Chereads / Jerat Cinta Tuan Muda Alva / Chapter 17 - Pagi yang Menyebalkan

Chapter 17 - Pagi yang Menyebalkan

Pagi ini untuk pertama kalinya Rania terbangun di tempat yang asing baginya. Ya, sangat asing karena jelas malam ini dia menginap di apartemen bosnya.

Seperti dugaan Rania jika lelaki itu tak mungkin berbuat macam-macam padanya. Bahakan Alva sama sekali tidak ada keluar kamar setelah memutuskan untuk tidur kemarin malam.

Mengingat hari ini Rania bukan hanya harus mengurus dirinya sendiri, jadilah wanita segera membersihkan diri. Bagaimanapun juga, Alva sudah mewanti-wanti agar Rania mengurus segala keperluan laki-laki itu.

Rania sengaja tidak berlama-lama saat di kamar mandi. Dia tidak ingin mendapatkan ceramah pagi-pagi dari lelaki itu.

"Huft, sebaiknya nanti saja aku siap-siap. Sekarang aku harus membuatkan dulu sarapan untuk Tuan Alva," gumam Rania memilih untuk bersolek setelah menyiapkan keperluan Alva.

Jadilah setelah beres memakai baju, wanita itu segera beranjak keluar untuk mempersiapkan sarapan.

Begitu sampai di dapur, Rania mengernyit melihat Alva yang sudah duduk manis sembari menikmati rori bakar.

Perasaan Rania sudah mulai tidak enak melihat pemandangan itu karena sudah pasti dia akan mendapatkan ceramah dari Alva lagi.

"Tu-an, maaf saya terlambat bangun. Saya benar-benar minta maaf Karena …."

"Sudahlah, Rania. Sebaiknya kamu ikut sarapan juga! Kita harus pergi ke kantor setelah ini. Tentu kamu tidak lupa dengan jadwal kerjaku hari ini, kan?" ujar Alva tanpa menoleh sedikitpun ke arah Rania.

"I-iya, Tuan."

Rania segera duduk di depan Alva. Di hadapannya sudah ada roti bakar sama seperti yang terhidang di depan Alva.

"Makanlah! Aku sengaja membuatnya untuk sekretaris ku yang cekatan. Semoga kamu bisa semakin rajin lagi ya, Rania. Aku sangat suka melihat kamu masih tidur pulas padahal hari sudah siang. Itu membuatku benar-benar kagum padamu, Rania," sindir Alva dengan senyum yang menghiasi bibirnya.

Rania langsung mengerucutkan bibirnya mendengar sindiran Alva. Bukan hal baru lagi kalau lelaki itu bermulut pedas. Namun setiap mendengarnya, tetap saja membuat Rania benar-benar gemas ingin mencekik laki-laki itu.

"Maaf, Tuan. Habisnya kasur Anda terlalu nyaman sampai saya tidak sadar kalau hari sudah pagi," kilah Rania berusaha menampilkan senyum manisnya.

"Oh, benarkah? Hem, pantas saja kemarin kamu masuk pagi sekali. Saya kira kamu tukang tidur, tapi ternyata saya salah paham. Maafkan saya, Rania. Saya sudah berburuk sangka padamu. Ayo makan roti bakarnya setelah itu kita harus berangkat ke kantor untuk mulai melakukan pekerjaan yang sudah menumpuk minta diselesaikan," ujar Alva mempersilahkan Rania menikmati sarapannya.

Rania langsung mendengus kesal mendengar perkataan Alva. Namun tak urung wanita itu tetap menikmati sarapannya karena tak mau membuat Alva semakin bermulut pedas.

"Apa enak?" tanya Alva menatap lekat manik mata Rania.

Tentu itu membuat Rania menghentikan gerakan tangannya dan balas menatap Alva sembari menganggukan kepala.

"Hem baguslah kalau kamu suka. Barusan aku hanya menambahkan sedikit sianida ke dalam roti milikmu itu. Sepertinya, itu akan lumayan membuat kamu kejang-kejang," ujar Alva membuat Rania membulatkan mata kaget.

Wanita itu refleks memuntahkan roti yang sudah dia telan meskipun susah. Sepertinya, dia takut kalau Alva benar-benar melakukan percobaan pembunuhan padanya.

Sedangkan Alva yang melihat kelakuan Rania, langsung tertawa terbahak-bahak. Itu membuat Rania semakin takut saja.

"Hahaha … Astaga, Rania. Sepertinya kamu itu memang suka sekali berpikiran buruk tentang diriku. Tapi ya sudahlah, aku tunggu lima menit lagi di loby. Kalau kamu tidak turun juga, aku akan meninggalkan kamu sendirian di sini," ujar Alva sembari beranjak dari duduknya.

"Astaga, benar-benar bos gila! Apa dia benar-benar meracuniku? Atau hanya ingin membuat aku jantungan saja?" gumam Rania penuh tanya.

Namun tak urung Rania buru-buru bersiap karena tak ingin membuat Alva marah. Bisa-bisa, Alva akan benar-benar membunuhnya jika dia kembali telat masuk Kantor.

Gadis itu menata rambutnya asal. Lalu menyambar tasnya yang sedari kemarin malam sudah dia siapkan. Tak Rania pedulikan penampilannya yang tanpa polesan makeup sama sekali. Yang penting sekarang, Rania bisa segera menyusul Alva yang sudah lebih dulu ke turun ke bawah.

Dengan tergesa Rania menyeret langkahnya untuk masuk ke dalam lift. Beruntunglah karena di sana hanya ada unit apartemen Alva, jadi Rania tidak perlu rebutan dengan penghuni lain.

"Duh, waktu tinggal satu menit lagi. Mudah-mudahan saja Tuan Alva tidak meninggalkan aku. Bisa-bisa aku akan kembali telat masuk kantor," gumam Rania resah.

Lift yang sejatinya berjalan normal, bagi Rania yang terburu-buru justru itu sangat lelet. Gadis itu tampak menghentakkan kakinya tidak sabaran karena ingin segera keluar dari sana.

Beruntunglah lift itu akhirnya terbuka. Rania segera berlari untuk menyusul Alva ke parkiran. Tak ingin Rania menengok jam di tangannya karena pasti waktu sudah sangat terlambat. Bisa-bisa, itu membuatnya jantungan tanpa mau memastikan lebih dulu apa Alva benar-benar sudah pergi atau tidak.

Beruntunglah sampai di parkiran Rania masih melihat mobil Alva terparkir rapi di sana. Gadis itu segera masuk ke dalam mobil bosnya dengan nafas yang ngos-ngosan.

"Apa kamu baru saja dikejar hantu?" tanya Alva menoleh pada Rania yang duduk di sampingnya.

"Bukan hantu, tapi sejenis jin," sahut Rania malas.

Alva hanya manggut-manggut seolah percaya apa yang Rania katakan. Itu benar-benar terlihat menyebalkan di mata Rania.

"Kenapa enggak jalan juga, Tuan? Katanya tadi cuman lima menit?" tanya Rania heran karena Alva tak kunjung melajukan mobilnya.

"Masih ada satu menit, Rania. Aku memberikan kamu kompensasi 2 menit untuk pagi ini. Mungkin kamu mau di-make up dulu gitu. Atau mungkin kamu ingin minum dulu," ucap Alva begutu santai.

Mendengar angin segar dari Alva, Rania segera mengambil peralatan makeup di slaam tasnya. Meskipun cuman satu menit, namun Rania tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu untuk sekedar memoles lipstik di bibirnya.

Namun, saat sedang asyik-asyiknya memoles lipstik, tanpa aba-aba Alva melajukan mobilnya. Bukan dengan kecepatan sedang, akan tetapi langsung dengan kecepatan tinggi. Tentu itu membuat pipi Rania tercoreng lipstik yang sedang dia gunakan.

"Tuan, apa Anda memiliki dendam pribadi pada saya, hah?" kesal Rania ingin sekali menangis karena kelakuan menyebalkan Alva pagi ini.

"Dendam pribadi? Ayolah Rania, aku tidak sejahat itu hingga memiliki dendam pada sekretaris ku sendiri," sahut Alva santai.

"Kalau begitu, kenapa sedari tadi Anda suka sekali mengerjai saya? Lihatlah lipstik ini malah sekarang blepotan gara-gara Tuan yang langsung melajukan mobil tanpa aba-aba," keluh Rania dengan mimik wajah sedihnya.

"Kamu hanya berburuk sangka padaku saja, Rania. Aku kan sudah bilang kalau aku hanya memberikan kamu kompensasi waktu satu menit. Jadi kalau waktunya sudah habis, terpaksa aku harus tancap gas," sahut Alva santai.

Rania yang mendengar jawaban Alva, langsung merutuk kelakuan bos-nya yang menyebalkan. Namun, Rania memang tak bisa melakukan apa pun mengingat Alva yang benar-benar menyebalkan. Laki-laki itu pasti selalu mempunyai jawaban untuk menyangkal tuduhan Rania. Jadi, lebih baik Rania diam saja dari pada semakin makan hati.