Mereka akhirnya tiba di rumah Vano. Ya saudara kembar itu membawa Lexa ke sana. Bisa dilihatnya di bawah, Valdo juga sudah menunggu di sana. Sepertinya dia juga sudah mendengar mengenai apa yang terjadi di perusahaan Gold Lycaon. Helikopter itu mendarat dengan mudah satu per satu mereka turun. Valdo menatap Lexa dengan wajah khawatir dan segera memeluk gadis itu yang masih kebingungan setengah mati.
"Ck, apa-apaan kalian ini! Lebih baik masuk sana ke dalam rumah. Aku dan mereka akan pergi ke ruangan kerja kami," ucap Vano saat itu segera jengah.
"Hm, Tuan Vano," panggil Lexa cepat.
Vano yang merasa dipanggil namanya segera menoleh.
"Terima kasih ya," ucapnya singkat membuat Vano mau tak mau merasa bangga.
"Bukan masalah besar!" ucap Vano yang akhirnya pergi diikuti dua pria kembar di belakangnya itu.
"Lexa, aku tahu kau sedang ketakutan saat ini. Ayo ikut aku masuk ke dalam rumah. Rumah kami ini aman. Pelayan nanti akan membawakan makanan dan minuman untukmu. Aku juga akan mengenalkanku pada ibuku," senyum Valdo yang terlihat ceria seolah tidak terjadi apa-apa.
"Kenapa kau bisa begitu tenang? Tadi aku melihat bany-"
"Iya aku mengerti. Vano dan Jasper juga Javier sedang menanganinya. Kau tidak perlu khawatir tentang itu," ucap Valdo jelas mencoba mengalihkan pembicaraan.
Bagaimanapun Lexa belum bisa akan tenang sebelum dia mengetahui apa yang terjadi. DIa pasti harus bertanya pada Vano mengenai apa yang dia lihat di dalam perusahaan tadi. Lexa yang dituntun masuk itu justru terkagum kini dengan rumah yang kini dia pijak. Rumah itu benar-benar besar dan lebih mirip seperti istana. Helikopter yang sebelumnya dia tumpangi ternyata berhenti di halaman belakang keluiarga Lycaon. Halaman yang sangat hijau juga luas yang dari sudut pandang manapun sangat memanjakan mata. Kini dia sudah dihapadapkan pada rumah khas Eropa yang sangat besar dan mewah. Rasanya bahkan mungkin lebih besar dari sleuruh apartemennya.
"Ini rumahmu?" tanya Lexa dengan bodohnya.
"Hahaha. Ya sebenarnya memang bukan rumahku. Ini rumah ibuku, itu dia di sana," senyum Valdo mengembang saat melihat ibunya menuruni anak tangga.
"Valdo, siapa ini?" tanya sang ibu dengan sangat lembut.
"Ah, ini Lexa, Bu. Dia yang pernah aku ceritakan padamu itu," ucap Valdo dengan kedipan mata.
"Menceritakan aku?" tentu saja Lexa bingung.
"Iya, Valdo memang pernah menceritakan kau padaku. Aku tidak heran sekarang karena kau memang cantik," senyum Bu Laila yang tulus.
"Ah, nyonya sangat melebihkan. Aku, Lexa Giovanni Ita. Nyonya bisa memanggilku Lexa," tentu saja Lexa membungkuk untuk menunjukkan sopan santunnya.
"Lexa, aku Laila. Hm, kau boleh memanggilku ibu kalau kau mau," senyum Bu Laila menyentuh puncak kepala gadis itu yang segera membuatnya berlinang air mata.
"Ah, saya rasa sangat tidak pantas memanggil Nyonya dengan sebutan seperti itu. Aku… hanya karyawan rendahan di perusahaan yang di pimpin oleh anak nyonya. Bagaimanapun Nyonya ini adalah atasan saya juga," ucap Lexa tentu menolak dengan halus.
"Jangan coba-coba melanggar perkataan ibuku. Dia sangat seram kalau marah," ucap Valdo saat itu.
"Itu benar. Panggil aku ibu saja mulai sekarang ya dan jangan menolak!" Bu Laila berucap tegas.
"Baiklah, B-bu," ucap Lexa ragu.
Sesungguhnya, entah sudah berapa lama dia tidak pernah lagi mengucapkan kata seperti itu. Entah ayah atau ibu rasanya sudah begitu tabu untuk diucapkan. Sekarang ada seorang wanita yang terlihat sangat baik, mendadak meminta Lexa untuk memanggilnya dengan sebutan ibu. Tentu saja ini hal yang sangat besar baginya. Air mata yang hampir menetes itu segera dihapus cepat oleh Lexa dan digantinya dengan senyuman ramah sepenuhnya.
"Aku mendengar ada kejadian buruk di perusahaan. Apa kau baik-baik saja? Kau pasti sangat ketakutan," tanya Bu Laila yang menuntun Lexa bergerak ke arah sofa.
"Iya sejujurnya aku masih sangat takut bahkan hingga saat ini. Itu semua benar-benar pengalaman pertama bagiku," ucap Lexa yang duduk di sisi Bu Laila kini.
"Itu pasti sangat mengerikan. Aku harap kau mengerti bahwa terkadang persaingan bisnis bisa membuat orang begitu jahat. Apapaun itu, Vano pasti akan segera menyelesaikannya. Aku harap kau jangan terlalu khawatir ya. Pelayan sedang menyiapkan makanan dan kamar. Kau juga bisa beristirahat di sini," Bu Laila memang benar-benar baik.
"Ah, iya nyo, hm, maksud saya Ibu," ucap Lexa akhirnya.
"Baiklah aku pamit dulu. Valdo akan menemanimu," ucap Bu Laila lagi.
Bu Laila bisa melihat dengan jelas bagaimana Valdo menatap Lexa dengan penuh cinta. Wanita paruh baya itu lega karena Valdo bisa menemukan wanita yang tepat. Usianya memang boleh muda, tapi dia tahu putranya itu tidak pernah main-main dalam urusan perasaan. Dia tahu bagaimana sulitnya mendapatkan perhatian kedua anaknya itu jadi ketika ada seorang perempuan yang bisa melakukannya, dia pasti adalah gadis yang spesial. Bu Laila berlalu setelah menatap keduanya dan pelayan yang datang mengantarkan minuman. Tidak hanya satu tapi tiga jenis minuman. Susu hangat, jus jeruk, dan juga teh hangat.
"Minumlah, Lexa," senyum Valdo yang kini duduk di sisi gadis itu.
"Kenapa banyak sekali?" tentu saja Lexa bingung.
"Aku tidak tahu apa yang kau suka jadi aku minta pelayan menyiapkan ketiganya. Kalau kau ingin sesuatu yang lain juga pelayan bisa menyiapkannya," ucap Valdo bersemangat.
"Valdo, ini cukup," ucap Lexa yang akhirnya mengambil jus jeruk dan bergerak meminumnya.
"Setelah ini aku akan antarkan kau ke kamar. Nanti ada pelayan yang akan menyiapkan pakaian untukmu," ucap Valdo santai.
"Kenapa terlalu berlebihan? AKu baik-baik saja. Aku bahkan bisa pulang ke apartemenku sendiri setelah ini," ucap Lexa.
"Tidak! Di sinilah dulu setidaknya sampai Vano kembali," ucap Valdo lagi meyakinkan.
Sejujurnya Lexa masih tidak mengerti kenapa dia harus berada di rumah keluarga Lycaon. Dia ini hanya karyawan rendahan dan sama seperti karyawan lainnya, seharusnya dia bisa pulang ke rumah masing-masing setelah kejadian mengerikan tadi. Dia tidak ingin berdebat dan akhirnya Valdo mengantarnya ke kamar tamu. Kamar yang lagi-lagi membuat Lexa menatap kagum karena besarnya mungkin dua kali unit apartemennya. Kamar yang terlihat seperti kamar seorang putri di film kerajaan.
"Wow, kamar ini sangat indah," ucap Lexa spontan.
"Tentu saja, untuk seseorang yang indah diperlukan kamar yang indah juga kan," senyum Valdo terlihat senang.
"Hehehe. Kau tidak pernah berhenti menggodaku," tawa renyah Lexa.
"Aku sama sekali tidak mengatakannya untuk menggodamu. Aku hanya mengutarakan perasaanku," ucap Valdo santai membuat Lexa menggeleng.
Lexa menikmati waktunya sendiri untuk beristirahat. Sejujurnya dia memang membutuhkan tidur. Bekerja di Gold Lycaon Company yang jam kerjanya padat membuatnya jawadal tidurnya berantrakan belakangan. Dia belum bisa menyesuaikan diri dengan seluruh beban pekerjaan ini dan itu seringkali membuatnya mengantuk di jam kerja. Sekarang sepertinya adalah saat yang tepat untuk beristirahat apalagi dengan kondisinya yang masih syok.