Chereads / Jerat Cinta Tuan Muda Alva / Chapter 11 - Bertemu Alvia

Chapter 11 - Bertemu Alvia

Dengan perasaan yang campur aduk, Rania berjalan mendekat ke arah sang Bos yang masih asik memeluk wanita yang entah siapa itu.

Sungguh Rania merasa penasaran siapa wanita yang mau dekat-dekat dengan lelaki batang loyo seperti bos-nya.

Aneh saja. Apalagi selama ini Alva tidak pernah terendus menjalin kasih dengan seorang wanita tapi tiba-tiba bisa berpelukan dengan begitu mesra dengan wanita di depannya.

"Ehem!" Rania berdehem untuk menyadarkan kedua orang yang masih asik lengket-lengketan itu. Jujur saja, menjadi nyamuk itu tidaklah enak.

Mendengar deheman Rania, sontak saja pelukan keduanya langsung terlepas lalu berbalik ke arah Rania berada.

"Siapa dia, Kak?" tanya si wanita penuh selidik.

Tatapannya seakan memindai penampilan Rania dari atas hingga bawah. Tentu saja itu cukup membuat Rania menjadi salah tingkah sendiri.

"Dia adalah sekretaris baru Kakak, Via," jawab Alva dengan gaya santainya.

"Sekretaris atau kekasih kakak?" tanya Alvia penuh selidik.

"Sekretaris, Via. Dia orang yang kali ini direkomendasikan Paman Kriss untuk bekerja denganku," jawab Alva meyakinkan.

Alvia tampak manggut-manggut mengerti dengan tatapan yang beralih pada Rania.

"Hay Kakak cantik. Kenalkan aku Alvia, adiknya Kak Alva," ucap Alvia sambil mengulurkan tangan pada Rania.

Rania langsung menerima uluran tangan gadis cantik di depannya dengan kikuk. Sungguh Rania malu karena sudah mengira yang tidak-tidak tentang Alvia.

"Saya Rania, Nona," sahut dengan senyum yang terlihat dipaksakan.

"Jangan sungkan padaku, Kak. Panggil saja aku Alvia. Aku tidak bekerja di perusahan kak Alva jadi Kakak dan aku bukan rekan kerja melainkan teman," ujar Alvia tak suka kalau Rania bersikap formal padanya.

Rania hanya bisa tersenyum sambil menganggukan kepala. Sungguh, saat ini Rania benar-benar masih tidak menyangka dengan sikap Alvia yang jauh dari kata sombong.

Meskipun seorang Tuan Putri dari keluarga kaya, tapi sepertinya tak sedikitpun terlihat kesombongan dalam diri wanita itu. Padahal, ini adalah pertemuan pertama mereka.

"Kak, kenapa diam saja? Apa kakak sama kak Alva sudah selesai belanja?" tanya Alvia menyentak lamunan Rania.

"Ah, maaf. Kami sudah selesai belanja, Via, ini kami mau pulang," jawab Rania apa adanya.

"Wah, kalau gitu mending kakak temenin aku nonton aja dulu. Aku bosan kalau harus jalan-jalan sendiri. Paling ditemenin, sama para bodyguard itu. Nyebelin kan," ketus Alvia dengan bibir yang tampak mengerucut lucu.

"Itu kakak lakukan demi kebaikanmu juga, Via. Kalau kamu sampai kenapa-napa, kakak juga yang repot," sela Alva tak ingin adiknya mengumbar betapa posesif nya dia pada dua wanita kesayangannya.

"Iya-iya, aku tahu. Tapi karena sekarang sudah ada kak Rania, aku boleh ya main sama dia," bujuk Alvia menatap kakaknya penuh pengharapan.

"Enggak! Rania harus segera pulang karena besok akan ada meeting besar di kantor. Nanti saja kakak temenin kalau kamu mau nonton. Kakak janji akan kembali lagi ke sini setelah mengantarkan Rania pulang," tolak Alva tak bisa mempercayai Rania begitu saja apalagi dia belum tahu benar bagaimana perangai gadis itu.

Tentu saja hal itu menjadi pertimbangan Alva karena dia tak ingin adiknya sampai kenapa-napa.

"Yah, Kakak! Aku enggak mau nonton sama Kakak! Nanti malah orang-orang ngiranya aku pacar kakak. Aku enggak mau ya kak, karena kalau begitu sampai kapan pun akan membuat aku tidak mendapatkan pacar," rajuk Alvia menolak usulan kakaknya.

"Heh, pacar-pacar! Kamu ini masih kecil, Via! Jangan bicarakan masalah pacar-pacaran, kakak tidak suka!" tegur Alva selalu sensitif kalau Alvia sudah membicarakan masalah pacar-pacaran.

"Tapi kan, Kak. Aku hanya …."

"Sudah! Sekali Kakak katakan tidak, maka jawabannya adalah tidak! Jangan berani melanggar apa yang Kakak katakan, Via. Kalau kamu mau nonton maka tunggu Kakak kembali lagi ke sini nanti," tegas Alva tak suka jika adiknya membantah.

"Ehem, Tuan! Kenapa tidak sekarang saja? Saya tidak keberatan kalau harus menghabiskan waktu sebentar untuk menemani Anda dan juga Nona Alvia menonton bioskop. Apalagi paling itu hanya menghabiskan waktu sekitar satu atau dua jam saja. Tidak akan membuat saya begadang apalagi sampai mengabaikan pekerjaan saya besok," sela Rania tak tega melihat Alva terlalu keras para adiknya.

"Heh, tahu apa kamu tentang adikku? Sekali aku katakan tidak, maka jawabannya adalah tidak! Kamu itu sekretaris, bukan penasehat. Jadi diamlah dan tidak usah ikut campur!" ucap Alva turut memarahi Rania.

"Tuan, bukan seperti itu. Saya hanya mencoba untuk …."

"Sudahlah, Kak, jangan mendebat kakakku. Sebaliknya kita langsung masuk saja ke dalam bioskop. Biarkan Kak Alva mengantar bayangan Kakak pulang setelah itu baru menyusul kita nanti," ajak Alvia langsung menggandeng tangan Rania menjauh dari Alva.

Tentu kelakuan gadis itu bukan hanya membuat Rania kaget, tapi juga Alva. Bahkan lelaki itu sampai bengong tak bergerak. Bagaikan patung yang kehilangan semangat hidupnya untuk bergerak.

"Kak, apa Kakak beneran enggak mau ikut sama kita?" teriak Rania yang sudah ada di ujung lift.

Alva yang mendengar teriakan adiknya, tampak mengerjapkan mata tersadar dari rasa terkejutnya.

"Heh, Via! Awas ya, kamu mulai bandel! Kakak enggak suka kamu bandel, Via!" teriak Alva penuh kekesalan.

Sedangkan Alvia hanya menjulurkan lidah meledek Alva lalu kembali menarik Rania untuk melanjutkan langkah mereka.

Alva yang melihat kelakuan adiknya, langsung mendengus kesal. Benar-benar perlu kesabaran ekstra untuk menghadapi bocah labil itu. Alvia selalu penasaran dengan hal baru dan sedang senang-senangnya bermain bersama teman sebayanya.

"Hish, bocah itu. Sebaiknya aku harus cari tahu asal usul Rania lebih detail. Aku tidak ingin jika adikku dalam bahaya," gumam dengan helaan napas panjang.

Tak mungkin terus mematung di sana, Alva memilih melangkahkan kakinya menyusul sang adik. Lagipula dia tidak mungkin membiarkan adiknya lepas pengawasan. Bagaimanapun juga, Rania masih termasuk orang asing bagi mereka. Dan mungkin saja gadis itu memiliki niat tak baik untuk keluarganya. Untuk itulah Alva harus selalu waspada.

Begitu sampai di depan bioskop, terlihat Alvia sedang mengantri membeli popcorn sementara Rania yang mengantri untuk membeli tiket. Alva yang melihat itu langsung menghampiri adiknya.

"Kamu duduk saja, Via!" ucap Alva membuat Alvia kembali mendelik.

"Kakak ini selalu saja begitu," kesal Alvia dengan bibir yang mengerucut.

"Turuti apa kata Kakak atau Kakak seret kamu pulang sekarang juga!" ucap Alva penuh ancaman.

"Iya, Kak," sahut Alvia akhirnya mengalah.

Gadis itu memilih segera beranjak duduk di kursi yang tersedia. Tak ingin dia membuat kakaknya semakin marah padanya dengan bertingkah mendengarkan apa yang lelaki itu katakan.

Dari pada tidak jadi menonton, lebih baik menuruti keinginan lelaki itu saja. lagipula Alva berlaku seperti itu juga karena terlalu sayang pada Alvia.