Chereads / The Devil Boss Beside Me / Chapter 7 - Wanita Berbeda

Chapter 7 - Wanita Berbeda

Dengan kemampuannya yang terbatas, Kirana berusaha mengimbangi cara kerja Gama. Belum ada satu hari bekerja dengan lelaki itu saja sudah membuatnya paham bagaimana pria itu menyikapi masalah. Menemani Gama meeting hari ini membuat Kirana tahu bahwa keputusan yang sudah pria itu keluarkan bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat, bahkan meskipun pihak pemberi jasa memohon untuk terus melanjutkan kerja sama. Sekali tidak, Gama akan tetap berkata tidak.

"Apa tidak bisa dipertimbangkan lagi, Pak?" bujuk pria berjas biru yang menjadi perwakilan pihak vendor untuk melakukan kerja sama.

Menurut yang Kirana baca, perusahaan mereka sudah dua tahun menjalin kerja sama dengan perusahaan Gama. Namun, kali ini Gama menolak perpanjangan kerja sama tanpa alasan yang jelas. Padahal selama menjalin kerja sama, perusahaan Gama lumayan banyak diuntungkan.

Gama berdiri dan membenarkan jasnya. "Tidak," ucapnya lantas keluar dari meja rapat. Meninggalkan wajah-wajah kecewa di sana. Dua sekretaris Gama dan Kirana bergegas mengikuti langkah pria itu.

"Jangan hiraukan jika mereka terus membujuk," ucap Gama sembari terus mengayunkan langkah panjangnya.

Kirana yang memiliki kaki tidak sepanjang kaki Gama kepayahan mengikuti langkah pria itu. Satu langkah pria itu sama dengan dua langkah Kirana. Sehingga membuat wanita itu tampak tergesa.

Gama langsung menjatuhkan diri di atas kursi sesampainya dia di ruang kerjanya. Dia membuka laptop segera hendak memantau perkembangan saham hari ini. Pria itu menyeringai ketika indeks sahamnya menguat.

"Maaf, Pak. Kalau boleh saya tahu kenapa bapak memutuskan tidak melanjutkan kerja sama dengan PT. Mega Jaya? Saya membaca selama bekerja sama dengan mereka, perusahaan banyak diuntungkan," tanya Kirana memberanikan diri. Sebenarnya dia bingung dengan keputusan Gama, padahal Mega Jaya memberikan eksposur yang lebih menggiurkan daripada kontrak kerja sama sebelumnya.

Gama mengangkat wajah. Beruntung dia sedang dalam mood yang bagus, jadi pertanyaan itu tidak membuat emosinya mencuat.

"Memang benar. Tapi, tahun ini mereka merencanakan sesuatu yang akan membuat perusahaan kehilangan lebih banyak keuntungan. Bahkan mungkin lebih banyak dari keuntungan yang mereka tawarkan. Menerima kerja sama dari mereka artinya mempersiapkan diri untuk kolaps," terang Gama, tatapnya kembali ke monitor laptop di depannya.

Kirana mengerjap. "Bahkan kita belum melakukan kerja sama itu, Pak. Bagaiman Bapak bisa menyimpulkan itu?"

Gama menggeram. Dia mulai terganggu dengan kebawelan asistennya. "Kamu tau apa daripada saya?" tanya Gama menatap tajam asistennya.

Kirana mundur satu langkah. "Ma-maaf, Pak. Saya tadi bicara begitu karena membaca draft kontrak yang mereka tawarkan sepertinya akan banyak menguntungkan perusahaan," ucapnya seraya menunduk dan tidak lagi berani menatap Gama secara terang-terangan.

"Kamu tidak tahu apa-apa, dan akan lebih baik jika diam. Apa pun keputusan yang saya buat sudah saya pikirkan matang-matang. Dan keputusan saya tidak pernah keliru. Jadi, kamu... " Gama menunjuk Kirana. "Nggak usah sok tau dan sok ikut campur!"

Kirana menelan ludah kepayahan. "Ba-baik, Pak." Kirana mundur dan beranjak menuju meja kerjanya kembali.

"Anak baru saja sok pintar," gumam Gama kesal.

Sukma kembali hadir secara tiba-tiba. Hobi jin yang mengaku berusia ratusan tahun itu adalah mengagetkan Gama dengan muncul tiba-tiba. Namun, kali ini Gama hanya menggeram kecil dengan kelakuan Sukma.

"Jangan terlalu galak pada wanita itu. Dia wanita yang sangat berbeda dari asisten-asisten Tuan sebelumnya. Siapa tahu saja dia wanita yang selama ini Tuan cari."

Gama melirik kesal mendengar ocehan penjaganya itu. "Jodohku nggak mungkin perempuan cupu seperti dia," geram Gama tertahan dan pelan sembari melirik Kirana. Memastikan wanita itu tidak melihatnya bicara.

Sukma tersenyum. "Siapa tahu saja, kan?" dia melirik Kirana yang sekarang tampak sibuk dengan beberapa berkas di atas mejanya. "Aura dia benar-benar berbeda. Dan apa Tuan tidak bisa melihat dengan jeli, wanita itu sebenarnya sangat cantik. Cantiknya alami."

Gama terpaksa menggeser bola matanya untuk menatap asistennya. Melihat Kirana dengan seksama. Sekilas memang tidak ada yang istimewa bahkan terlihat biasa saja. Namun, lama kelamaan memang ada sesuatu yang berbeda di mata Gama. Entah itu apa.

Gama kembali berkonsentrasi mencoba menembus dan membaca apa yang sedang wanita itu pikirkan. Namun, dia kembali gagal. Tidak seperti saat di ruang rapat tadi, dia bisa sangat jelas membaca isi kepala para perwakilan PT Mega Jaya. Mereka hanya sekumpulan orang baik di muka, tapi busuk di dalam.

"Lagi-lagi aku gagal membaca pikirannya. Sebenarnya kekuatan apa yang perempuan itu miliki?" gumam Gama menyipitkan mata.

"Dia hanya wanita biasa. Tidak memiliki kekuatan apa-apa. Dia wanita rapuh yang butuh perlindungan, Tuan."

***

"Di mana tempat tinggal kamu?" tanya Gama saat hendak meninggalkan kantor.

"Saya tinggal di kos-kosan di belakang gedung ini," sahut Kirana pelan.

Jawaban Kirana membuat kening Gama berkerut. "Memangnya di belakang gedung ada kos-kosan?"

"Ada, Pak. Di perkampungan. Saya tinggal di sana."

Sukma yang berada di samping Gama berbisik kepada pria itu. "Tuan tidak tahu jika di belakang gedung ada sebuah perkampungan kecil?"

Gama menggeleng. "Bagaimana bisa ada kampung di sana? Merusak pemandangan saja."

"Itu kampung yang masih menjadi incaran Raja. Dia berencana membangun tower baru untuk menyaingi tower yang Tuan miliki," jelas Sukma.

Bibir penuh Gama melengkung. "Aku akan memastikan rencana dia tidak akan pernah terwujud."

Kirana tahu, bosnya itu tidak sedang berbicara padanya, jadi dia hanya diam mendengar pria itu bermonolog persis seperti orang kurang waras.

"Saya akan mengantarmu ke tempat tinggal itu," ucap Gama. Tatapnya kembali kepada Kirana.

"Tidak perlu, Pak. Tempatnya tidak cocok untuk Bapak," tolak Kirana cepat.

"Jangan terlalu percaya diri. Apa kamu pikir saya akan menginjakkan kaki di kampung itu? Saya hanya akan menunggu di dalam mobil. Kamu sendiri yang masuk ke kampung itu dan berkemas."

Gama melenggang dan tidak ingin mendengar bantahan. Kirana di belakangnya mendesah pasrah. Tidak ada yang bisa dia lakukan kecuali menurut.

Mobil mewah Gama sudah ada di depan lobi ketika mereka keluar. Seseorang membukakan pintu mobil mewah tersebut tepat di depan Kirana. Wanita itu terkejut dan terkesima secara bersamaan. Dia tidak menyangka menjadi asisten Gama akan memperoleh keistimewaan seperti ini.

"Terima kasih," ucap Kirana sebelum beranjak masuk ke mobil mewah itu. Namun, belum juga kakinya menginjak lantai mobil itu, seseorang mencekal lengannya. Serta-merta Kirana menoleh dan matanya bertemu tatap dengan mata tajam Gama.

Gama menyentak mundur tubuh Kirana menjauhi pintu mobil. "Posisi kamu bukan di sini. Tapi, di depan sama supir," ucap Gama sinis lalu segera masuk.

Ucapan pedas Gama terang saja membuat muka Kirana memerah lantaran malu. Orang-orang di sekelilingnya pasti menertawakannya. Meski tertutup kacamata hitam, bodyguard Gama pasti sedang menahan tawa melihat ketololan dirinya. Belum lagi para karyawan yang kebetulan berlalu-lalang.

Bosnya benar-benar tega sekali membuatnya tak punya muka. Kirana merutuki dirinya yang terlalu percaya diri. Tapi yang lebih membuatnya kesal, kenapa orang yang membuka pintu mobil tadi tidak berkata apa pun saat melihat Kirana salah sangka? Sialan!

"Kamu mau berdiri di situ terus?Jangan buang waktu saya!" sentak Gama, membuat Kirana terkesiap.

Wanita itu buru-buru membuka pintu depan mobil. Namun, hal yang memalukan kembali terjadi. Kirana gagal membuka pintunya. Dia merasa kesulitan, dan sialnya tidak ada yang berniat membantunya. Bahkan supir di dalam hanya diam.

"Heh! Cepet masuk!" seru Gama, kembali menyembulkan kepala dari jendela mobil.

"I-iya, Pak. Tapi ini pintunya susah dibuka."

"Dasar bodoh!" maki Gama. Dia hendak keluar kembali, tapi gerakannya tertahan ketika tiba-tiba saja seseorang sudah membukakan pintu mobil untuk Kirana.

"Terima kasih," ucap Kirana seraya menoleh menatap orang yang sudah membukakan pintu mobil untuknya.

"Sama-sama," balas orang itu dengan senyum yang teramat menawan. Wajah ramah orang itu membuat Kirana ikut tersenyum. Kirana lumayan terpana melihat sosok tinggi di depannya. Selain tampan, dia juga terlihat begitu sopan. Tidak seperti Gama yang setiap saat memasang tampang menyebalkan.