Kobaran api melahap habis rumah yang dihuni oleh Kasih malam itu. Pemadam kebakaran yang bertugas menemukan satu jasad yang diduga adalah mayat pembantu yang bekerja di sana.
Lalu ke manakah jasad Kasih? Ataukah dia selamat dari kebakaran tersebut? Namun mengapa tidak ada tanda tanda dirinya muncul sekarang?
Luki yang tengah panik kemudian mencoba menghubungi nomor Kasih. Namun sayangnya ponselnya tidak aktif.
Lukas yang melihat gelagat Luki menghampiri sepupunya tersebut. "Sepertinya kamu sangat panik rumah Kasih kebarakan."
Luki menoleh. Dia menatap sinis kakak sepupunya tersebut. "Bukankah seharusnya kamu yang panik? Dia sedang hamil anakmu. Tapi kenapa—ah sudahlah!" Luki mencoba berbicara dengan pemadam kebakaran, barangkali ada orang lain yang ditemukan di sana.
Akan tetapi pemadam kebakaran tidak menemukan apapun di rumah yang kini tinggal kerangkanya saja.
Kebakaran diduga berasal dari kompor yang lupa dimatikan oleh pembantu Kasih.
"Mungkin wanita itu sedang berkeliaran di luaran sana," ucap mertua Kasih tiba tiba. Dia muncul ketika ambulans membawa jasad pembantu Kasih.
"Kasihan sekali pembantu itu, padahal dia baru bekerja tapi harus menemui ajalnya secepat ini," lanjutnya lagi.
"Bukankah seharusnya kita mencari Kasih sekarang? Kenapa tidak ada satu pun di antara kalian yang khawatir dengan keadaan wanita itu?" Luki yang sudah tak habis pikir akhirnya memuntahkan ucapannya. Namun alih alih peduli, Lukas dan ibunya malah pergi.
"Pasti dia sedang keluar," kata Lukas.
**
Luki menunggu Kasih. Dia berjaga-jaga duduk tak jauh dari rumah yang kini tak bisa ditinggali lagi.
Hingga jam tujuh tiba. Bayangan wanita muncul membuat Luki sontak berdiri.
Antara terkejut senang atau sedih . Luki menghampiri Kasih kemudian memeluknya tanpa sadar.
"Kamu dari mana? Kenapa ponselmu tak bisa kuhubungi?" tanya Luki.
Luki melepaskan pelukannya dan mengamati wajah Kasih. Wanita itu tampak baik baik saja. Jadi dia tidak perlu mengkhawatirkannya.
"Memangnya ada apa? Aku pergi ke rumah sakit. Kemarin sore rumah sakit menghubungiku dan mengatakan kalau penyakit ayahku kambuh lagi."
Kasih menatap ke arah lain. Kemudian memandang Luki meminta jawaban atas apa yang telah terjadi.
"Itulah alasan kenapa aku ada di sini. Rumah itu kebakaran tadi malam. Pembantu itu tewas tak bisa menyelamatkan diri," jelas Luki.
Kasih terduduk, ia syok mendengar apa yang baru saja terjadi.
"Rumah—rumah itu—"
Rumah indah yang baru saja diperbaiki Luki menjadi hangus seperti itu. Tempat tinggal Kasih kini sudah tidak ada lagi.
**
Di kediaman rumah Lukas. Pagi itu mereka bertiga sarapan seperti biasanya. Lukas, ibunya dan Cinta.
Wanita itu kesehatannya sudah membaik setelah dirawat di rumah sakit. Namun kini dia telah kehilangan bayinya atas perbuatannya sendiri.
"Lukas, sebaiknya kita tes DNA sekarang saja. Sekarang kan bisa mengetahui bayi yang belum lahir itu anak siapa," kata ibunya tiba tiba.
Lukas mendongak memandang ibunya bingung. Mengapa ia tiba tiba memintanya melakukan itu?
"Memangnya ada apa?"
"Ibu hanya ingin tahu apakah anak yang dikandung Kasih adalah anakmu atau bukan. Jika bukan sebaiknya rawat Kasih selama hamil. Kamu tahu sendiri kalau Cinta keguguran."
Lukas memandang Cinta yang duduk di sebelahnya merasa tak enak.
"Jika anak Kasih adalah laki laki dan itu adalah anakmu. Kan itu jadi lebih baik. Kalau anak itu ternyata anak Luki, kita bisa mengusir Kasih dan mengeluarkan Luki dari perusahaan."
Usulan dari ibunya membuat Lukas berpikir. Benar juga, sebaiknya dia melakukan tes DNA sekarang. Lagi pula melihat Luki selalu berada di dekat Kasih membuatnya lama lama risih.
"Dengan begitu Luki juga bisa menikah dengan Clara, kan?"
Lukas mengangguk setuju. Sementara Cinta mengenggam sendoknya dengan kesal.
Padahal rencana awalnya bukan seperti itu. Jika dia keguguran, ia berharap kalau Kasih akan diusir karena sudah membunuh anaknya.
Namun mereka malah berbelok arah dan ingin menerima Kasih.
"Aku ingin bicara sesuatu pada kalian," ucap Luki.
Dia menatap Lukas, bibinya dan Cinta bergantian. Di belakangnya sudah ada Kasih yang bersembunyi di balik punggung Luki.
"Ada apa? Sepertinya kamu ingin mengatakan hal penting?"
Luki mengangguk.
"Aku ingin membawa Kasih pergi dari rumah ini. Karena rumah itu sudah tidak bisa dihuni lagi."
Lukas yang mendengar hal itu jelas saja tidak setuju.
"Sebelum kamu membawanya pergi. Aku dan ibuku tadi sudah memikirkan hal ini," sahutnya. Ia kemudian menjelaskan mengenai tes DNA yang dilakukan sejak dini. Agar bayi yang dikandung oleh Kasih ketahuan anak siapa.
"Jika itu anakku , aku akan menerima kembali Kasih di sini," jelas Lukas.
Cinta dan Kasih sontak menatap Lukas terkejut.
Cinta yang sudah menyusun rencananya telah gagal. Sementara Kasih tak tahu apakah dia harus senang ataukah sedih. Padahal sudah jelas jika anak yang dikandungnya saat ini adalah anak Lukas.
"Kenapa harus dites? Padahal anak ini sungguh sungguh anakmu." Kali ini Kasih bersuara.
"Bukankah kami sudah cukup berbaik hati karena ingin melakukan tes sekarang? Memangnya kamu mau jika keluar dari rumah ini dan tinggal bersama dengan Luki? Bukan hanya Clara saja yang akan mendapatkan hinaan. Tetapi keluarga kami pun juga pasti akan terhina."
Kasih memandang Luki seakan meminta pendapat. Luki mengangguk, setidaknya dengan mengetahui hal yang sebenarnya. Kasih bisa tinggal di sana.
Ya, seharusnya seperti itu. Namun di sisi lain Luki merasa khawatir dengan Cinta yang saat ini seakan tidak terima dengan keputusan tersebut.