"Lebih baik kalian pergi sekarang sebelum aku menjadi sangat marah! Sadarlah, kau tidak akan menang melawanku saat ini!" ucap Arie yang mengantarkan Vano dan dua saudara kembar itu pergi dari hotel tempat Arie tinggal.
Terpaksa mereka memang kembali ke rumah Vano, lebih tepatnya di tempat persembunyian mereka selama ini. Terlalu sakit untuk bicara, wajah Vano sudah babak belur karena luka. Valdo yang kebetulan berada di dalam kamarnya, bisa melihat Vano dituntun keluar dari mobil. Dia tentu saja penasaran dan ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi kesana.
"Sialan!" masih sempat Vano mengumpat.
"Apanya yang sial? Kau saja yang memang keras kepala! Dari awal aku sudah mengatakannya padamu, kita tidak akan bisa mengalahkan mereka!" ucap Javier yang segera mencari es batu di dalam kulkas untuk mengompres kepalanya.
"Hmh, aku entahlah. Aku juga tidak tahu kenapa aku tidak datang dengan perhitungan," ucap Vano juga kesal.
"Tujuannya sudah jelas ketika dia datang kemari. Apa lagi yang masih harus diperbincangkan? Kau mendahulukan emosimu yang sangat mungkin membahayakan dirimu sendiri!" Jasper menjadi marah.
"Apa menurutmu kita harus mengikuti saran Arie? Dia menawarkan gencatan senjata kan?" tanya Javier kali ini yang duduk di salah satu kursi.
Saat itulah Valdo masuk ke dalam ruangan itu, "apa sarannya?"
Semua mata tentu tertuju pada sosok Valdo yang berada di ambang pintu.
"Hmh, kau peduli sekarang pada kelompok ini?" sindir Vano tentu saja yang mengusap wajahnya sendiri.
"Koreksi, selama ini aku selalu peduli. Aku hanya tidak setuju caramu melakukannya. Kau tahu itu!" ucap Valdo berjalan masuk.
"Sudahlah! Sudah bukan waktunya untuk bertengkar!" ucap Javier kali ini.
"Hmh, katakan saja padaku mengenai tawaran gencatan senjata tadi!" Valdo melihat ke arah Javier.
"Sebenarnya Arie kesini datang selain untuk kalian adalah untuk seseorang yang kita belum tahu siapa. Keturunan terakhir Dewa Zeus yang legendaris itu lah salah satu alasannya kemari. Dia menawarkan kerjasama pada kita untuk bersama memburu siapapun itu," ucap Jasper menjelaskan.
"Owh, apa kita sudah menemukan titik terang?" tanya Valdo penasaran.
"Belum, tapi… sebenarnya aku merasakan ada sesuatu yang aneh mengenai Lexa," ucap Jasper yang tentu saja cepat mendapat tatapan dingin dari Vano dan Valdo.
"Ada apa dengannya?" tanya Valdo penasaran.
"Begini, aku sudah banyak mempelajari tentang keturunan terakhir itu belakangan ini. Aku mencoba mendata dan mengurut siapa saja sebenarnya keturunan Dewa Zeus di Bumi. Karena sedikit banyak Arie sudah membantu kita dengan mengatakan bahwa orang itu ada di Perancis, aku mencoba mencari tahu tentang mereka. Aku tahu Arie pernah datang ke Perancis tujuh belas tahun lalu dan saat itu memang banyak sekali orang yang mati mencurigakan dan walau manusia tidak bisa melihatnya, Arie selalu meninggalkan tanda yang sama di setiap kejadian, yaitu jejak kaki. Aku sudah melacak semua kejadian itu dan mencari tahu siapa saja yang masih hidup hingga saat ini."
"Lalu, kau sudah menemukannya?" tanya Vano lagi.
"Nah, masalahnya, keturunan mereka pun sudah dibinasakan oleh Arie. Hanya satu, seorang anak yang identitasnya sama sekali tidak pernah Arie ketahui karena orangtuanya sudah melindunginya jauh-jauh hari. Infonya dia bahkan sudah hidup dengan kerabatnya, kemungkinan kakek dan neneknya sejak dia masih sangat kecil. Tidak ada foto, tidak ada bukti kehidupan, tidak ada jejak apapun di rumah yang bisa ditemukan," Jasper menegaskan.
"Lalu di mana hubungannya dengan Lexa?" tanya Valdo penasaran.
"Begini, kesamaan dari seluruh keturunan Dewa Zeus adalah mantra. Mantra yang akan hanya bisa bekerja ketika salah satu dari mereka yang merapalkannya. Aku membaca apa yang bisa mantra itu lakukan dan katanya itu dapat menyerap energi manusia serigala dengan cepat. Membuatnya lemah hanya dalam hitungan menit dan merubahnya kembali menjadi manusia. Begitupun sebaliknya saat mereka ingin merubah seseorang menjadi manusia serigala yang sebenarnya adalah merupakan sebuah hukuman pada jaman dahulu kala. Nah, dulunya mantra ini ditulis dalam sebuah buku. Seiring berjalannya waktu buku itu sudah hancur karena ulah manusia serigala seperti Arie. Pada akhirnya, seorang keturunan Dewa Zeus memasukkan mantra itu ke dalam sebuah liontin. Nah, liontin itu bentuknya sangat mirip dengan liontin milik Lexa," ucap Jasper.
"Hanya karena itu? Serius, mungkin ada banyak liontin semacam itu di luar sana. Bahkan warnanya saja berbeda," ucap Valdo yang sudah memeriksa gambarnya di ponsel Jasper.
"Aku sudah merasakan ada yang aneh di sana, Valdo! Seperti yang Jasper katakan, liontin itu menyerap energimu saat kau melihatnya," ucap Vano lagi.
"Apa? Wah, aku sungguh tidak percaya omong kosong ini," pria itu sudah bersiap pergi, "tapi kalau memang itu dapat merubahku menjadi manusia biasa, aku sama sekali tidak keberatan."
"Ya itu bagimu, tapi tentu tidak untuk Arie. Kau bisa pikirkan akibatnya untuk Lexa? Kalau dia memang benar-benar keturunan terakhir Dewa Zeus, Arie bisa dengan mudah membunuhnya sebelum dia berusia 20 tahun!" ucap Vano mencoba menyadarkan.
Kali ini Valdo sukses terdiam. DIa memang payah dan belum berpikir sejauh itu. Benar juga, ini bisa berbahaya bagi Lexa. Dia tidak mungkin mau kehilangan Lexa secara tragis seperti itu. Sekarang, semua mata tertuju pada Valdo. Dia mendadak mendapat ide brilian.
"Kalau begitu, alih-alih kita membantu Arie, bagaimana kalau kita menjadikan Lexa salah satu bagian dari kita? Kita bisa menyembunyikannya saat ini dan mempertahankannya di sisi kita. Kita bisa pelan-pelan mengajaknya bekerja sama dan membunuh Arie saat usianya 20 tahun. Nah, kalau kita sudah tidak memiliki rintangan lagi, aku akan meminta Lexa untuk mengembalikanku sebagai manusia," Valdo berpendapat.
"Mengajaknya bekerja sama? Tapi kau sadar kan konsekuensinya? Hingga dia berusia 20 tahun, kita akan terus bersinggungan dengan Arie dan kawanannya," ucap Valdo memberi pendapat.
"Iya. Aku sangat mengerti, tapi… aku yakin kau bisa menemukan cara. Seperti… berpura-pura sepakat mungkin dengan rencananya? Sementara itu, aku akan mencari tahu sebanyak mungkin tentang Lexa dengan caraku," senyum itu terbit di bibir Valdo.
"Aku rasa kita bisa melakukannya. Kau benar-benar menyukainya ya?" goda Javier santai.
"Iya. Aku sangat amat menyukainya dan aku akan memastikan dia aman bersamaku," ucap Valdo dengan bangganya.
Pasti sangat menyenangkan bagi Valdo bisa berdekatan terus dengan Lexa. Dia memilih untuk segera pergi menemui gadis itu dan memastikan dengan mata kepalanya sendiri kalau liontin itu benar berisi mantra dan kalau Lexa benar keturunan terakhir Dewa Zeus. Vano hanya bisa menatap adik kandungnya itu dengan kesal. Entahlah, ada sedikit cemburu di sana dan iri? Dia bahkan tak yakin dengan perasaannya sendiri atau mungkin hanya enggan mengakui.