Nathan berjalan dengan langkah cepat sambil menggandeng tangan Kimberly di tengah kegelapan. Kimberly sendiri tak mengerti, sebenarnya apa yang terjadi?
"Dia siapa?" tanya Kimberly. "Kenapa kau meninggalkan dia sendirian di tengah kebun itu?"
Nathan tak menjawab pertanyaan Kimberly. Raut wajahnya begitu serius hingga Kimberly menjadi lebih takut. Nathan lebih menakutkan dibandingkan dengan suara tembakan tadi.
"Kenapa kau diam saja?" tanya Kimberly.
"Diamlah! Kau harus segera sampai di rumahmu!" kata Nathan. Suaranya berubah. Tak sama saat tadi ia menggoda Kimberly. Ada sesuatu yang tidak dipahami oleh Kimberly melihat ekspresi wajah dan suara Nathan yang seketika berubah.
Ucapan Nathan membuat Kimberly tak melanjutkan pertanyaannya lagi. Ia memilih dia. Sambil berjalan bergandengan tangan dengan Nathan. Lebih tepatnya digenggam.
Begitu sampai di rumah Kimberly. Nathan segera meminta Kimberly untuk masuk.
"Cepat masuk," kata Nathan.
"Aku akan masuk. Kau pergilah. Wanita itu menunggumu," kata Kimberly.
"Cepat masuk," kata Nathan.
"Aku akan masuk setelah kau pergi .... "
"Mana kunci rumahmu!" Nathan tampak begitu emosi.
Kimberly tak mengerti kenapa Nathan membentaknya. "Ada apa denganmu? Kenapa kau marah padaku?"
Kimberly sama sekali tak mengerti apa yang salah darinya.
Nathan menghela nafas kasar. Ia malah naik ke atas menuju pintu masuk rumah Kimberly dan berusaha untuk membukanya.
"Hei! Apa yang kau lakukan?" Kimberly segera menghampiri Nathan. Dan ia menarik tangan pria itu.
"Mana kuncinya?" tanya Nathan.
Kimberly mengeluarkan kunci rumahnya. Baru sebentar, Nathan sudah merebutnya.
"Hei!" pekik Kimberly. Ia tak habis pikir dengan sikap Nathan ini.
Nathan segera membuka pintu rumah Kimberly dengan kunci itu. "Masuk!"
"Apa-apaan kau?" Kimberly tak terima dengan perlakuan Nathan. "Kenapa kau memerintahku? Sebenarnya ada apa? Kalau kau punya urusan dengan wanita itu, jangan libatkan aku! Aku tak tahu apa-apa!" bentak Kimberly.
"Justru karena kau tak tahu apa-apa .... " Nathan ingin menjelaskan, tapi ia tak bisa mengatakan apa-apa pada Kimberly. "Masuklah, kumohon. Aku tak bisa pergi sebelum melihatmu masuk," ucap Nathan.
"Kenapa? Katakan alasannya kenapa? Jangan membiarkanku bertanya-tanya!" pekik Kimberly.
"Gadis itu adalah anak walikota," ucap Nathan.
"Lalu apa masalahnya?" tanya Kimberly masih tak mengerti.
Nathan menoleh di sekeliling. Ia tak melihat mobil ibunya Kimberly. Itu berarti sang Ibu masih berada di rumahnya untuk bekerja. Nathan pun segera menggiring Kimberly masuk ke dalam rumah dan ia cepat-cepat menutup pintu rumah, lalu menguncinya dari dalam.
Kimberly hanya bisa bertanya-tanya di dalam hati, kenapa pria ini begitu ketakutan. Ada masalah apa Nathan dengan anak walikota?
"Nara adalah kekasih Jimmy," jawab Nathan.
"Jimmy, kakakmu yang sudah meninggal?" tanya Kimberly.
"Kau ingat serial mafia yang kau tonton di televisi?" tanya Nathan
"Iya," jawab Kimberly. "Memangnya apa hubungannya?"
"Bagaimana hubungan pemerintah dengan kelompok mafia di serial itu?" tanya Nathan sekali lagi.
"Tentu saja mereka tidak akur," jawab Kimberly.
"Sekarang kau mengerti kenapa aku harus segera melindungimu?" Kata Nathan.
"Tapi aku tidak ada hubungannya dengan kalian, kan?" Kimberly masih tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Nathan.
"Kau tak tahu dunia macam apa yang terjadi di sekelilingku, Nona Watson. Karena kau tak tahu apa-apa, makanya aku tak ingin melibatkanmu dalam hal ini."
Kimberly dan Nathan saling menatap satu sama lain. Padahal dia ini adalah pria yang paling dibenci oleh Kimberly. Tapi kenapa saat ini sikap Nathan begitu berbeda. Kenapa Nathan ingin melindungi Kimberly.
"Lalu bagaimana dengan wanita itu?" tanya Kimberly.
"Suruhan ayahnya pasti sedang mencarinya sekarang," jawab Nathan. "Kalau kita berada di sana dan bertemu dengan suruhan walikota, aku takut sesuatu akan terjadi padamu," kata Nathan. "Dia adalah seorang pejabat. Tak ada yang tahu apa yang akan dia lakukan, saat ia berkuasa seperti sekarang ini."
Kimberly masih tak percaya dia terlibat hal seperti ini. "Bagaimana mungkin seorang mafia melindungi gadis biasa sepertiku? Kita tak mengeenal sebelumnya. Aku bahkan sangat membencimu."
"Aku juga sangat membencimu, tapi aku tak mungkin membiarkanmu terbunuh begitu saja. Aku masih punya otak untuk tidak memperkeruh suasana yang terjadi antara ayahku dan walikota," kata Nathan.
"Kau tak takut mengatakan hal ini kepadaku? Aku adalah warga di sini. Tentu saja aku harus berpihak kepada walikota daripada kepada seorang mafia," ucap Kimberly.
"Aku juga tak tahu kenapa aku mengatakan omong kosong ini kepadamu. Aku akan di sini sampai ibumu pulang," jawab Nathan.
Kimberly masih saja mengkhawatirkan Nara. "Bagaimana dengan wanita itu? Dia berada di kebun sendirian."
"Setelah ibumu datang. Aku akan segera menemuinya. Kalau dia sudah tidak ada, berarti aku tak perlu menemuinya lagi. Pasti suruhan ayahnya sudah menemukannya," jawab Nathan.
Saat ini posisi Nathan sedang memeluk pinggul Kimberly dengan erat. Ia bisa merasakan tangan kekar Nathan membelit tubuhnya Kimberly bisa merasakan aroma tubuh Nathan yang menusuk melalui kedua lubang hidung. Selain ayahnya, Kimberly tak pernah sedekat ini dengan seorang pria.
Jantung Kimberly berdetak kencang. Namun perasaan itu bukan sesuatu yang berdebar seperti bunga sakura yang sedang bermekaran. Tetapi seperti bara api yang membara menghantam setiap sel darah yang mengalir dalam tubuhnya. Pria ini sangat menakutkan bagi Kimberly. Tapi di saat yang bersamaan ia menganggap Nathan menyimpan sesuatu yang sangat berbeda jauh dengan image-nya sebagai anak seorang mafia.
"Bisakah kau melepaskan tanganmu. Aku tak suka dengan aroma tubuhmu," kata Kimberly tiba-tiba merusak suasana yang ada.
Seketika itu juga Nathan melepaskan jeratan tangannya kepada Kimberly. Tiba-tiba saja suasana menjadi aneh. Mereka berdua tak bicara tapi atmosfer di sekeliling mereka seperti tarik-menarik mendukung mereka untuk kembali mendekatkan tubuh masing-masing.
"Duduklah. Akan kubuatkan kau teh hangat," kata Kimberly. Ia lantas berjalan ke dapur sebelum itu ia meletakkan tasnya di sofa ruang tamu.
Setelah Kimberly ke belakang, raut wajah Nathan terlihat begitu bingung. Berkali-kali ia mengacak-ngacak rambutnya. Berkali-kali pula ia menoleh melalui jendela. Ia ingin memastikan tak ada siapa pun yang mengikutinya bersama Kimberly.
Kimberly mengisi ceret dengan air, lalu merebusnya di atas kompor. Sambil menunggu air itu mendidih kembali menyiapkan dua cangkir dan juga dua teh bunga Rosella. Ia tak memberikan gula pada teh itu. Sambil menunggu sesekali ia menoleh ke arah depan memastikan kalau Nathan masih ada di sana.
Sebenarnya bukan hanya Nathan yang takut. Kimberly pun takut. Kenapa di antara semua peristiwa yang ia alami, harus terjadi peristiwa menyeramkan seperti ini kepada Kimberly. Kenapa juga dia harus terlibat dengan seorang mafia. Padahal dia hanya seorang gadis biasa.
"Apa kau tahu jam berapa ibumu akan pulang?" tanya Nathan dari arah ruang tamu.
"Ibuku bilang, sebelum jam makan malam dia akan sampai di rumah," ucap Kimberly.
Nathan melihat ke arah jam dinding. Jarum jam menunjukkan angka enam di jarum pendek dan sembilan di jarum panjang.
"Lima belas menit lagi jam makan malam. Kau yakin ibumu akan segera pulang?" tanya Nathan. Padahal Nathan tahu kalau ibunya Kimberly bekerja di rumahnya.
"Entahlah. Aku tak tahu," jawab Kimberly.
Nathan kemudian berdiri dan menghampiri Kimberly di dapur.
"Kenapa kau begitu tak peduli dengan ibumu sendiri?" tanya Nathan.
Bersambung .....