"Ibu, kami punya cukup banyak waktu. Kami hanya ingin mendengar semuanya. Tolong ceritakan pada kami siapa sebenenarnya ayah kami," ucap Valdo meyakinkan.
"Ayah kalian, kami memang berkenalan di sebuah bar langganan ibu. Kami berkenalan dan singkat kata kami menjadi semakin dekat. Aku beruntung ayahku, kakek kalian, bukan seseorang yang terlalu gila pada status sosial apalagi harta. Mereka memberi ijin pada ibu untuk menikahi ayah setelah satu tahun kami menjalin hubungan. Kami memang jarang bertemu karena ayahmu benar adalah seorang pelaut. Dia seorang kapten kapal tongkang yang pulang dua minggu sekali untuk menemui ibu. Pada akhirnya, di satu malam, dia mengatakan padaku ingin memancing di danau yang saat itu memang ada di sudut jalan. Aku pergi kesana dengan harapan ingin mengejutkannya, tapi ternyata aku yang terkejut saat aku melihat dia sedang… membunuh seekor anjing liar. Aku berteriak dengan keras dan hal yang terakhir ibu ingat adalah ibu jatuh. Ibu terbangun sudah berada di rumah kami dan disitulah ayahmu mengatakan segalanya. Dia adalah seorang manusia serigala meskipun dia mengasingkan diri karena dalam hatinya dia tidak ingin menjadi bagian dari kawanan dan memangsa manusia. Dia selalu memangsa hewan liar dan selalu menjaga ibu juga kalian. Ibu mencintainya, ibu tidak bisa menyerah begitu saja. Ibu mengatakan padanya bahwa akan menerima apapun kondisinya. Hingga suatu hari aku mendengar kabar ayahmu tenggelam bersama kapalnya setelah menyelamatkan banyak nyawa anak buah kapalnya," ucap Martha menceritakan segalanya.
"Jadi benar kita memang punya darah serigala?" Valdo masih tak percaya.
"Itu benar, dan apa kaitannya dengan itu? Apakah kalian…" ucapan Bu Martha sontak terhenti.
"Hm iya sebenarnya kami memang sudah berubah menjadi manusia serigala juga, Bu," kata Valdo dengan santainya.
"Ibu tidak tahu harus berkata apa. Ibu hanya tahu cepat atau lambat kalian pasti akan kembali pada jati diri kalian. Ayahmu sudah mengatakan semuanya pada ibu. Entah bagaimana caranya atau kapanpun itu, kalian pada akhirnya juga akan menjadi manusia serigala," ucap sang ibu.
"Kau dengar sendiri sekarang kan? Bahkan ibu saja tidak terkejut dengan perubahan kita? Kenapa kau harus begitu sensitif?" tanya Vano dengan santainya tertuju pada sang adik.
Valdo yang masih sulit menerima kenyataan, memilih menggebrak meja dengan kepalan tangannya dan pergi ke kamarnya untuk mengurung diri. Dia memang kecewa pada ibunya karena baru sekarang menceritakan segalanya walau dipikir lagi kapanpun dia mengetahuinya, sama sekali tidak akan merubah apapun. Entah apa juga yang membuatnya masih merasa tidak terima dengan semua fakta yang ada. Apa karena dia terlalu takut terlihat mengerikan? Apa dia takut tidak bisa lagi berbaur dengan teman-temannya seperti dulu kala?
Valdo mengingat percakapan terakhir mereka bertiga kala itu di halaman sekolahnya. Setelah semua yang terjadi dan terlewati, dia kini merasa memiliki alasan untuk bertahan. Selama ini sulit bagi Valdo untuk menerima fakta bahwa dia sudah bukan lagi dirinya yang dulu. Dia mengingat Lexa, gadis sederhana yang baru beberapa hari dia temui dan sudah merubah harinya dengan mudah. Entah kenapa dia memiliki sesuatu atau seseorang untuk diperjuangkan kini. Dia akan segera lulus dari sekolah ini dan bergabung bersama kakaknya di Gold Lycaon Company.
Bel sekolah berbunyi dan hal pertama yang dia lakukan adalah kembali ke Gold Lycaon Company dan segera menuju ke lantai 13. Lantai di mana Lexa bekerja dank arena dia juga masih pemilik tempat ini maka tidak ada satu orang pun yang akan melarangnya, kecuali…. Valdo bisa melihat Lexa sedang mencuci beberapa cangkir di ruang kerjanya. Pria itu hanya bisa tersenyum dan sedikit mengejutkan Lexa.
"Astaga, Valdo! Kau datang lagi?" cepat Lexa membersihkan dirinya dan merapikan penampilannya.
"Kenapa begitu? Kau selalu terlihat cantik tidak peduli seberapa berantakannya dirimu," ucap Valdo menggodanya.
"Hahaha. Apa yang kau katakan? Kau ini bosku dan tentu saja aku harus berpenampilan rapi di depanmu," ucap Lexa tidak enak.
"Tolong jangan mengatakan hal-hal seperti itu. Ya aku memang atasanmu, tapi lebih akan menyenangkan kalau kau menganggapku sebagai teman," senyum ramah Valdo.
"A-aku tidak enak pada karyawan lainnya. Aku takut mereka akan berpikiran yang tidak-tidak padaku," ucap Lexa masih sangat sadar akan posisinya di perusahaan itu.
"Sudahlah! Aku tidak mau kau mengatakan hal-hal semacam itu lagi. Kita berteman!" ucap Valdo setengah memaksa.
"Hm baiklah, kita berteman," senyum Lexa yang segera membuat dirinya merasa senang.
Rasanya memang sangat aneh bagi Lexa karena ada seseorang yang memperhatikannya dan mengamati setiap detail pekerjaannya. Bahkan saat dia mendapat tugas harus mengantarkan sebuah dokumen ke bagian keuangan di lantai delapan, Valdo memaksa ikut dengan alasan memastikan Lexa tidak tersesat. Lexa seperti ucapannya, takut para karyawan akan melihat dia dengan salah paham. Dia ini hanya karyawan rendahan dan kemana-mana bersama Valdo akan membuatnya canggung. Valdo akhirnya yang angkat bicara tanpa diminta bahwa Lexa akan membantunya banyak di sini sebagai persiapannya bekerja di sini dalam beberapa bulan.
Pernyataannya memang mengejutkan semua pihak. Dia mengatakannya dengan lembut tapi percaya diri. Lexa jadi merasa lebih lega karena untungnya adalah Valdo sangat kebalikan daripada Vano. Mereka berdua sama-sama punya sisi dingin, tapi di sini Valdo bisa bersikap baik pada semua orang. Lexa bisa melihat bagaimana dia berusaha membantu semua orang yang ditemuinya. Valdo bahkan membantu seorang karyawan memungut dokumen yang berhamburan karena dia begitu grogi menatapnya. Lain kali dia membantu seorang yang terpeleset karena air menggenang di depan toilet. Dia bahkan menyapa seorang satpam dan bicara cukup panjang dengannya.
"Kau ternyata sangat ramah ya?" puji Lexa saat menatap pria tampan di sampingnya.
"Apa aku terlihat kejam?" goda Valdo tentu saja.
"Hahaha. Bukan begitu, hanya saja kau sangat berbeda dengan kakakmu. Dia… menyebalkan," Lexa setengah berbisik.
"Hahaha. Aku akan mengadukanmu padanya!" goda Valdo tertawa.
"Eh, jangan begitulah. Kau bilang kita teman," suara Lexa segera melemah.
"Hahaha. Tenang saja. Aku tidak akan mengatakan padanya. Mungkin aku ada di sisimu untuk yang satu ini. Aku sebenarnya juga tidak terlalu menyukainya," ucap Valdo santai saat mereka sudah berada di ruang kerja Lexa.
"Bukannya dia kakak kandungmu? Bagaimana kau tidak menyukainya?" tanya Lexa dengan mudahnya.
"Iya aku tahu itu terdengar cukup aneh, tapi ada alasan yang membuatku melakukannya. Semua sikap burukku hanya kutujukan padanya, tapi tidak pada lainnya terutama ibuku," senyum Valdo lagi.
"Ibumu? Aku yakin kau punya ibu yang luar biasa. Kau putra yang luar biasa," puji Lexa tulus.
"Jangan terus-terusan memujiku," senyum Valdo tampan.