Chereads / Terjerat Pernikahan Kontrak CEO Angkuh / Chapter 29 - Kebimbangan Jonathan

Chapter 29 - Kebimbangan Jonathan

Jonathan sudah kehilangan selera makan sejak Beni mengatakan tentang masalah malam di Bali yang menurutnya sangat aneh. Dia yang kala itu sedikit mabuk masih mengingat ketika melihat seorang perempuan yang ada di dalam kamar hotelnya. Tadinya dia pikir perempuan itu yang sengaja disiapkan Beni untuk melayaninya, dia menyambut dengan suka cita. Sayangnya gadis itu langsung menolak ketika pertama kali Jonathan menyentuhnya. Dia pikir gadis itu memang jual mahal namun kenyatannya gadis itu memang bukan seseorang yang sengaja disiapkan untuknya. Beni malah tidak mengetahui apapun tentang gadis tersebut.

"Aku tidak percaya dengan semua ceritamu, Beni. Bagaimana mungkin gadis itu Elisa. Aku tidak percaya, pasti kamu salah lihat," bantah Jonathan sambil membulatkan kedua matanya. Dia jelas nampak sangat panik. Pasalnya dia tahu kalau kedua orang tua Elisa sempat terkena serangan jantung karena peristiwa yang dialami oleh putrinya. Jika semua karena ulah Jonathan maka dia adalah lelaki yang memiliki kesalahan yang sangat fatal.

"Aku tidak berbohong dan tidak salah lihat. Aku yakin gadis itu memang Elisa. Pagi itu aku bahkan sempat bertabrakan dengannya di depan kamarmu. Dia berlari ketakutan dan aku tidak sempat mengejarnya," imbuh Beni dengan wajah yang sendu. Dia menyesalkan semuanya. Seandainya sejak awal Beni mengejar gadis itu mungkin nasib Elisa akan lebih baik daripada sekarang. Setidaknya dia tidak perlu menjalankan pernikahan kontrak hanya demi bayi didalam kandungannya.

Jonathan langsung berdiri dan mengacak rambutnya, dia tidak bisa tenang sekarang. Dia menyadari bahwa gadis yang malam itu ada di kamarnya memang masih perawan karena ada bekasnya disana. Sungguh dia tidak menduga kalau gadis itu adalah Elisa.

"Ini jelas tidak mungkin. Elisa hamil. Bagaimana mungkin pelakunya adalah aku. Bukankah kamu tahu bahwa aku dinyatakan tidak produktif oleh dokter. Aku tidak mungkin memiliki keturunan. Mungkinkah Elisa yang berbohong? Dia melakukannya dengan lelaki yang lain selain bersamaku, benar bukan?" kata Jonathan yang berusaha menghibur dirinya yang dilanda kepanikan. Sebenarnya dia sendiri yang bingung dengan kondisinya namun tidak mau mengakuinya.

Beni menggelengkan kepalanya. Dia begitu yakin kalau Elisa bukanlah gadis yang seperti itu. Elisa adalah gadis yang baik dan dia tidak mungkin melakukan hal yang diluar batasan.

"Aku justru mulai meragu pada hasil diagnosa yang diberikan dokter. Aku lebih percaya kalau Elisa adalah gadis yang menjaga kesuciannya dan kamu renggut secara paksa pada malam itu," jelas Beni dengan penuh keyakinan. Pemuda itu melepas kacamatanya dan memijit kepalanya yang terasa sedikit pusing setelah mengetahui masa lalu Elisa.

Jonatha menggigit bibirnya. Dia merasa tidak percaya kalau Elisa adalah perempuan yang menjadi korban dari tindakannya malam itu. Dia tidak menyangka kalau ulahnya telah merusak masa depan Elisa.

"Oke, katakan saja dokter salah diagnosa. Lantas bagaimana jika bayi itu memang dara dagingku? Apa yang akan kukatakan pada Jihan? Aku sudah melamar Jihan dan berjanji untuk menikahinya." Tegas Jonathan.

Beni hanya menghela napas panjang. Dia tidak bisa berkomentar karena semua ini adalah kehidupan milik Jonathan yang harus dihadapi olehnya. Apapun yang terjadi, Jonathan yang berhak membuat keputusan termasuk tentang masa depan Elisa dan anaknya.

"Bukan kapasitasku untuk berkomentar," sahut Beni dengan sedih. Dia merasa kasihan melihat Elisa.

"Kenapa semua harus begini sih," keluh Jonathan.

"Malam itu, kampus Elisa mengadakan pesta kelulusan di hotel tempat kita menginap. Elisa sedikit mabuk karena dia tidak terbiasa menghadiri acara seperti itu. Sebenarnya kamarnya berada persis di depan kamarmu. Dia salah masuk kamar karena sedang mabuk," jelas Beni. Pemuda itu membayangkan apa yang dialami oleh Elisa malam itu pasti sangat menyedihkan dan menimbullkan trauma di dalam dirinya.

Jonathan mendengarkan cerita dari Beni dengan serius. Dia mulai mengerti alasan kenapa Elisa selalu marah setiap kali Jonathan hendak membahas tentang ayah dari bayi yang sedang dikandungnya.

"Elisa langsung berlari ketakutan ketika pagi menjelang. Dia berlari dan bertabrakan denganku. Aku yakin dia bahkan tidak mengingat wajah kita. Dia terlalu takut untuk mengungkapkan semuanya," jelas Beni dengan mata berkaca-kaca. Dia merasa sedih.

"Jangan mengatakan apapun, aku semakin pusing sekarang," cegah Jonathan yang mulai merasa tidak nyaman setelah mendengarkan kenyataan dari sahabatnya.

"Sudahlah, kita tidak perlu cemas dulu. Bukankah semua masih belum pasti. Toh, aku masih harus memastikan apakah semua itu benar karena dokter yang memberikan hasil tesnya," kata Jonathan yang lebih berupa pengalihan rasa bersalah yang bersarang di dadanya. Dia memang merasa takut.

"Besok kamu bisa menemui dokter dan mengadakan tes ulang," sahut Beni.

Jonathan mengangguk dan dia setuju untuk melakukan pemeriksaan ulang. Setidaknya dia harus segera menemukan jawaban dari semua keraguan di dalam hatinya.

"Dia tidak boleh mengandung darah dagingku karena aku tidak mau rencana pernikahanku dan Jihan akan berantakan. Aku tidak mau kehilangan Jihan," ungkap Jonathan yang membuat Beni menjadi kesal.

"CUKUP JO! Aku tidak suka mendengarmu terus membahas Jihan sementara ada Elisa yang jelas sudah menjadi korban tindakanmu. Seharusnya kamu lebih peduli pada Elisa daripada Jihan," tegas Beni dengan kemarahan yang menyala. Dia sangat kecewa.

Beni segera berdiri hendak meninggalkan Jonathan di meja makan. Suasana terasa tidak nyaman. Jonathan mengerti kalau sahabatnya sedang kecewa karena ulahnya.

"Ben, maafkan aku yang terlalu egois, pinta Jonathan sambil memegang bahu Beni agar tidak masuk ke dalam kamarnya. Beni hanya terdiam dan manatap wajah sahabatnya lekat.

"Aku yang selama ini salah karena menganggapmu sebagai lelaki yang bertanggung jawab. Tetapi nyatanya kamu memang tidak mengidahkan Elisa dan bayimu sendiri. Dia anakmu, darah dagingmu, apakah tidak ada sedikitpun rasa kasihan di dalam hatimu untuknya?" cecar Beni.

Jonathan tertunduk malu. Dia bingung.

"Aku mencintai Jihan. Dia adalah segalanya bagiku," ungkap Jonathan. Dia seolah tidak memiliki nurani karena hanya memikirkan tentang Jihan padahal ada wanita yang justru sangat membutuhkan dirinya.

Beni sangat kecewa. Sebenarnya dia ingin mengatakan yang sesungguhnya pada keluarga Jonathan namun dia masih menyayangi sahabatnya itu.

"Katakan aku harus bagaimana sekarang?" tanya Jonathan dengan putus asa. Dia segera memeluk tubuh sahabatnya untuk mengutarakan niatannya bertanggung jawab. Namun, dia terlanjur melamar Jihan.

Beni mengerti kalau sahabatnya sedang bingung dan bimbang. Sekali lagi Beni tidak mau memaksakan kehendaknya pada sahabat karibnya itu. Mereka punya kehidupan masing-masing dan tidak boleh ada yang memaksakan kehendak.

"Bagaimana saranmu?" tanya Jonathan. Pemuda itu sangat membutuhkan saran dari Beni yang dianggapnya selalu lebih tegas daripada dirinya.

"Kalau kamu bertanya pendapatku, aku jelas mengatakan untuk bertanggung jawab apapun yang terjadi pada Elisa. Namun kembali lagi bahwa semua adalah hak dalam hidupmu. Elisa yang sudah jelas mengandung darah dagingmu, dia yang sebenarnya lebih berhak atas semua yang kamu nikmati sekarang ini," ungkap Beni.