"Jangan terus-terusan memujiku," senyum Valdo tampan.
"Kenapa?" Lexa bertanya dengan polosnya.
"Bisa-bisa aku semakin menyukaimu," ucap Valdo kali ini dengan tatapan tajamnya.
Keheningan itu tercipta beberapa saat. Pipi dan telinga Lexa sudah memerah saja mencoba mencerna kalimat yang baru saja Valdo ucapkan kepadanya. Pria ini menyukainya? Ah, itu pasti hanya perasaan suka biasa saja kan? Sebagai teman? Tidak mungkin kan dia menyukainya lebih dari sekedar teman?
"Hahaha. Telingamu memerah. Apa kau baik-baik saja?" tanya Valdo sengaja menggoda.
"Ah, maaf. Ini benar-benar di luar kendaliku. Aku yang terlalu bingung saja mungkin mendengar ucapanmu barusan," ucap Lexa berusaha mengusap telinganya sendiri mengharap warnanya segera pudar.
Valdo berdiri dan sudah bersiap meninggalkan ruangan Lexa sebelum dia berkata, "tidak perlu bingung karena aku serius mengatakannya. Aku menyukaimu bukan seperti seorang teman menyukai teman lainnya, tapi seperti seorang pria menyukai wanita."
Pria itu berjalan meninggalkannya dengan perasaan dag dig dug tidak karuan. Walaupun untuk saat ini Lexa masih menganggapnya hanya teman dan terutama atasan, bagaimanapun ada seseorang yang mengatakan dia menyukaimu tentu akan memberi efek yang berbeda. Dia terlalu terpaku pada daun pintu di mana Valdo meninggalkannya begitu saja setelah mengucapkan kata-kata fantastis itu. Bahkan tidak menyadari ketika Jasper dan Nola sudah berdiri di hadapannya dan bahkan sudah berusaha menyadarkannya dari lamunan setinggi langit.
"Lexa, kamu baik-baik saja kan?" tanya Nola.
"Ah iya iya, ada apa? Kenapa?" ucap Lexa reflek saat Jasper menepuk pundaknya cukup keras.
"Astaga kau ini! Kenapa kau melamun?" tanya Nola ingin tahu.
"Aku tahu apa yang membuatnya melamun! Lebih baik segera keluar dari sana. Itu tidak baik!" ucap Jasper jelas.
"Apa? Apa yang dia pikirkan memangnya?" Nola ingin tahu.
"Tuan Valdo baru saja mengatakan dia menyukaimu kan? Tolong sadarlah! Kalian tidak akan pernah cocok satu sama lain. Kalian berbeda dalam banyak hal. Status sosial, pendidikan, keluarga, dan… lainnya!" tentu saja pria itu bicara dengan ketus.
"Tuan Valdo menyukainya?" mata Nola bahkan hampir mencelat dari tempatnya.
"Kalimat suka itu sama sekali tidak akan meruntuhkan dinding apapun. Justru seharusnya membuatmu membangun dinding yang lebih besar!" ucap Jasper lagi dengan lantang.
Lexa tidak pernah sakit hati pada ucapan siapapun. Kondisinya yang sebatang kara dan berasal dari keluarga miskin memang akan selalu melekat padanya sejak dia kecil. Terlalu banyak hinaan dan sindirian yang dia terima karena itu dan dia pikir semuanya telah membuatnya kuat. Ternyata perkiraannya salah karena setelah sekian lama, pria yang berdiri tak jauh dari hadapannya itu membuatnya hancur seketika.
"Kenapa kau bicara kasar seperti itu padanya? Aku memang tidak tahu apakah Tuan Valdo benar menyukainya seperti katamu, tapi itu sama sekali bukan urusanmu! Lihatlah, kau membuatnya bersedih!" Nola yang kini menyadari ada perubahan di raut wajah Lexa.
"Itu akan lebih baik daripada dia akan semakin sakit hati kedepannya," ucap Jasper sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan itu. Nola memanggil namanya beberapa kali, tapi pria itu sama sekali tidak menggubrisnya. Dia akhirnya mendekatkan diri pada Lexa dan bicara padanya.
"Aku minta maaf untuk Jasper. Dia memang kadang bodoh! Dia tidak tahu caranya berbicara dengan lembut pada semua orang," ucap Nola mencoba menenangkan.
Lexa mencoba tersenyum, "tidak apa. Benar kata Jasper, aku yang seharusnya sadar diri."
"Jadi, apa yang dikatakan Jasper itu…" Nola menerka-nerka.
"Ah, itu bukan apa-apa. Tuan Valdo memang mengatakan itu, tapi aku rasa terlalu banyak arti untuk itu kan? Dia hanya mengatakan dia menyukai cara kerjaku di sini," ucap Lexa tak ingin memperpanjang masalah.
"Ah begitu… tapi kenapa respon Jasper harus sampai seperti itu? Dia memang keterlaluan! Aku pasti akan memarahinya nanti!" Nola ingin menghibur Lexa tentu saja.
"Tidak apa. Aku tidak mau karena masalah sepele seperti ini kalian jadi berdebat. Terima kasih," senyum Lexa santai.
Nola memilih untuk kembali ke ruang kerjanya setelah memeluk Lexa dengan hangat. Beruntung, Nola memang memiliki sifat yang baik. Dia sepertinya memang tulus bisa menerima dia sebagai 'manusia'. Dirinya memang sudah biasa hidup tanpa teman dan rasanya dihargai saja sudah cukup baginya. Benar kata Jasper, dia tidak boleh mudah terlena dengan kata-kata seorang pria seperti Valdo. Pria itu jelas bisa mendapatkan wanita manapun yang bahkan 100 kali lebih baik darinya dari segala sisi. Bagaimana mungkin dia menyukai gadis seperti dirinya. Kalaupun mereka saling menyukai, kesempatan untuk bersama mungkin bahkan minus.
Tidak Lexa ketahui, bukan hanya Nola dan Jasper yang tidak sengaja melihat kedekatan mereka, tapi juga seseorang yang saat ini sedang berada di depan laptopnya memantau kamera CCTV di sana. Entah apa namanya perasaan yang kini dia rasakan, Vano hanya tuidak menyukai apa yang dilihatnya. Sejak pertama kali melihat Lexa, dia sudah merasakan hal aneh ini yang biasanya tidak dia rasakan ke calon mangsanya yang lain. Belum menemukan jawaban, sang adik Valdo justru sudah lebih dulu mengutarakan perasaannya pada Lexa. Valdo yang ingin tahu apa sebenarnya yang dia rasakan, memilih untuk membiarkan Valdo mendekati Lexa. Jujur setelah sekian lama, Vano bisa melihat sang adik kembali tersenyum dan itu membuatnya sangat lega, meskipun ada rasa tak nyaman karena Lexa yang berhasil membuat Valdo.
Vano selama ini sebenarnya merasa bersalah karena sudah tidak sengaja merubah Valdo menjadi manusia serigala sepertinya. Dia hanya terlalu gengsi untuk mengakui apalagi meminta maaf. Seperti yang dikatakannya, dia ingin adiknya menjadi sosok yang lebih kuat dan tegar menerima takdirnya kini. Sebagai kakak, dia juga sama sekali tidak pernah mengharapkan hubungan antara mereka menjari renggang. Hanya saja sepertinya karena Valdo merasa lebih nyaman menjalaninya seperti ini, Vano memberinya kesempatan. Hal yang tidak dia sadari justru memperparah hubungan mereka.
Tanpa dia sadari, pintu itu terbuka dan sosok Valdo sudah berada di sana. Mereka saudara kandung, tapi rasanya berdiri bersisihan sangat jauh.
"Lagi-lagi kau datang untuk menemui Lexa? Aku pikir menyukainya adalah caramu menganggu siklus makanku. Kau selalu menjadi yang paling menentangku memakan manusia kan?" Vano membuka percakapan.
"Aku memang selalu tidak suka saat kau makan manusia. Lexa sama sekali bukan penjahat seperti yang biasa kau lakukan!" ucap Valdo mengingatkan.
"Kau tahu sendiri jumlah penjahat saat ini menurun drastis apalagi semenjak para manusia tahu ada sosok yang harus mereka takuti saat berbuat jahat. Aku hanya berusaha bertahan hidup!" Valdo tentu saja membela diri.
"Selalu ada cara lain! Kau pernah melewati hari-hari dengan makan binatang! Kenapa tidak kembali keakarmu?" ucap Vano tak kalah ketus.