Akhirnya Kasih kembali ke rumah itu. Namun posisinya tak lebih dari seorang istri yang dimadu.
Gosip tentang dirinya yang merebut kekasih Cinta pun saat ini masih menjadi perbincangan. Mereka yang mendengar terkadang menyerang media sosial milik Kasih.
Karena Kasih tak mau stress hingga membuat janinya bermasalah. Dia pun memutuskan untuk tidak melihat media sosialnya untuk sementara waktu.
Hanya saja. Ada satu hal yang menganggu pikiran Kasih saat ini. Mengenai ucapan ayahnya waktu itu.
Apakah dia benar bukan anak kandung mereka? Lalu siapa orangtua kandung Kasih? Mengapa dia bisa ada di sana?
Karena rasa penasaran itu lah. Pada akhirnya Kasih menemui ibunya saat ini.
Ibunya yang ditanya seperti itu sontak kelabakan.
"Kamu tau sendiri ayahmu seperti itu. Kamu masih percaya padanya?" tanya ibu Kasih.
"Ayah memang seperti itu. Tapi—sepertinya ayah tidak akan berbohong mengenai masalah serius ini, Bu."
"Lalu kalau sudah ketemu dengan orangtua kandungmu kamu mau apa? Menemui mereka dan meminta pembelaan?" Tiba tiba saja ucapan ibunya sangat menyakitkannya.
"Kasih hanya ingin bertemu mereka, Bu."
"Kalau kamu ingin mencari orangtua kandungmu. Sebaiknya kamu jangan menginjakkan kakimu di sini lagi. Kamu sudah kurawat dari kecil. Tapi hanya ini balasanmu?"
Kasih pun tertegun. Mendengar ucapan ibunya yang seakan melarang dirinya untuk tahu siapa orangtua kandungnya yang sebenarnya.
Tak ingin membuat keributan lagi. Akhirnya Kasih pergi dari rumah ibunya dan pergi ke rumah sakit.
Ponselnya berbunyi ketika dia baru saja naik ke mobilnya. Lukas yang tak biasanya menelepon duluan kini tiba tiba namanya muncul di layar gawainya.
"Kamu ada di mana?" tanya Lukas pada Kasih.
"Aku baru saja dari rumah ibu. Dan sekarang akan pergi ke rumah sakit."
"Rumah sakit mana? Aku akan ke sana sekarang."
Kasih seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya. Lukas akan menemaninya memeriksakan kehamilannya?
"Di rumah sakit di dekat perusahaanmu."
"Baiklah kalau begitu. Kabari aku kalau sudah sampai sana. Aku akan ke situ setelah kamu sampai."
Kasih menutup panggilannya. Ia merasa ada yang salah dengan telinganya. Namun sesaat kemudian dia baru menyadari jika yang Lukas lakukan adalah demi bayi yang dikandungnya. Bukan karena dia.
Namun Kasih setidaknya dapat sedikit senang lantaran Lukas masih mau memerhatikan bayinya setelah dia mengetahui kebenarannya.
Sesampainya di rumah sakit. Kasih mendaftarkan dirinya di meja administrasi. Karena antrean masih panjang jadi dia memutuskan untuk pergi ka kantin di rumah sakit tersebut untuk membeli makan.
"Kamu ada di mana? Aku sudah sampai di rumah sakit. Aku di bagian dokter kandungan sekarang. Tapi tidak melihatmu ada di sini."
"Aku sedang di kantin. Makan, karena antreanku masih panjang."
"Baiklah."
Kasih duduk menikmati makanannya. Hari ini dia sangat kelaparan karena ketika pergi ke rumah ibunya, wanita itu sama sekali tidak memasakkan makanan untuk anaknya tersebut.
Kasih terkejut ketika mendapati Lukas tiba tiba muncul di depannya kemudian menarik kursi.
Ia duduk kemudian memandang Kasih.
"Memangnya pagi ini tidak makan?" tanya Lukas.
Kasih menggeleng. "Aku buru buru harus ke rumah ibu dan ke sini."
"Masih lapar?" tanya Lukas dengan dingin. Ketika ia melihat makanan di piring Kasih hampir habis.
"Tidak. Aku sudah kenyang."
Kasih merasa ada yang aneh dengan situasi saat ini. Mendengar cara bicara Lukas yang melembut seperti itu. Ia seakan berbicara dengan orang lain.
"Luki akan bertunangan dengan Clara sebentar lagi. Kuharap kamu menjauhi Luki agar tidak terjadi kesalahpahaman di antara Clara dan Luki."
"Kapan Luki akan bertunangan?"
"Minggu depan. Kenapa? Kamu tidak rela Luki bertunangan dengan Clara?"
"Tentu saja tidak. Jika Luki bahagia aku ikut bahagia."
Lukas mendecih. "Sepertinya kamu menyukai Luki. Tapi sepertinya kamu harus menyerah, karena tak ada yang bisa menyingkirkan Clara dari hidup Luki."
"Jangan mengambil kesimpulan seperti itu. Aku berkata seperti itu karna dia sudah banyak membantuku."
Lukas menghela napasnya kemudian menyandarkan tubuhnya di kursi. Ia melihat perut Kasih yang belum terlihat menyembul.
"Masalah tadi malam. Kalau hal itu menyakitimu, sebaiknya lupakan saja. Aku tak mau membuat anak itu ikutan stress karena ucapanku."
Setelah mengatakan kalimat itu, Lukas langsung berdiri kemudian meninggalkan Kasih.
Kasih yang masih berada di sana, merasa jika Lukas sedikit berubah. Tapi bisa saja kan, jika itu hanya pura pura?
**
Dokter menunjukkan di mana janin Kasih yang kini muncul masih kecil. Ia tersenyum dan mengatakan, jika kemungkinan besar anak yang dikandung oleh Kasih adalah anak kembar.
"Kembar, Dok?" tanya Lukas.
"Benar."
"Lalu jenis kelaminnya? Kapan saya bisa melihatnya?"
"Harus menunggu nanti setelah usia kandungan masuk usia delapan belas minggu."
Lukas tampak serius, Ia menghitung dengan tangannya sendiri membuat Kasih menahan senyumnya.
"Jadi sekitar tiga bulan lagi baru terlihat ya," tanya Lukas dengan semangat.
"Ya, benar. Anda bisa mengetahui jenis kelamin anak Anda sekitar tiga bulan lagi."
Wajah Lukas bersinar cerah. Kasih berpikir. Apakah Lukas juga seperti itu ketika menemani Cinta USG dulu?
**
"Masuklah ke mobil, aku akan mengantarkanmu pulang," kata Lukas tiba tiba.
"Kamu mau mengantarkanku pulang?"
"Memangnya bagaimana? Kamu mau pulang naik taksi?"
"Lalu pekerjaanmu?"
"Bisa kuselesaikan nanti. Masuklah, kalau dalam hitungan ke tiga kamu tidak mau. Maka aku akan meninggalkanmu sendirian di sini."
"Baiklah," sambar Kasih cepat. Kapan lagi dia bisa diantar oleh Lukas seperti saat ini?