"Ngapain lo ngajak bicara tuh orang?! Jangan sok kalem!!" hardik Jose kepadaku.
Aku menatap wajahnya sangat serius.
"Kalo sekali lagi lo ngomong ma dia, tamat riwayat lo ma keluarga lo!" ancamnya.
Ini kedua kalinya dia menatapku bersama kata ancaman dan ketus. Namun, perkataan ketus itu entah sudah berapa kali tertampar ke telingaku. Bukan dengan kekerasan, melainkan kata-katanya begitu menyayat.
Jose kemudian memutar badannya sambil merampas lenganku untuk ikut dengannya. Aku berusaha menuruti semua keinginannya duduk di atas kursi yang sudah disediakan. Tangannya melepaskan lenganku, lalu meraih gagang pancing untuk merayakan pesta pancing.
Semua orang duduk dan berhadapan mengelilingi kolam ikan yang sengaja disediakan oleh pemerintah untuk para warga.
'Bisa-bisanya orang kaya memancing di sini?'
Dalam hati kata-kataku mulai meronta. Dengan tatapanku yang serius, mulai memperhatikan satu per satu orang yang tidak kukenal. Walau sebenarnya aku memang orang yang tidak jauh tinggal di sini.
Tepat di hadapanku, sesosok pria duduk sambil melambaikan tangan kepada kami. Itu Baron, dengan raut nakalnya lagi, dia melambai sambil duduk dengan kaki menyilang. Pandanganku segera melesat ke arah samping Jose yang mulai serius untuk menunggu sambaran ikan.
Tak beberapa saat aku menatap, dia membalas tatapanku. Yang akhirnya kuputar ke lain arah, malu. Terperangkap pada sebuah tatapan tak sengaja rasanya menyesakkan.
Kepalaku kemudian melirik lagi mengarah dirinya, ternyata Jose hanya melihat sesaat lalu mengabaikan. Mataku tiba-tiba merangkak ke depan karena tidak ada yang bisa kulakukan dengan hanya duduk menunggu.
Baron sudah tidak ada lagi di sana, dia menghilang dari hadapan kolam kami yang dibatasi oleh luasnya air kolam tersebut. Aku mendengus napas panjang yang lega. "Huuuft …."
Tanganku mengusap dada secara berulang kali. Tak beberapa saat aku duduk dengan santai dan aman.
"Hai!" sapa seseorang tiba-tiba duduk di sebelahku.
Sontak mataku melihat dan suara pria yang masih familiar di telingaku. Dengan penuh penasaran, aku menoleh ke sumber suara. 'Baron kah?'
Ternyata benar! Dia sudah mengambil posisi duduk di sebelahku sambil mengedipkan matanya. Mataku masih terawang jelas, mengendalikan segala penglihatan lalu memutar ke lain arah, yakni sebelah Jose.
Tapi Jose tidak menyadari akan manusia yang baru tiba di sebelahku. Dia tetap serius setelah mendapatkan tangkapan hebatnya. Baru pertama dia melempar hingga menariknya secara tangkas. Ikan nila berukuran sedang tersangkut di ujung tali pancing.
Jose menariknya lalu memasukkannya ke dalam sebuah ember.
"Wow, hebat juga bosku ini!!" teriak Baron memekik dekat telingaku.
Aku bahkan merinding mendengar suara pria yang baru kukenal bersuara layaknya gemuruh petir menyambar.
Kemudian jose tersadar akan suara tersebut. Kepalanya menoleh tepat ke arahku dan pria di sampingku. Jose memelotot visus hingga menjatuhkan pancingan ke penyanggah pancing. Tubuhnya berdiri hingga menatap kesal kepada pria kaya di sebelahku.
Aku yang takut, maka berdiri tanpa aba-aba darinya. "Jose," panggilku lirih.
Jose membalikkan badannya lalu menyerahkan hasil tangkapan kepada pria di sampingnya. Aku melihat kalau dia tidak sungguh-sungguh dalam menangkap ikan. Tangannya segera menyambut lenganku dan menatap Baron dengan sinisnya.
"Heuh!" dengus Jose tanpa perkataan.
Aku harus apa? Yang hanya bisa mengikuti jejak Jose meninggalkan area pemancingan umum. Baron sempat kulihat dari belakang, dia tampak tersenyum-senyum sembari mendengus miring.
Jose tidak mempedulikan siapa pun lagi yang menyapanya. Aku memperhatikan dengusan Jose dengan napasnya begitu tertahan emosi. Jose menarikku mendekati motor sport kerennya. Dia meraih dua helm sekaligus.
Menyodorkan kepadaku tanpa raut ramahnya. Aku tidak mungkin ditinggal sendirian, yang akhirnya terpanggil untuk naik ke punggung motor.
Gas motor sport yang terdengar garang lembut mulai meninggalkan area parkir menuju jalanan. Tanganku memeluk erat tubuhnya, dengan posisi kepala yang terlindungi oleh helm keren miliknya. Kami melewati jalan tadi hingga menuju suatu tempat.
Dia bahkan melewati perumahan yang katanya miliknya. Kota yang luas, tanpa harus berhenti dan terarah. Kemudian dengan gesit dia berhenti di satu taman kota. Dipenuhi oleh tumbuhan hijau serta ladang rumput yang luas.
Motor ini berdesingan cepat dan tangkas berhenti di tepi parkiran. Kali ini kami jalan-jalan ke taman. Dua helm ditaruh ke depan badan motor. Di sana, ada banyak orang-orang yang sedang berpiknik dan bersantai. Ada penjual es krim, dan beberapa camilan segar.
Glek!
Air liurku turun membasahi tenggorokan. Sepertinya aku benar-benar tergiur dengan es krim yang ada di depan.
"Lo mau?" tanya Jose mengintip raut wajahku.
"Oh!" sergahku saat Jose mulai bertindak lebih dulu. Aku melihat dirinya menghampiri seorang penjual es krim lalu meminta satu.
Jose yang kemudian mendapatkan satu buah es krim segera menjulurkannya kepadaku. "Nih!"
Mataku menatap es krim cokelat yang lezat, ada sedikit krim stroberi lumer di tengahnya. Karena terlalu menggoda, aku pun meraihnya dari tangan Jose. Aku menjilati es krim sambil berjalan setapak mengikuti langkahnya.
Yang kemudian berhenti di sisi depan kursi santai taman di bawah pohon besar. Keteduhan di ujung pagi menuju terik matahari menjadi sangat hangat.
Lidahku begitu cepat menggores es krim cone agar tidak meleleh. Jose duduk dengan tenangnya sambil menatap ladang rumput hijau. Tangannya meraih sebuah permen lolipop dari saku celana.
Aku melihat lidahnya mengunyah lolipop layaknya anak kecil.
"Kok lo makan lolipop? Kek anak kecil aja," ledekku sambil menjilati es krim lezat.
Sayang jika tidak segera dihabiskan. Tiba-tiba Jose menjolorkan lidahnya mendekati es krim. Seketika mataku menyalang, kepalaku mundur terhalang oleh kepalanya yang menyerobot menjilati es krim tersebut.
"Hmmm, masih kalah jauh sama yang di kafe." Dia menegakkan kembali tubuhnya lalu menjilati lolipop mini itu lagi.
Aku mengernyitkan dahi terheran-heran dengan tingkah aneh pria ini. Dia memang dingin, tetapi dia tidak sedikit pun malu kepadaku. Wanita mana yang akan tergila-gila dengannya? Akhirnya dengan cepat aku menghabiskan es krim yang tidak seberapa lagi.
Matahari seakan tenggelam oleh awan mengepul bertumpukan. Es krim yang habis dan tanganku mengacung tinggi ke langit. "Udah mau ujan, Jose!" tunjukku.
"Takut amat ma hujan," gerutu Jose tidak menghiraukan diriku.
Angin bertiup, hujan datang secara mendesak. Jose langsung menarik tanganku agar mendekati bangunan yang memang tidak jauh dari sana. Tapi bangunan itu berada di belakang taman, begitu sepi dan tidak ada penghuninya.
Bajuku hampir basah kuyup, sedangkan Jose mengibaskan blazernya yang terkena air hujan. Tangannya masih saja memegang lolipop mint. Dia layaknya bocah kecil yang kecanduan dengan permen.
Dia melirikku perlahan, tangannya merangkak naik mengarah rambutku yang sedikit basah. Tak sengaja dia meraih daun yang menempel pada ujung rambut yang terurai panjang. Lalu dia menatapku dengan begitu lama.
Glek!
Kami meneguk air liur dalam-dalam. Jose mendorong wajahnya lalu mencaplok bibirku dengan lembut. Aroma mint masuk ke dalam mulutku, dingin dan bersensasi menyegarkan. Dia melumatnya dengan penuh perasaan, sampai-sampai dia mendekapku dan seirama dengan kecanduannya.
Dia mengendur, menatap sendu ke wajahku. Tangannya menyentuh daguku untuk dilihat lebih jelas.
"Kenapa lo makan permen?" tanyaku berani.
"Karna gue bukan cowok perokok!" jawabnya tegas.