"Lukas, lelaki itu benar benar bodoh!" ujar Cinta malam itu. Dia sedang minum bersama dengan seorang teman perempuannya.
"Kenapa lagi? Bukankah kamu seharusnya senang karena dia sudah menjadi milikmu?"
"Senang apanya." Cinta menandaskan air minumnya. "Dia sedang senang karena sebentar lagi akan menjadi ayah."
Cinta menangis dengan frustrasi. Tak menyangka jika rencananya akan gagal dan hanya menjadi boomerang baginya.
Padahal di dalam rencananya dia akan melihat Kasih dicampakkan karna sudah membuat anaknya mati.
Namun ia lupa jika Kasih sedang mengandung. Dan ternyata anak Lukas.
"Aku harus bagaimana?" tanya Cinta.
"Ya, kamu harus hamil lagi."
"Dokter melarangku untuk hamil. Karena aku sering keguguran. Kamu tau sendiri beberapa bulan yang lalu aku hamil dan keguguran."
Teman Cinta mendecih. "Saat itu—kamu sengaja membunuh calon bayimu. Dan sekarang kamu membutuhkannya, kan?"
"Tutup mulutmu," gusah Cinta. Ia menyodorkan gelasnya pada temannya.
"Oh ya, aku mengundang seorang teman. Kamu tidak keberatan, kan?"
Cinta menoleh. "Siapa?"
"Ada. Dia tampan dan masih muda. Dia juga anak pengusaha kaya. Lukas pun tak ada apa apanya."
Cinta tertawa sinis. "Coba mana lihat, jika dia tidak lebih baik dari Lukas. Maka aku akan memintamu untuk membayar semua tagihan ini."
"Baiklah. Dia sudah sampai di parkiran. Sebentar lagi dia pasti akan sampai."
Dan tak lama setelah teman Cinta mengatakan hal itu. Seorang pria berawakan tinggi berkulit putih masuk. Wajahnya seperti actor Korea yang belum lama ini dramanya ditonton oleh Cinta.
"Mirip siapa ya, aku lupa," kata Cinta pada temannya.
"Cha Eun Woo, iya kan?"
"Nah! Iya, mirip sekali dengan dia."
"Bagaimana?"
"Apanya?" Cinta yang setengah mabuk pun menjadi bodoh. Ia menatap lelaki itu yang mulai bergerak menghampirinya.
Lelaki yang bernama Aaron itu duduk di samping teman Cinta. Dia mengobrol dengan teman Cinta seolah sangat dekat.
"Kalian pacaran?" tanya Cinta.
"Tidak. Dia masih lajang, tenang saja," jawab teman Cinta.
"Begitu ya, sayang sekali. Dia tidak menggunakan ketampanannya dengan baik."
Tiba tiba Cinta teringat dengan sesuatu. Seharusnya dia menggunakan cara ini untuk mengusir Kasih nanti.
Ya, dia akan menggukan cara ini. Jika dengan mengorbankan dirinya tak bisa. Maka dia akan mengorbankan Kasih dan orang lain.
"Nama kamu Aaron ya?"
Aaron mengangguk.
"Aku akan mentraktirmu minum karena sudah memberikanku ide." Cinta menuangkan minuman di gelas Aaron. Kemudian bersulang.
**
Lukas sedang mondar mandir di depan pintu, menunggu Cinta yang tak kunjung kembali sejak tadi.
Ia pikir dia harus meminta maaf karena sudah membuat istri keduanya itu marah padanya.
"Sudah jam dua belas tapi dia belum juga kembali." Lukas memeriksa jam di tangannya lagi. Tapi Cinta tak kunjung muncul.
Hingga jarum jam menunjukkan angka dua. Dan Lukas sudah berada di kamarnya. Sebuah suara mesin mobil terdengar di depan pintu.
Lukas bergegas turun untuk melihat Cinta.
Cinta pada saat itu sedang berusaha membuka pintu pagar yang sudah dikunci oleh satpam rumahnya.
"Cepat buka pintunya!" Satpam yang sedang berkeliling rumah langsung berlari menghampirinya.
"Dasar bodoh! Kenapa lama sekali! Kamu membuatku menunggu!"
"Maafkan saya."
Lukas pun menghampiri Cinta, memapah wanita yang berbau alkohol tersebut.
"Kamu habis dari mana? Kamu minum dengan temanmu? Mobilmu di mana?"
"Berisik!" sahut Cinta. "Kenapa kamu ada di sini? Bukankah kamu seharusnya ada di kamar istri tercintamu itu?!"
"Sudahlah, kamu sedang mabuk. Sebaiknya cepat masuk kamar, aku tak mau ibu memergokimu."
Lukas membopong Cinta yang merosot di atas rumput. Kasih yang diam diam memerhatikannya hanya menghela napasnya.
Meski Lukas sudah baik padanya. Namun kenyataan jika Lukas masih mencintai Cinta itu tak bisa diabaikan.
**
Saat sarapan pagi, ibu Lukas menanyakan masalah Cinta tadi malam yang tidak pulang.
Pagi ini pun dia masih tidur akibat mabuk kemarin malam.
"Masih tidur, semalam Lukas bertengkar dengannya jadi dia tidur pagi pagi tadi," jelas Lukas.
Kasih yang duduk di sampingnya melirik Lukas dengan ekor matanya.
Cinta akan selalu dibela oleh Lukas.
"Setidaknya dia harus setor wajahnya pada ibu."
"Dia lelah, Bu. Lagi pula, kondisinya juga sedang tidak baik. Karena permintaannya tidak aku turuti."
"Minta apa? Bayi tabung?"
Lukas diam.
"Nanti setelah anak Kasih lahir, dia kan bisa mengurus anak Kasih. Memang apa bedanya? Sama sama anakmu juga, kan?"
Sontak Kasih langsung tersedak, bayangan anak anaknya yang akan diasuh oleh Cinta pun membuatnya terbatuk batuk.
"Kamu tak apa apa?" Lukas mengambilkan segelas air putih untuk Kasih.
"Bayi tabung itu sulit, tingkat keberhasilan juga tidak banyak. Jadi untuk apa buang uang dan waktu jika dia sudah pasti akan mendapatkan anak dari istri pertamamu," sambung ibu Lukas ketika batuk Kasih mereda.
"Bu, tapi jika bisa. Kasih ingin merawat anak ini sendiri."
"Bukankah kamu ingin bercerai dengan Lukas? Jika iya, maka tinggalkan anak anak itu di sini. Memangnya kamu bisa mengurus mereka jika kamu membawanya keluar dari rumah ini?"