku kenal tak pernah seperti ini sebelumnya," ucap Hyunggu sambil mengeluarkan beberapa berkas yang diminta oleh Yonghwa.
"Hyunggu… kau tahukan betapa bersalahnya aku pada Seunghan? Sekarang saatnya aku menebusnya. Aku hanya menginginkan pengobatan terbaik untuknya." Yonghwa sekarang fokus pada lembaran kertas yang diberikan oleh Hyunggu. Di sana tertera foto Haewon beserta identitas gadis itu.
Ya, Yonghwa diam-diam mencari tahu tentang Haewon. Dia harus memastikan bahwa Haewon memang berkompeten untuk menjadi psikiater pribadi bagi Seunghan.
Semua yang tertera dalam lembaran kertas itu benar-benar nyata, apa yang gadis itu tampilkan memanglah sifat aslinya dan tak ada yang gadis itu sembunyikan. Seorang anak pertama dari keluarga sederhana, ibunya memiliki toko roti, adiknya seorang gamers dan programmer, gadis yang lulus dengan nilai terbaik di universitas Seoul. Semuanya benar-benar nyata dan tak ada yang gadis itu tutupi.
Hal itu membuat Yonghwa semakin yakin untuk menjalankan pernikahan kontrak dengan gadis itu. Dia berharap bisa menebus dosanya pada Seunghan dengan membawa Haewon ke rumahnya. Walau tak bisa sepenuhnya menggantikan posisi ibu bagi Seunghan setidaknya anak itu kembali mendapatkan sosok ibu yang telah hilang.
"Kita harus segera memulai rapat, tuan. Direktur dari perusahaan Ryu telah menunggu anda," ucap Hyunggu.
"Baiklah, ayo." Yonghwa berdiri dan merapikan jasnya. Lalu keluar dari ruangan diikuti oleh Hyunggu.
***
Setelah memastikan Seunghan tidur dengan nyaman, Haewon beranjak keluar dari kamar Seunghan dan berjalan sambil memijat lehernya yang sedikit kaku. Gadis itu duduk di sofa ruang tengah dan rasa kantuk mulai menyelimutinya. Haewon akhirnya tertidur dalam keadaan duduk di sofa.
Di sore hari, Yonghwa kembali dari kantor dan mendapati Seunghan tengah menyelimuti Haewon yang tertidur. Bocah itu memberi isyarat dengan meletakkan jarinya di depan mulutnya agar Yonghwa masuk dengan perlahan dan tak membangunkan Haewon.
Yonghwa duduk perlahan di samping Haewon, pria itu menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah gadis itu dengan lembut agar tak membangunkannya. Lalu dia berbisik pada Seunghan,
"Apa harimu menyenangkan?" tanyanya dengan suara rendah.
"Eung… Seunghan bermain bersama mama dan tidur siang," sahut Seunghan juga dengan nada suara yang rendah.
Yonghwa tersenyum sekilas sambil menatap Haewon dan Seunghan bergantian. Entahlah rasanya seperti ada sesuatu yang berubah dalam hidupnya semenjak kehadiran Haewon.
Dahulu Seunghan cukup tertutup padanya, tapi setelah kedatangan Haewon, anak itu mulai membuka diri padanya. Haewon, gadis itu benar-benar seperti jembatan bagi Seunghan dan Yonghwa.
Haewon terbangun saat indra penciumannya menangkap semerbak wangi harum masakan, gadis itu mengerjapkan matanya, dia sempat lupa sejenak kalau sedang berada di kediaman Yonghwa. Terlebih lagi saat Haewon terbangun ada gumpalan bulu halus di pangkuannya. Ya, itu Soonie yang ikut tertidur di pangkuan Haewon.
Mata Haewon melihat ke sekeliling, mencari keberadaan Seunghan. Apa bocah kecil itu masih terlelap, batinnya. Haewon mengecek ke kamar Seunghan, tapi gadis itu tak mendapati Seunghan di sana. Dia lalu melihat ke arah arloji yang ia kenakan dan betapa kagetnya dia. Ternyata dirinya tertidur lebih dari dua jam. Sekarang jam menunjukkan pukul enam sore.
Telinganya menangkap suara dari arah dapur. Apa Yonghwa sudah kembali dari kantor, batinnya. Haewon lalu berjalan ke arah dapur mengikuti arah munculnya aroma wangi yang sedari tadi ia cium. Dan benar saja, dia mendapati dua orang yang ia cari sedang berada di dapur dengan wajah yang belepotan dengan tepung.
Tanpa sadar Haewon tersenyum melihat keduanya yang sedang bermain sambil memasak itu. Mereka terlihat akrab dengan memasak bersama dan asik pada pekerjaan mereka hingga tak menyadari keberadaan Haewon.
Haewon mendekat secara perlahan dan duduk di kursi bar dapur sambil terus memperhatikan keduanya yang tengah asik membuat guksu.
"Chef-nim… masakan apa yang akan kalian sajikan?" Pertanyaan Haewon itu cukup mengejutkan keduanya.
"Mama…" Seunghan berbalik dengan wajah penuh tepung dan tangan yang lengket karena adonan tepung.
"Kau sudah bangun?" tanya Yonghwa.
"Ya, aku sudah bangun… jika aku belum bangun maka yang kau lihat sekarang ini siapa? Halusinasi atau hantu?" sahut Haewon.
"Masakan kali ini aku rasa akan menjadi sangat enak karena chef Seunghan yang memasaknya…" ujar Haewon yang kembali fokus pada Seunghan.
"Eung… Seunghan dan papa yang memasak untuk mama…" ucap Seunghan.
"Apa menyenangkan memasak bersama papa?" tanya Haewon.
"Eung… sangat menyenangkan…" Mendengar jawaban dari Seunghan membuat Yonghwa tersenyum. Ini kali pertama dia mendengar Seunghan berkata seperti itu tentangnya.
Haewon kemudian masuk pantry dan mulai bermain dengan Seunghan. Dengan jahilnya Haewon mengoleskan tepung pada wajah Seunghan dan dibalas oleh Seunghan. Melihat interaksi Seunghan dan Haewon, serta mendengar bagaimana perasaan Seunghan padanya membuat harinya ini sangat berarti.
Yonghwa sangat bersyukur untuk kehidupannya sekarang, terlebih atas kedatangan Haewon yang membuat hubungannya dengan Seunghan menjadi lebih baik.