"Kita makan dulu," ajak Luki tiba tiba.
Kasih sontak menoleh ke arahnya—terkejut. Menggeleng pelan. "Tidak usah. Kamu harus segera berangkat ke kantor kan?"
Luki melirik jam digital di samping dasbor. Masih jam setengah delapan.
"Masih ada waktu satu setengah jam lagi kok. Itu tidak akan membuatku masuk telat."
Semakin Luki bersikap baik padanya. Kasih takut jika hal itu hanya akan membuat Lukas dan yang lainnya mengira jika anak yang dia kandung adalah anak Luki.
Terkadang Kasih merasa jika dia bersama dengan Luki. Ia diperlakukan layaknya wanita yang harusnya dihormati.
"Kalau Clara tahu, pasti dia akan marah," sahut Kasih pelan. "Aku sebenarnya tak mau membuatmu masuk ke dalam masalah karena hal ini. Dan membuatmu tak jadi menikah dengannya."
Luki tertawa kecil. "Itu karena mereka semua tidak percaya padaku. Andai saja mereka percaya padaku. Pasti hal itu tak akan terjadi."
Benar. Seharusnya seperti itu. Luki seakan diprovokasi dan dituduh melakukan hal yang tidak pernah dia lakukan.
Ketika dia merogoh saku kemejanya. Dia melihat nama Clara sedang memanggilnya.
"Panjang umur," gumam Luki. Namun dia tidak mengangkatnya. Karena hal itu hanya akan membuatnya bertengkar dengan Clara jika wanita itu tahu Luki sedang bersama dengan Kasih saat ini.
**
Clara berdecak kesal ketika teleponnya tidak diangkat oleh Luki. Dia memastikan pada wanita yang ada di depannya itu jika Luki bersama dengan Kasih.
"Kamu yakin kalau dia bersama dengan Kasih?"
Cinta mengangguk.
"Aku yakin dia pasti menggoda Luki. Karena kesempatan untuk kembali dengan Lukas sudah tidak ada lagi."
Clara memandang layar gawainya lagi. Mencoba untuk menghubungi Luki kembali. Namun teleponnya lagi lagi tak diangkat.
"Pakai caraku untuk melenyapkan wanita itu."
"Menyuruhku untuk hamil?"
Cinta mengangguk.
Clara tersenyjm getir. Jangankan hamil. Luki saja tidak pernah mengajaknya tidur. Lelaki itu selalu menolaknya ketika Clara ingin tidur dengan lelaki itu.
"Tak bisa." Dia tidak bisa mengatakan alasan yang sebenarnya pada Cinta. "Harus pakai cara lain," desahnya muram.
"Aku bisa membantumu." Cinta tersenyum licik. "Tapi nanti kamu harus membantuku."
**
Luki mengantarkan Kasih sampai di depan pintu kamar hotel. Setelahnya dia pergi dari sana untuk segera pergi ke kantor.
"Kalau rumah itu sudah bersih aku akan menjemputmu," kata Luki. "Jangan lupa makan."
Kasih mengangguk.
Ia menutup pintu kamar, kemudian duduk di pinggiran kasur. Ia mengelus perutnya dan tersenyum sedih.
Kasih pikir jika dia hamil, akan membuat Lukas mencintainya. Namun hal itu malah menjadi boomerang baginya.
Perasaannya untuk Lukas sedikit demi sedikit menguap seperti embun. Mungkin setelah ini dia harus melupakan Lukas jika suaminya itu masih tak mau mengakui anaknya. Dan pergi dari kehidupan lelaki itu.
Tak ada hal yang harus dipertimbangkan lagi. Semuanya sudah berakhir.
**
Keesokan harinya Kasih sudah kembali ke rumah. Dia diantar oleh Luki sebelum lelaki itu kembali ke kantornya.
Kasih yang melihat rumah itu seperti rumah baru menjadi senang. Dia tidak menyangka rumah tua itu menjadi rumah yang sangat cantik saat ini.
Seorang pelayan masuk dan menyapa Kasih.
"Saya pelayan yang dipekerjakan Tuan Luki untuk Anda," kata pelayan itu membungkukkan sedikit punggungnya.
Kasih menatap tak percaya. Bahkan Kasih memberikannya pelayan.
"Saya akan menyiapkan sarapan untuk Anda." Pelayan itu masuk ke dapur. Namun setelah tidak menemukan bahan makanan di dalam kulkas dia pamit pergi ke pasar untuk berbelanja sayur dan bahan makanan yang lain.
Ketika Kasih masuk ke kamarnya. Sebuah suara langkah kaki masuk. Ia mendengar suara sepatu yang memiliki hak di tumitnya semakin mendekat ke arahnya.
"Bisa-bisanya menerima bantuan dari lelaki yang sama sekali tidak ada urusannya denganmu," sindir Cinta, tangannya bersedekap dan matanya menatap sinis Kasih.
"Apa kamu tau kalau Clara hampir bunuh diri gara-gara dia tidak jadi menikah dengan Luki? Apa kamu tidak merasa bersalah sedikit pun padanya?"
Kasih mendecih. "Bukankah seharusnya kalian yang merasa bersalah pada Clara. Bukannya aku? Memangnya yang sudah menuduh ayah dari anak ini Luki siapa? Kalian kan? Tapi kenapa kalian menyalahkanku?"
"Seharusnya jika dia bukan ayah dari anakmu. Kamu menolak perlakuan baiknya. Jangan membuat Clara semakin yakin kalau Luki ada hubungannya denganmu. Aku tau kamu pasti sudah frustrasi karena Lukas sudah tak mau lagi denganmu. Tapi jangan seperti ini dong."
Kasih yang sudah tidak tahan lagi mendekat ke arah Cinta.
"Aku salah apa padamu? Bukankah hubungan kita baik-baik saja waktu itu?"
"Kamu masih berani bertanya?" sahut Cinta. "Kamu masih tidak sadar kalau kamu sudah merebut Lukas dariku. Yah, meskipun dia akhirnya kembali padaku."
"Aku akan melepaskanya. Aku akan bercerai dengannya, puas?!"
Cinta mendecih.
"Tapi biarkan dia tahu kalau anak ini adalah anaknya."
Cinta yang tadinya hendak meninggalkan kamar itu, memutar tubuhnya dan menatap wajah Kasih tak percaya.
"Jangan harap," desis Cinta.
Usai meninggalkan rumah itu, Kasih pikir tak akan ada yang terjadi setelahnya. Namun dia salah…
Kasih terbangun dari tidurnya ketika ia mendengar suara mertuanya memanggil namanya.
Kasih keluar dengan setengah mengantuk dan bertanya pada mertuanya apa yang terjadi mengapa tengah malam dia ada di sini.
"Kamu masih bertanya ketika kamu sudah membuat Cinta keguguran?!" teriaknya dengan marah.
"Keguguruan?" Kasih tidak percaya dengan pendengarannya saat ini. Tadi pagi Cinta masih baik baik saja. Dia ingat hal itu.
"Pasti ketika Cinta pergi ke sini untuk memberikanmu makan kamu bertengkar dengannya kan?"
Kasih menggeleng.
Cinta tidak membawa apa apa, selain membawa sebuah masalah untuk Kasih.
"Anak Lukas—kamu telah membunuhnya!!!"
"Sebaiknya kita lihat keadaan Cinta di rumah sakit Bu. Pasti dia masih syok karena kehilangan anaknya," kata Lukas. Ia muncul dari belakang. Sama sekali tidak mau menatap wajah Kasih.
"Aku tidak akan pernah memaafkanmu," desis ibu mertuanya. "Setelah ini ceraikan Lukas bagaimanapun caranya!"
Kasih menelan ludahnya sendiri. Apa yang sudah dia lakukan hingga membuat Cinta keguguran? Selama di rumah tadi, dia dan Cinta bahkan tidak bersentuhan. Apalagi mendorongnya.
Tapi mengapa Cinta bisa berkata dia keguguran karena dirinya?
Kasih segera masuk ke rumah untuk mengambil jaket. Dia hendak menjenguk Cinta dan memastikan kalau dia tidak melakukan apa apa padanya.
Namun hujan turun dengan deras tiba tiba. Dan pada saat itu lah Luki turun dari mobilnya.
"Mau ke mana?" tanyanya cemas.
"Rumah sakit."
"Kamu sakit?"
Kasih menggeleng. "Cinta keguguran. Dan itu—sungguh bukan aku yang melakukannya."