"Aku membawa bukti, jika Luki tidak bersalah," ucap Kasih yang tiba tiba muncul di antara Lukas, mertuanya dan Cinta di sana.
Mereka menoleh ke arah Kasih dengan pandangan heran dan tak percaya pada wanita yang selama ini mereka kenal seperti wanita bodoh.
"Kamu membawa apa?" tanya Clara. Seharusnya semuanya sudah selesai. Dan tinggal dirinya yang harus menjadi pahlawan untuk Luki saat ini.
Kasih mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah flashdisk berwarna hitam dan kecil ia tunjukan pada orang orang di sana.
"Aku meminta pada petugas penjaga CCTV yang ada di hotel itu. Aku meminta mereka untuk mengirimkan rekaman apa yang terjadi di koridor hotel kemarin malam." Kasih menyerahkan flashdisk itu pada polisi. Lalu polisi itu meminta rekannya untuk mengecek apa yang sebenarnya terjadi di dalam rekaman tersebut.
Jika Kasih terbukti dilecehkan maka tuduhan Luki memukul pria botak tanpa alasan itu bisa disangkal.
"Kamu—" Lukas mengernyit.
"Aku memohon pada pihak hotel, dan mengancam mereka akan membuat masalah ini menjadi viral di media sosial. Hingga pada akhirnya mereka mau memberikannya."
"Memang sudah seharusnya kamu melakukannya, karna Luki seperti ini lantaran ulahmu." Mertuanya sama sekali tidak mau mengakui jika Kasih memberikan andil untuk membebaskan Luki dari tuduhan palsu.
Setelah hampir dua jam menunggu, akhirnya Luki dibebaskan karena dinyatakan tidak bersalah. Dan pria botak yang diyakini sebagai tersangka kini masih dalam pencarian.
Namun polisi mengatakan pada mereka jika lelaki itu sudah terbang ke Vietnam beberapa jam yang lalu.
**
Hari hari berlalu. Karena masalah itu, Clara mendesak Luki agar segera mau bertunangan dengannya.
"Buktikan padaku, kalau kamu memang tidak menyukai istri sepupu kampunganmu itu," kata Clara ketika dia mendatangi ruangan Luki di kantor.
Luki berdiri, dia sudah bersiap hendak melakukan rapat darurat.
"Kita bicarakan nanti, oke. Aku sedang ada rapat penting."
"Apa hal itu lebih penting daripada aku?"
Luki mendengus. "Sejak kapan kamu menjadi tidak professional seperti ini, Clara? Aku sedang bekerja, kita akan membahas masalah pertunangan itu nanti setelah aku pulang kerja."
"Kamu sudah berubah."
"Tak ada yang berubah. Kalau pun aku berubah, itu karena kamu."
Luki meraih gagang pintu, kemudian membukanya. Ia pergi meninggalkan Clara sendirian di ruangannya dengan hati yang semakin panas.
Rasa cemburunya pada Luki semakin menjadi apalagi ketika Cinta dengan senang hati mengatakan hal apa saja yang sudah dilakukan Luki pada Kasih selama ini.
Tak hanya perhatian, bahkan kadang Luki membantu tiap kali wanita itu mengalami masalah. Dan hal itu lah yang memantik kemarahan Clara.
**
Sudah dua hari Kasih merasakan badannya tidak enak. Terkadang dia merasa pusing dan juga mual.
Apalagi ketika pagi, mual yang hebat itu menyerangnya hingga mendesak Kasih untuk memuntahkan isi yang ada di dalam perutnya.
Namun yang ia muntahkan hanyalah cairan bening.
"Apa aku ke rumah sakit saja ya?" gumam Kasih.
"KASIH! BERSIHKAN KANDANG KELINCINYA!" seru ibu mertuanya pagi pagi.
"Iya Bu!" sahut Kasih.
Ia pun membersihkan kandang kelinci milik Luki. Kelinci anggora yang hanya berjumlah dua. Namun sudah menyusahkan Kasih selama ini.
Luki pernah mengatakan pada Kasih untuk menjual kelincinya agar dia tidak perlu membersihkan kandang itu lagi setiap hari. Namun Kasih keberatan karena dia juga lama lama menyukai mahkluk berbulu itu.
Di dalam kandang kelinci, Kasih membersihkan kotoran mereka dengan serok. Kemudian memberikan mereka makan dan juga mengganti minum. Rumput yang sudah tidak lagi segar dipindahkan Kasih dan diganti dengan yang baru.
Keluar dari kandang. Kasih membawa kotoran itu di sebuah kantong plastik. Namun baru saja dia hendak membuangnya di tempat yang biasa digunakan untuk membuang kotoran kelinci itu. Kasih merasakan keringat dingin mengucur di keningnya.
Pandangannya mulai kabur hingga akhirnya dia jatuh berdebam di atas rerumputan.
**
Lukas menerima telepon ketika rapat pukul sembilan pagi. Telepon itu berasal dari ibunya yang mendesaknya untuk segera pulang.
"Pulang, ada hal gawat," kata ibunya di telepon.
Luki yang melihat Lukas di sampingnya sedang berbicara dengan ibunya ikut penasaran.
"Ada apa Bu? Lukas sedang rapat," sahutnya berbisik.
"Ini soal Kasih, dia hamil."
"Kasih hamil?!" Sontak seisi ruangan langsung menoleh ke arah Lukas. Alih alih ekspresi bahagia, lelaki itu malah menampilkan ekspresi jijik.
Luki yang mendengar jika Kasih hamil sontak menoleh dan terkejut.
"Makanya kamu pulang lah sekarang. Ibu tak yakin, ini anakmu atau bukan."
"Kenapa ibu berpikiran seperti itu?" Lukas berdiri, ia menghampiri Luki. Berbisik. "Kamu yang lanjutkan."
"Memangnya kamu yakin jika anak yang ada di dalam perut Kasih ini adalah anakmu?"
"Aku akan pulang sekarang." Lukas menutup teleponnya kemudian bergegas pergi dari perusahaan.
Pikirannya kini kalut memikirkan anak siapa yang saat ini dikandung oleh Kasih. Jika memang itu adalah anaknya, maka dia akan senang. Namun—apakah mungkin jika itu adalah anaknya? Sementara dia hanya melakukan hubungan suami istri dua kali dengan Kasih.
Atau jangan jangan, itu adalah anak Luki? Pikir Lukas.
**
Kasih sedang berbaring ketika Lukas masuk ke dalam kamarnya. Ia langsung bertanya—atau lebih tepatnya menginterogasi Kasih.
"Kamu hamil?" tanya Lukas.
Kasih mengangguk.
"Anak siapa? Kamu hamil anak siapa?" tanya Lukas. Ia melirik perut Kasih yang masih rata.
Dengan susah payah, Kasih menegakkan punggungnya dan bersandar pada kepala ranjang. Ia menatap Lukas tak percaya. Bisa bisanya dia bertanya seperti itu padanya.
"Tentu saja anakmu. Memangnya anak siapa lagi?"
Lukas tak lantas percaya. "Jangan jangan, anak Luki. Kamu sudah pernah melakukannya dengan Luki, kan?"
"Lukas!" ujar Kasih tak terima. "Kamu—menuduh sepupu kamu sendiri? Bagaimana bisa kamu menuduhnya?"
"Selama di Swiss kamu selalu bersama dengan Luki. Kamu melakukannya denganku hanya dua kali. Itu pun jaraknya lumayan lama. jadi mana mungkin anak itu adalah anakku."
Kasih tersenyum miring. "Jadi kamu tak percaya padaku?"
"Tidak. Ini pasti bukan anakku," tegas Lukas. "Aku yakin kalau anak ini bukanlah anakku." Ia pergi beranjak meninggalkan Kasih dengan luka yang menggores hatinya.
**
BRAK!
Pintu ruangan Luki didorong dari luar dengan kasar. Luki mendongak sambil memegang berkas yang ada di tangannya. Alisnya bertaut tajam memandang Clara yang tidak sopan.
"Ada apa lagi?" Sambil mendengus, Luki berdiri dan berkacak pinggang.
"Ada apa? Seharusnya aku yang bertanya padamu, Luki!"
Luki semakin tak mengerti.
"Bagaimana bisa—kamu menghamili istri Lukas!" seru Clara. Dia memukul dada Luki berkali-kali tapi lelaki itu tidak menangkisnya. Dia menerimanya dan membuat Clara semakin emosi lantaran ia pikir Luki mengiyakan pernyataan itu.
"Tunggu dulu, apa katamu? Kasih hamil?"
"Hamil anakmu!"