Tuan Peterson di dalam mobil sambil tersenyum simpul seperti senang akan sesuatu. Kai sendiri menyetir tanpa banyak bicara. Sesekali ia melirik ke arah tuannya itu.
"Kai, jangan katakan apa pun pada Nara. Biarkan dia memendam dendam di hatinya kepada Moreno Drigory," ucap Tuan Peterson.
"Baik, Tuan Peterson," jawab Kami sambil terus menyetir.
"Dan kuharap kau memastikan bahwa Nara tak banyak tahu. Sampai saat pemilihan umum. Jangan biarkan dia keluar dari vila itu," ucap Tuan Peterson sekali lagi.
"Baik, Tuan. Saya akan lakukan sesuai permintaan Anda."
***
Lucy menghisap rokok di dalam atas ranjang di dalam kamar. Ia tak mengenakan sehelai kain pun. Di sampingnya Tuan Drigory duduk diam. Sepertinya mereka berdua baru saja menikmati gairah yang liar bersama dengan luar biasa.
"Apa rencana yang kau pikirkan?" tanya Tuan Drigory dengan tatapan kosongnya.
"Wanita itu," ucap Lucy.
Tuan Drigory menoleh tak mengerti dengan perkataan wanita bertubuh seksi dan sintal itu.
"Wanita yang mana lagi?" tanya Tuan Drigory.
"Pegawai baru," jawab Lucy.
"Ouh, aku tak berniat untuk mempekerjakannya setelah apa yang terjadi. Dia orang dari luar kota ini. Dia tak tahu seperti apa kondisi di sini," ucap Tuan Drigory.
"Sejak kapan kau cemas dengan kondisi orang lain? Kau hanya perlu mendengarkan rencanaku," ucap Lucy.
"Aku tak cemas. Aku hanya tak ingin terlibat dengan orang asing. Kau tahu, kejadian seperti ini tak hanya sekali dua kali terjadi dengan kelompok kita. Aku hanya tak ingin menanggung risiko yang tak kuinginkan," sahut Tuan Drigory.
Lucy mendekati Tuan Drigory. Ia memeluk tubuh berotot pria itu. Dua bukit kembar milik Lucy bisa terlihat jelas menempel pada tubuh Tuan Drigory tanpa ada pembatas sama sekali.
"Justru karena wanita itu adalah orang asing. Akan lebih mudah," ucap Lucy.
"Apa maksudmu?" tanya Tuan Drigory.
"Sebentar lagi ada pemilihan umum. Kita tahu bahwa Tuan Peterson ingin mencalonkan lagi menjadi walikota di kota ini. Kematian Jimmy, kupikir tak hanya karena perbedaan dunia antara kau dan Peterson," ucap Lucy.
"Maksudmu, anakku menjadi batu sandungan untuk dia mencalonkan diri menjadi walikota?" ucap Tuan Drigory.
"Ya," jawab Lucy.
"Bukankah warga di kota ini sangat menghormatiku? Mereka sangat memujaku."
"Mereka takut padamu, Tuan Moreno Drigory. Bukan karena mereka menyukaimu. Tentu saja jika Peterson ketahuan memiliki hubungan dengan keluarga Drigory, kepercayaan publik akan menurun. Peterson harus mencari cara untuk memisahkan anaknya dengan Jimmy."
"Padahal aku mulai menyukai anak gadis Peterson," ucap Tuan Drigory diiringi tatapan tak terima oleh Lucy. Tuan Drigory lantas buru-buru meralat ucapannya. "Sebagai kekasih Jimmy," ucap Tuan Drigory.
"Gunakan wanita itu. Bulan depan ada pertemuan penting dengan dewan kota dan beberapa pejabat negara yang memperhatikan kita ini. Kau akan datang ke sana," ucap Lucy.
"Ya, aku tahu. Aku sudah mendapat undangan resmi. Black sudah mengatur jadwalku," jawab Tuan Drigory.
"Datang bersama wanita itu. Gunakan dia untuk mendekati Peterson," ucap Lucy.
Tuan Drigory merengkuh tubuh Lucy. Ia menatap wajah wanita cantik itu. "Apa maksudmu? Kau ingin aku menjual wanita tak berdosa?" tanya Tuan Drigory.
Lucy tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Tuan Drigory. "Sejak kapan kau memikirkan hal konyol seperti itu, Tuan Drigory? Apa pedulimu?"
"Wanita itu terlihat tak tahu apa-apa, Lucy. Cari saja wanita lain. Cari pelacur atau wanita yang biasa menggunakan tubuhnya untuk .... "
"Dengan begitu kau akan ketahuan. Kalau kau menggunakan wanita jalang. Kau akan ketahuan," ucap Lucy.
"Dia punya anak Lucy .... " Tuan Drigory masih mencoba untuk menolak saran Lucy.
"Kau bisa jadi ayah angkatnya, kalau sesuatu terjadi pada ibunya. Itu bukan sesuatu yang buruk. Nathan bisa punya teman untuk menggantikan Jimmy."
"Jimmy tak bisa digantikan dengan apa pun! Dia anakku!" Tuan Drigory terlihat marah mendengar ucapan Lucy yang terlalu menggampangkan anaknya.
"Maaf," ucap Lucy. "Tapi kau harus dengarkan saranku. Jika kau ingin membalasnya perbuatan Peterson," ucap Lucy.
Tuan Drigory menghela napas. Ia mencoba berpikir tentang saran yang Lucy katakan.
"Peterson tak pernah bisa menolak wanita cantik dan innocent, Tuan Drigory," ucap Lucy.
Tuan Drigory menatap wajah Lucy. Ia tersenyum singkat, lalu memagut bibir wanita itu dengan penuh nafsu.
***
Nathan keluar dari mobil milik Viona. Ternyata ia benar-benar mengantar Viona dan Kimberly ke rumahnya.
"Kau langsung pergi begitu saja?" tanya Viona kepada Nathan yang pergi begitu saja dari setelah mengantar mereka.
"Tak ada yang ingin kukatakan," ucap Nathan sambil menoleh. "Saranku, jauhi keluarga Drigory."
Kimberly cukup terusik dengan ucapan Nathan. Ia keluar dari mobil dan menghampirinya. "Kalau begitu, aku bukan buruanmu lagi. Kau adalah Drigory," ucap Kimberly.
Nathan menatap wanita ini. Ia terlihat berpikir. Namun, entah apa yang dipikirkan saat ini. "Di kampus aku berbeda dengan di luar," ucap Nathan.
Kimberly tersenyum sinis. "Kau hanya mencari alasan. Katakan saja kalau kau melarang kami masuk ke rumahmu!" sahut Kimberly. "Jangan bertele-tele!"
"Kau sudah melihat apa yang terjadi. Apa aku harus jelaskan lagi? Hal seperti ini akan terus terjadi. Kau tak seharusnya ada di lingkungan seperti itu.
Viona segera turun dari mobil dan menghampiri dua remaja itu. "Aku akan bekerja di sana. Apa pun risiko yang harus kuhadapi," ucap Viona.
"Ibu!" pekik Kimberly.
Nathan tak kalah geram akan keputusan Viona. "kau tak takut dengan apa yang baru saja terjadi? Rumah kami tempat yang sangat berbahaya!" Nathan berusaha memperingati Viona.
"Ibu ingin bunuh diri?" timpal Kimberly.
"Gaji di sana sangat tinggi, Kim. Ibu tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Kapan lagi ibu akan mendapatkan gaji sebesar itu? Kau bisa kuliah dengan tenang," jawab Viona.
"Kalau begitu aku berhenti kuliah!" Tiba-tiba Kimberly mengajukan keputusannya.
"Kim! Kau tak boleh tidak kuliah. Akan jadi apa kau jika tak memiliki pendidikan tinggi?" amuk Viona. Di dunia ini tentu saja tak ada orang tua yang mau anaknya hidup menderita kelak.
"Aku tak ingin kau mati," ucap Kimberly.
Viona sungguh terkejut mendengar ucapan sang putri. Entah kenapa itu begitu menohoknya. Ia baru sadar, Kimberly hanya punya dia di dalam hidupnya. Jika terjadi sesuatu padanya. Maka Kimberly akan sebatang kara.
"Kau benar, Sayang. Ibu tak berpikir sejauh itu. Seharusnya ibu memikirkanmu," ucap Viona. Ia kemudian memeluk sang putri.
Nathan merasa aneh melihat kedekatan anak dan ibu itu. Ia tak pernah bertemu ibunya sejak kecil. Karena merasa sudah tak diperlukan. Nathan pun pergi meninggalkan mereka begitu saja.
"Kenapa aku harus melihat omong kosong seperti ini?" gerutu Nathan sambil berjalan.
Bersambung ....
maaf kalau ada bab yang nggak beres bisa di uncollection dulu setelah itu di collection lagi. terimakasih