Chereads / Istri ke Dua Suamiku / Chapter 2 - 2. Test Pack di Kamar Suamiku

Chapter 2 - 2. Test Pack di Kamar Suamiku

Kasih menggigit bibirnya ketika melihat Lukas memeluk pinggang Cinta ketika wanita itu hendak masuk ke dalam mobil. Tak hanya memeluk pinggangnya bahkan Lukas dengan tega mencium bibir Cinta dan memagutnya dengan nafsu.

Setelah Kasih mendapatkan celaan dari ibu mertuanya kini dia harus mendapatkan hinaan dari Lukas seperti saat ini.

Di mana janji Lukas ketika dia berikrar akan setia dan melindunginya waktu itu? Seharusnya Kasih mendengar apa kata ayahnya waktu itu, jika dia tidak seharusnya menikah dengan Lukas. Karena tahu semuanya akan menjadi seperti ini.

Namun semuanya sudah terlambat. Dan Kasih tak ingin bercerai dengan Lukas karena hal itu hanya akan semakin menjatuhkan harga dirinya.

Bibir Lukas tersenyum, tangannya melambai menemani kepergian Cinta malam itu.

Ketika dia membalikkan tubuhnya dan mendapati Kasih ada di teras rumahnya. Senyum itu memudar berganti menjadi ekspresi yang muram.

"Kenapa belum tidur? Bukankah seharusnya kamu tidur karena sudah malam?" tanya Lukas sambil lalu.

Kasih berjalan di belakangnya sambil menjawab pertanyaan Lukas. Ia pikir Lukas perhatian kepadanya.

"Aku menunggumu."

Langkah lelaki itu berhenti.

"Untuk apa? Aku akan tidur di ruang kerja."

"Tapi—"

"Aku ingin sendiri malam ini. Aku lelah."

Kasih tidak dapat melihat wajah itu lagi. Melainkan punggung tegap milik lelaki yang sepertinya tidak pernah menyimpan perasaan untuknya.

"Apa Lukas masih seperti itu?" Kasih mendengar sebuah suara yang tidak asing. Tadinya air mata yang sudah meleleh, ia hapus dengan kasar menggunakan tangannya.

"Luki?"

"Yang membersihkan kandang kelinci tadi kamu ya? Lain kali jangan membersihkannya lagi. Biarkan tukang kebun yang membersihkannya."

Berbeda dengan Lukas, Luki sangat baik pada Kasih. Di rumah itu, hanya Luki lah yang waras.

Seharusnya yang membersihkan kandang kelinci di rumah itu adalah tukang kebun. Namun karena ibu Lukas tidak suka menantunya bermalas-malasan jadi dia ingin menyuruh Kasih untuk membersihkannya.

"Tak apa apa, lagi pula aku suka dengan kelinci itu."

Luki pun tersenyum. Dia dapat melihat kesedihan di wajah Kasih saat ini. "Apa Lukas sudah melakukan hal buruk padamu?"

"Oh tidak." Suara Kasih bergetar. "Tidak apa apa." Kasih pun berlalu dari sana meninggalkan Luki yang menyadari jika pernikahan di antara sepupunya dan Kasih memang tidak berjalan dengan mulus.

Kasih masuk ke kamar dan mengambil selimut dan bantal untuk Lukas. Meski dia sudah disakiti berkali-kali oleh Lukas tapi dia masih berbakti pada suaminya tersebut.

"Mau apa ke sini?" tanya Lukas dengan dingin.

"Aku membawakan selimut ini untukmu dan juga bantal."

"Letakan di sana, dan segera keluar dari ruangan ini."

Tanpa berdebat, Kasih pun menerimanya dengan sabar. Namun baru saja dia keluar dari kamar. Ia melihat Lukas sedang menelpon Cinta.

Padahal belum ada satu jam mereka berpisah. Tapi mereka berdua sudah harus berbincang lagi.

Kasih menghela napasnya. Lalu dia kembali ke kamarnya. Ia berbaring dan menatap jendela kamarnya.

Langit yang gelap, sama seperti hatinya saat ini. Dia sangat terluka dan tersakiti. Tapi tak ada yang membelanya di rumah ini selain Luki. Bahkan ketika pembantu di rumahnya mengejeknya, ibu mertuanya malah membela mereka.

"Bertahanlah Kasih, kamu tidak boleh menyerah pada Cinta," kata Kasih.

**

Paginya

Ketika Lukas pergi ke kantor. Kasih membersihkan ruang kerja Lukas. Ia melipat selimut yang dipakai suaminya tadi malam dan membereskan sekitarnya.

Namun ketika dia menyedot debu di ruang kerja tersebut. tanpa sengaja Kasih menemukan sebuah benda yang ada di bawah sofa.

Ia meraihnya dengan tangan yang gemetar. Jantungnya berdebar kencang ketika memikirkan segala kemungkinan yang terjadi.

"Ini kan—" Kasih melihat test pack yang ada di bawah sofa ruang kerja Lukas. "Alat tes kehamilan?" Tapi sayangnya itu bukan milik Kasih. Karena Kasih tak pernah membeli alat itu.

"Milik siapa? Jangan jangan?"

Kasih langsung berlari ke kamarnya. Ia mengambil ponsel dengan perasaannya yang gusar.

Ia menghubungi Lukas begitu mendapatkan dugaan jika itu adalah milik Cinta.

"Ada apa lagi? Aku sibuk."

"Lukas, aku menemukan test pack di bawah sofa," kata Kasih dengan keringat dingin mengucur di punggungnya.

"Test pack?"

"Milik siapa ini? Kenapa ada garis dua?"

Hening.

"Apa ini milik Cinta?"

Sunyi.

"Lukas, cepat katakan kalau ini bukan milik Cinta! Ini milik siapa!"

"Ada apa sih denganmu! Memangnya kalau itu milik Cinta kenapa? Kalau Cinta hamil memangnya salah?"

Mata Kasih melebar. "Apa katamu?"

"Ah! Kamu ini merusak pagiku!"

"Setidaknya jelaskan dulu—"

"Iya, itu adalah milik Cinta. Cinta hamil anakku, dan dia sedang hamil empat minggu. Tadinya aku ingin mengatakan padamu nanti. Tapi kamu sudah tahu sekarang, jadi sepertinya aku tak perlu repot repot kan?"

Kini Kasih yang tak dapat berkata apa apa. Ia tergugu di tempatnya dan memandang kaku depannya.

"Kalau kamu tidak terima, ceraikan saja aku."

"Kenapa kamu tidak merasa bersalah kepadaku?"

"Aku tidak melakukan kesalahan. Kalau saja kamu berpenampilan menarik aku pasti tak akan seperti ini."

"Jadi kamu menyalahkanku?"

TUT TUT TUTTT

Telepon itu ditutup sepihak oleh Lukas. Hati Kasih digerogoti oleh rasa nyeri yang hebat hingga ia terduduk di atas lantai dengan tubuh yang lemas.

Bahkan dia belum bisa memberikan keturunan untuk Lukas. Tapi mengapa harus Cinta yang lebih dulu mengandung benih itu?

**

"Ceraikan Lukas, atau buat dirimu hamil dengannya," kata Velove teman Kasih.

"Hamil? Bagaimana aku bisa hamil, jika Lukas saja tak mau menyentuhku?" Kasih menenggak gelas birnya. Malam ini dia diajak ke bar oleh Velove setelah dirinya mengatakan apa yang sedang terjadi dalam rumah tangganya.

"Berikan saja dia obat tidur. Beres, kan? Zaman sudah mudah, tapi kamu tidak mau berpikir licik," kata Velove.

Kasih menatap Velove takjub.

"Vel, aku tidak tahu kalau kamu akan memiliki pikiran licik ini."

"Untuk membalas wanita licik, maka kamu juga harus licik," sahut Velove.

Benar, kata Kasih dalam hati. Dia harus mempertahankan Lukas bagaimana pun caranya. Ia tak akan membiarkan Cinta merebut suaminya dari pelukannya.

"Aku akan memberikan obat itu padamu besok."

**

BRUK!!

Turun dari taksi, Kasih ambruk di depan pagar rumahnya. Dia terlalu mabuk sampai tidak dapat berjalan dengan benar.

Kebetulan, Luki baru saja pulang dari kantor. Ia melihat Kasih yang sedang terduduk di depan pintu gerbang langsung membantunya untuk bangun.

"Kamu mabuk?" tanya Luki. "Kalau bibi tahu pasti dia akan ngamuk," kata Luki.

"Aku—sedih Luki…" Kasih meracau. "Cinta—sahabatku, dia hamil anak Lukas. Aku harus bagaimana?"

Luki menatap Kasih terkejut.

"Hamil?"

"Hmm hamil? Bagaimana bisa mereka melakukan ini kepadaku?"