Chereads / Istri ke Dua Suamiku / Chapter 3 - 3. Siapa yang Tidak Tahu Diri?

Chapter 3 - 3. Siapa yang Tidak Tahu Diri?

"Kalian baru dari mana?" Sebuah suara berat mengejutkan Luki yang sedang memapah Kasih memasuki pekarangan rumah.

Luki menatap ke arah suara, di sana sudah ada Lukas dengan tangan bersedekap dan raut wajah yang tidak senang.

"Dia—mabuk," jawab Luki.

Wajah Kasih menengadah. Dia setengah sadar lalu tertawa melihat Lukas yang ada di depannya.

"Laki-laki brengsek," gumamnya. Untung saja Lukas tidak dapat mendengarnya.

"Tinggalkan saja dia di sana," perintah Lukas. "Aku yang akan mengurusnya."

Luki pun patuh dan meninggalkan Kasih di pekarangan. Ia kembali ke depan pintu gerbang untuk memasukkan mobilnya ke dalam garasi.

"Kamu ini kenapa?" tanya Lukas tidak suka. "Aku baru tahu kalau kamu suka mabuk." Lukas mengambil lengan Kasih dengan kasar. Ia memapah istrinya itu lalu membawanya ke dalam.

Bau alkohol menyeruak ke dalam hidungnya membuatnya sedikit pusing.

"Semua gara gara kamu. Kenapa kamu tega kepadaku?" tanya Kasih tidak sadar.

Jika dia sadar pasti tidak akan berani bertanya seperti itu pada Lukas.

"Apa kurangku padamu?"

Lukas tidak menanggapi apa apa. Dia hanya terus membawa naik tubuh Kasih ke atas. Setelah sampai di kamarnya, tubuh Kasih dilempar ke kasur lalu Lukas pergi dari sana.

Begitu turun dari tangga. Luki menatap kaku sepupunya.

"Sebaiknya berikan dia minum, dan bersihkan pakaiannya, aku mencium bau muntah tadi di bajunya," kata Luki.

Lukas mendecih. "Sejak kapan kamu begitu perhatian dengan Kasih? Kasih adalah istriku, jadi lebih baik kamu jangan ikut campur." Lukas melewati Luki begitu saja.

Namun setelah beberapa meter. Luki membalikan tubuhnya dan menatap punggung sepupunya dengan senyum hambar.

"Jika dia adalah istrimu, bukankah lebih baik kamu lebih memperhatikannya daripada Cinta?"

Lukas hanya berhenti, tapi dia sama sekali tidak mau menanggapi apa kata adiknya itu.

**

Pagi harinya, Kasih bangun dengan kepala yang sangat pusing. Bau muntahan di bajunya membuatnya mual hingga ia harus segera ke dalam kamar mandi untuk memuntahkannya.

Lukas tidak ada di kamarnya, jelas saja. Pasti lelaki itu tidur di ruang kerjanya lagi.

Kasih menatap dirinya di cermin. Wajahnya sangat kusut. Rambutnya acak acakan.

Bayangan tadi malam, dia hanya ingat jika dia pergi ke bar dengan Velove. Kemudian—bayangan Luki yang memapahnya melintasi di kepalanya.

"Astaga!" Kasih menutup mulutnya ketika ingat apa yang sudah ia lakukan di depan Luki.

dia menangis seperti orang gila di depan pintu gerbang. Kemudian dipapah oleh Luki sampai depan rumah.

"Cepat turun, siapkan sarapan." Lukas membuka pintu dan hanya berkata seperti itu pada Kasih.

Kasih mengangguk, ia mandi kilat lalu turun untuk membantu menyiapkan sarapan.

Di sana sudah ada Luki dan ibu mertuanya. Sementara Lukas entah sedang ada di mana.

"Tadi malam kamu pulang jam berapa?" tanya mertua Kasih.

Kasih jelas saja tidak ingat dia pulang jam berapa.

"Jam sepuluh, Luki bertemu tadi malam," jawab Luki ketika Kasih sedang menghidangkan nasi goreng di atas meja.

"Jam sepuluh? Kamu adalah istri orang, bagaimana bisa bertingkah sesukamu?"

"Lukas juga bertingkah sesukanya, kan?" timpal Luki. Bibinya langsung terdiam. Sementara itu Kasih tak dapat berkata apa apa karena merasa dirinya memang bersalah.

Lukas tak lama kemudian datang, rupanya dia baru saja menerima telepon dari seseorang.

"Aku akan pergi ke Swiss segera, karena ada masalah mendadak di kantor," kata Lukas.

Kasih sontak menatap ke arah Lukas terkejut. Kehamilan Cinta hanya dia yang tahu, jangan jangan mereka berdua—

"Kalau memang itu urusan pekerjaan, sebaiknya kamu segera pergi," kata ibunya.

Kasih hanya diam saja. Luki menatapnya kasihan.

"Kamu tak ikut dengan kakakku?" tanya Luki.

Kasih menggeleng, "sepertinya lebih baik aku di sini," jawabnya.

"Nah kalau kamu tahu diri kan bagus," Ibu mertuanya senang mendengar Kasih pasrah seperti sekarang.

Kasih tersenyum hampa. Mau berkata seperti apapun, dia pasti tidak akan menang melawan ibu dan suaminya. Jadi akan lebih baik kalau dia diam saja.

**

Malamnya, niatan Kasih untuk membuat Lukas tidur dengannya gagal. Karena malam itu Cinta datang ke rumahnya dengan alasan untuk membahas masalah pekerjaan.

Cinta dan Lukas ada di dalam ruang kerja. Namun sejak jam delapan malam usai makan malam mereka tidak keluar lagi.

Kasih mencoba untuk mengetuk pintu ruang kerja Lukas. Tetapi baik Lukas maupun Cinta tak ada yang membukanya.

Kasih menempelkan telinganya di daun pintu. Matanya melebar sempurna ketika mendengar suara desahan dari dalam ruang kerja itu.

Lututnya seketika lemas. Dia tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Karena mendobrak kamar itu pun akan sia sia baginya.

Namun setelah beberapa menit berpikir, dan suara itu sudah tidak terdengar lagi. Dengan susah payah Kasih bangkit, ia mengetuk pintu itu dengan alasan ingin membawakan minuman untuk mereka berdua.

"Kenapa sih?" tanya Lukas dengan risih. Dia hanya mengenakan celana panjang kerjanya. Sementara tubuh bagian atasnya bertelanjang dada.

Ketika Kasih melongok ke dalam ruang kerja. Ia melihat Cinta sedang mengancingkan kemejanya.

"Kalian—sedang apa?" Suara Kasih terdengar seperti hendak menangis.

Lukas memutar bola matanya. "Kamu sudah dewasa, dan tahu apa yang telah kami lakukan, kan?"

"Tapi—aku istrimu, Lukas?!"

"Aku tahu!"

"Lalu—kenapa kamu malah—"

"Diam, atau akan kuceraikan kamu besok pagi."

Mulut Kasih menganga lebar, dia tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Lukas baru saja.

**

"Menikahlah denganku," kata Lukas beberapa tahun yang lalu. Ketika dia datang ke rumah Kasih dan mengatakan niatnya untuk menikahinya waktu itu.

"Kamu yakin? Lalu Cinta bagaimana?"

"Aku kan sudah putus dengan Cinta, dan aku—aku jatuh cinta padamu. Sejak aku datang ke sini pertama kali, sepertinya aku langsung jatuh cinta kepadamu."

Karena kata kata manis dari Lukas. Kasih pun mudah termakan rayuan itu. Hingga membuatnya menjadi istri yang selalu dibodohi oleh Lukas.

"Ayah tidak setuju kamu menikah dengan Lukas," kata ayah Kasih.

"Kenapa? Apa karena dia adalah mantan kekasih Cinta?"

"Iya, itu salah satu alasannya. Lagi pula—mana mungkin kamu menikah dengan mantan kekasih sahabatmu sendiri? Lukas—lelaki itu sangat mencintai Cinta. Lalu kamu mudah percaya kalau dia juga mencintaimu, Kasih?"

"Kasih percaya, Yah. Dan tolong restui kami berdua."

"Aku tak salah dengar kan?" Cinta tiba tiba masuk ke dalam obrolan Kasih bersama ayahnya. "Menikah dengan Lukas?"

Kasih mengangguk. "Kalian sudah putus satu tahun yang lalu, jadi sepertinya—"

"Dan kamu setuju?"

Kasih mengangguk lagi.

Cinta memutar bola matanya, dia mengumpat pelan kemudian tak jadi bertamu di rumah Kasih.