Kasih dan Luki tertegun di depan pintu kamar di mana Lukas tinggal selama satu bulan lebih di sana.
Mereka berdua seperti patung—terkejut karena tak hanya Lukas yang ada di dalam kamar itu. Melainkan Cinta yang tengah berjalan ke arah pintu dengan handuk yang melilit tubuhnya.
Rambutnya basah tapi dia seakan tidak malu meski ada Luki di sana.
"Kalian—tidak tinggal bersama, kan?" tanya Luki. Matanya menatap Lukas dan Cinta bergantian.
Lukas menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia menatap ke belakang di mana Cinta sedang mengenakan blazer untuk menutupi bahunya.
"Sebenarnya—" Lukas menggantung kalimatnya.
"Aku dan Lukas sudah menikah dua minggu yang lalu," lanjut Cinta tanpa merasa bersalah sedikit pun.
"Apa?!" Luki seperti tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. Namun yang membuatnya lebih terkejut adalah ketika melihat Kasih terjatuh di sampingnya dengan suara berdebam membuatnya panik.
"Kasih!" Luki membopong tubuh wanita itu masuk ke kamar Lukas.
**
Luki duduk di depan Cinta dan Lukas. Lukas merasa malu menghadapi sepupunya saat ini, sementara Cinta bertingkah seolah apa yang sudah dia lakukan tidak lah salah.
"Kalian tahu kan, kalau yang kalian berdua lakukan ini salah? Kalian—kalian hanya masa lalu. Ini tidak masuk akal—melihat kalian diam diam menikah di sini," ujar Luki.
"Bagaimana dengan bibi? Apa dia tahu?" tanya Luki.
"Ibu sudah tahu," jawab Lukas pelan.
"Lalu ibumu?" tanya Luki pada Cinta.
"Dia sudah tahu, dan dia merestui hubunganku dengan Lukas."
Luki menggelengkan kepalanya. Ibu Lukas dan ibu Cinta ternyata bersekongkol untuk membuat mereka berdua menikah.
"Kalau ayah Kasih tahu pasti dia akan sedih," gumam Luki.
"Ayahnya tidak akan merasakan apapun. Dia hanya berbaring di ranjang rumah sakit selama ini. Jadi—" Cinta berkata dengan seenaknya.
"Lalu bagaimana dengan Kasih?"
Cinta menaikkan kedua bahunya. "Aku hamil anak Lukas, aku harus menikah dengan Lukas."
Memang alasan ini lah yang terdengar tepat untuk dikatakan. Sebaiknya Cinta mengurungkan niatnya menggugurkan kandungannya karena hanya bayi yang ada di dalam perutnya yang dapat menyelamatkan statusnya sebagai istri Lukas.
"Kalau kalian tidak berhubungan lagi, aku yakin kamu tidak akan hamil. Lukas sudah menikah dengan Kasih—tapi mengapa kamu—masih berhubungan dengannya?" tanya Luki.
"Jangan salahkan Cinta. Aku sebenarnya juga masih mencintainya. Jadi berhenti ikut campur urusan kami berdua. Dan—besok bawa pulang Kasih," sambar Lukas yang seakan tidak menginginkan Kasih ada berada di Swiss terlalu lama.
Luki berdiri, dia melihat Kasih masih berbaring di atas ranjang. Ia berjalan menghampirinya. Dan pada saat itu, lamat lamat mata Kasih terbuka.
"Luki—tadi yang aku dengar, mimpi kan?" Kasih duduk. Menatap Luki penuh harap.
Sementara itu Luki menatap Kasih kasihan.
"Sebaiknya besok kita pulang."
"Luki—jawab pertanyaanku dulu. Tadi—tidak benar kan? Lukas tidak menikah dengan Cinta, kan?"
Luki menghela napasnya. "Benar. Apa yang kamu lihat tadi adalah benar."
Kasih tertawa hampa. Matanya menatap kosong Luki. Tapi bibirnya tertawa kering.
"Kenapa harus Cinta di antara wanita yang ada di dunia ini?"
Luki tidak menjawabnya. Dia mengambil sapu tangan yang ada di saku celananya kemudian memberikannya pada Kasih.
"Besok—sebaiknya kita pulang. Tidak baik untukmu tinggal lebih lama di sini."
Luki memberitahu pada Kasih jika pernikahan mereka berdua juga sudah diketahui oleh ibu mertuanya dan ibu kandungnya Cinta. Hal itu lebih mengejutkanya, karena ibu Cinta yang selama ini ia pikir akan mendukung hubungannya dengan Lukas malah seperti ini.
"Bagaimana? Aku tahu kamu sudah lelah, tapi aku takut kamu akan sakit jika berada di sini lama lama."
"Lalu apa bedanya, kalau mereka kembali ke rumah dan aku tinggal bersama dengan mereka berdua?"
Benar, tidak ada bedanya hari ini atau besok. Ia ingin di sana lebih lama meski tidak harus bersama dengan Lukas.
"Aku ingin di sini, setidaknya satu minggu." Kasih tersenyum pahit. "Aku ingin jalan jalan."
"Baiklah kalau begitu. Sebaiknya kita keluar dari kamar ini dan kembali ke kamar kita. Aku sudah memesan kamar untuk kita berdua."
Kasih pun menurut. Dengan kepala yang pusing dan juga perut yang mual akibat apa yang dia dapatkan saat ini dia berjalan keluar dari kamar Lukas.
Lukas tidak mengatakan apa apa pada Kasih. Dia hanya menatap kepergian istrinya itu sebelum akhirnya menghilang dari balik pintu.
"Kita akan tinggal dengan Kasih?" tanya Cinta.
"Iya, aku sudah meminta ibu untuk menyediakan kamar untuk kita berdua di rumahku."
Cinta tersenyum penuh arti, seakan dia memiliki seribu rencana untuk menyingkirkan Kasih dari rumah Lukas.
"Sebuah istana hanya memiliki satu ratu," kata Cinta yang tidak didengar oleh Lukas.
**
Luki dan Kasih makan malam di kamar mereka karena istri Lukas itu tidak ingin beranjak dari kamarnya untuk saat ini.
"Makanlah, kamu sudah seharian tidak makan apapun," kata Luki.
Kasih mencoba untuk menyuapkan sesendok sup ke dalam mulutnya. Tapi belum sempat sendok itu menempel di bibirnya, Kasih sudah mual dan ingin muntah.
Wanita itu berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan cairan bening yang ada di dalam perutnya.
Luki yang melihatnya tidak tega dan memijat leher Kasih.
"Apa kita perlu pergi ke dokter sekarang? Aku takut kamu terkena maag."
Kasih menggeleng.
"Apa yang sedang Lukas dan Cinta lakukan saat ini? Apa Lukas tidak sedikit pun ingat jika aku juga masih sah istrinya?" Akhirnya air mata itu meleleh juga.
Tubuh Kasih luruh di atas lantai. Dia menangis sejadinya menumpahkan rasa sakit di dalam hatinya saat ini. Mengapa hal ini harus terjadi padanya?
Luki hendak mengusap kepala Kasih. Namun dia urungkan. Dia masih tahu batasan antara dirinya dan Kasih.
"Tunggu sebentar di sini," kata Luki tiba tiba. Lelaki itu memelesat keluar dari kamar Kasih. Tak lama kemudian dia masuk membawa Lukas bersamanya.
"Lihat dia!" Lukas dibawa Luki ke kamar mandi. "Istrimu sakit! Ingat bahwa Kasih masih istrimu!"
Cengkraman tangan Luki dihempas oleh Lukas dengan kasar. Melihat Kasih tidak berdaya seperti itu, bukannya iba. Tapi Lukas malah mencibir Kasih yang ia pikir hanya mencari perhatian padanya.
"Aku kan sudah bilang padamu untuk pulang besok. Jangan mencari penyakit, aku sudah pusing dengan kehamilan Cinta. Jadi jangan membuatku semakin pusing lagi dengan masalahmu."
Kasih tidak mampu menegakkan wajahnya. dia menggigit bibirnya menahan perih dalam hatinya yang semakin terasa sakit setelah disayat oleh Lukas.
"Aku tidak akan pulang, Luki," kata Kasih dengan suara gemetar. "Aku akan di sini, karena aku juga istri Lukas."