Siang itu Bryan menepati janjinya untuk bertemu dengan Beni. Dia yakin ada sesuatu yang sedang dipikirkan oleh Beni sehingga perlu untuk menemuinya. Bryan pun siap untuk menjadi pendengar jika Beni memang membutuhkan bantuan darinya.
"Akhirnya kamu datang juga," sapa Bryan ketika melihat kedatangan Beni. Pemuda berkacamata itu segera membalas sapaan Bryan dengan sebuah senyuman yang cukup manis. Sebenarnya baik Beni maupun Bryan tidak pernah menampakkan adanya permusuhan. Mereka masih tetap berhubungan baik meskipun tidak di hadapan Jonathan. Mereka tetap bersahabat diam-diam di belakang Jonathan.
"Maaf, aku terlambat. Tadi agak sedikit macet di jalan," jelas Beni. Pemuda itu memang selalu berusaha tepat waktu dalam segala hal. Dia tipikal seseorang yang bertanggung jawab untuk semuanya sampai tuntas.
"Its okay. Jangan dipikirkan, aku juga baru tiba kok," sahut Bryan sambil mencecap secangkir kopi di atas mejanya.
Beni melihat di depan Bryan sudah terhidang secangkir kopi yang menjadi minuman favorit pemuda itu sejak dahulu. Dan selera Bryan tidak pernah berubah.
"Kamu masih minum kopi?" tanya Beni heran. Pasalnya Bryan pernah masuk rumah sakit karena sakit di lambungnya akibat kebanyakan menkonsumsi kopi.
Bryan hanya tersenyum dan melriik ke arah cangkirnya yang sudah berkurang isinya. Dia memang tidak mau terlalu mendengarkan kata dokter karena kesehatan itu tergantung kenyamanan dan kebahagiaan hati. Percuma dia menjalankan perintah dokter namun sakitnya tak kunjung sembuh. Dan sekarang bukankah lebih baik untuk mengakhiri semuanya serta hidup sesuai dengan kebahagiaan di dalam hati.
"Tentu saja. Kopi memberikan kebahagiaan yang sejati padaku. Tidak ada kenikmatan yang melebihi secangkir kopi," ucap Bryan dengan penuh keyakinan. Ya, itulah Bryan, sosok yang sejak dulu memiliki berbagai ide dan tidak pernah kehabisan kesabaran.
Kali ini Beni yang memilih untuk menyerah dan tidak memperpanjang perdebatan bersama Bryan karena dia tahu bahwa dirinya pasti kalah. Bryan selalu bisa memposisikan dirinya sebagai pihak yang benar dengan bermacam argumen di dalam kepalanya.
"Baiklah, aku menurut saja semua pendapat darimu," simpul Beni. Meskipun sebenarnya dia mencemaskan kesehatan Bryan namun tidak mau memaksakan kehendak.
Seorang pelayan mengantarkan daftar menu dan mereka berdua langsung memesan menu makan siang untuk keduanya. Mereka sama-sama hendak menyantap steak dan spageti. Mereka memang kerap menyantap kedua makanan tersebut setiap akhir pekan ketika masih menyandang status sebagai mahasiswa dulu. Namun sekarang mereka nampak bagai dua orang asing yang berusaha untuk tidak saling menyakiti.
"Bagaimana kabar Jonathan? Apakah dia masih belum pulang dari bulan madunya bersama Jihan? Ataukah dirinya belum merasa puas karena sudah menyakiti hati seorang perempuan," ledek Bryan sembari tertawa dengan Nikmatnya.
"Ayolah jangan bercanda! Jonathan tidak sedang bulan madu sekarang karena Elisa berada di apartemennya dengan tenang," jelas Beni yang sengaja menutupi kenyataan bahwa Jonathan memang menemui Jihan untuk membahas tentang kelanjutan hubungan diantara keduanya. Kuat dugaan bahwa mereka akan segera menikah setelah Jihan lulus dari kuliahnya.
Di luar dugaan justru sekarang Bryan tertawa lebar. Dia tidak menyangka kalau Beni masih saja menutupi segala kesalahan yang dilakukan oleh Jonathan. Dia tidak pernah berubah.
"Kenapa kamu tertawa? Memangnya ada yang lucu?" tanya Beni heran. Dia tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran pemuda yang sedang berada di hadapannya sekarang ini.
"Beni, aku cukup lama mengenal kalian berdua dan aku mengerti betapa kamu selalu ingin melindungi Jonathan. Tetapi kamu salah. Tidak semua kesalahan Jonathan bisa kamu atasi karena semakin banyak kamu membantunya maka dirinya akan semakin sering melakukan kesalahan lagi," jelas Bryan yang berhasil membuat Beni terdiam. Selama ini memang Beni selalu bertanggung jawab untuk semua kesalahan yang dilakukan oleh Jonathan.
Beni masih ingat ketika masa sekolah. Suatu ketika Jonathan lupa tidak mengerjakan tugas karena sibuk bermain game semalaman dan yang dilakukan oleh Beni adalah menukar buku tugasnya dengan Jonathan. Alhasil Jonathan mendapat nilai tertinggi sementara dirinya yang belajar semalaman justru mendapatkan hukuman. Sebuah pengorbanan yang tidak memberikan efek jera kepada Jonathan.
"Aku tidak merasa seperti itu. Apa yang kulakukan adalah murni karena aku memang menginginkannya. Mengenai pertanggung jawaban, Jonathan tidak pernah sekalipun menyuruhku melainkan aku sendiri yang bersedia. Karena apa? Karena aku sangat menyayangi Jonathan," jelas Beni dengan penuh ketulusan.
Bryan tersenyum dan matanya menatap sosok Beni dengan penuh kekaguman. Dia merasa pemuda di depannya benar-benar berhati mulia. Kehadiran Beni merupakan keberuntungan yang sangat besar untuk Jonathan.
"Baiklah, aku tidak akan berdebat denganmu. Aku hanya sekedar berpikir. Jonathan menikahi Elisa karena mereka terlanjur melakukan sesuatu yang menyebabkan Elisa hamil, dalam artian sebagai pertanggung jawaban. Namun, kalau memang Jonathan bertanggung jawab kenapa dirinya justru bersenang-senang dengan perempuan lain di saat istrinya sedang mengandung?" tanya Bryan menyelidik.
Beni nampak terkejut karena ternyata Bryan mengetahui semuanya. sekarang dirinya tidak bisa berbuat apa-apa karena rahasia Jonathan telah diketahui oleh Bryan. Dia tidak mungkin bisa menipu Bryan yang sangat cerdik. Sekarang Elisa merupakan wanita yang menjadi korban dari kejahatan Jonathan.
"Apakah Bryan hanya menikahi Elisa sampai bayinya lahir saja?" imbuh Bryan. Pernyataan yang diucapkan oleh Bryan sontak membuat Beni kaget karena semua itu memang sebuah kebenaran.
Bryan tersenyum penuh makna dan Beni cukup tahu arti di balik senyuman itu. Dia mulai cemas kalau seandainya Bryan mengetahui bahwa Elisa adalah korban perkosaan yang dilakukan oleh Jonathan maka pasti akan terjadi perang diantara mereka. Bryan tidak menyukai kekerasan dan tindakan Jonathan memang sebuah kesalahan yang cukup besar.
Beni sedang memutar otaknya supaya Bryan tidak menanyakan hal lainnya yang justru semakin menyebutkan letak kejanggalan dalam pernikahan Jonathan. Sungguh berbahaya jika kedua orang tua Elisa maupun Jihan mengetahui semua rahasia tersebut. Semua itu tidak boleh diketahui oleh siapapun. Hanya dirinya dan Jonathan saja yang boleh mengetahui kebenarannya.
"Entahlah, aku tidak tahu. Yang jelas mereka memiliki kehidupan yang berbeda dengan kita pada umumnya dan aku tidak berhak untuk mencampuri urusan mereka," kata Beni. Lelaki yang sudah memutuskan untuk melindungi Jonathan dengan sekuat tenaganya.
"Baiklah kamu benar. Aku pun tidak ingin mencampuri urusan mereka semua hanya saja aku berharap secepatnya Jonathan akan menceraikan Elisa," ungkap Bryan dengan jujur. Sekarang Beni menjadi heran dengan tingkah Bryan.
"Apa maksudmu?" tanya Beni heran. Dia sama sekali tidak mengetahui apa yang diinginkan Bryan dari perceraian diantara Jonathan dan Elisa.
"Sebenarnya aku menyukai gadis itu, Elisa," ungkap Bryan dengan tegas dan penuh keberanian. Dia tidak mau lagi ditutupi oleh bayangan ketakutan dan trauma di masa lalu.
DEG
Beni tidak menyangka akan mendengar sesuatu yang sangat mengejutkan di hari ini. Bagaimana bisa seorang Bryan menyukai Elisa. Kapan mereka kenal dan bagaimana ceritanya Bryan dan Jonathan kembali terjebak dalam cinta segitiga.
"Kamu menyukai Elisa?" tanya Beni keheranan. Lelaki itu langsung menghentikan seluruh kegiatan karena apa yang dikatakan oleh Bryan bermaksa sangat besar.
"Iya, aku sangat menyukai dirinya. Ini bukan karena balas dendam atau semacamnya melainkan ini murni karena Elisa memiliki sesuatu yang kuinginkan untuk menjadi pendamping hidupku," ungkap Bryan tanpa ragu. Jelas bahwa dia jujur karena Beni sangat mengenal Bryan.
"ini tidak mungkin," gumam Beni lirih. Dia tidak bisa mempercayai apa yang telah didengarnya. Cinta segitiga yang kembali mencuat setelah sekian lama. Mungkinkah sekarang Jonathan yang akan mendapatkan karmanya. Dulu Bryan yang kehilangan Jihan dan mungkinkah sekarang Jonathan yang kehilangan Elisa.