Vano masih mengingat dengan jelas langkah demi langkah yang dia lakukan demi membangung Gold Lycaon Company ini. Pada akhirnya, dia mewarisi perusahaan kecil milik ibunya untuk dibangunnya kembali menjadi sebuah perusahaan besar yang bergerak dalam bidang komunikasi. Bersama Jasper dan Javier lalu atas bantuan ibunya, dia membeli tanah gudang milik saudara kembar itu dan membangunnya pelan-pelan. Vano memang tidak pernah kekurangan uang dari dulu karena ibunya adalah seorang pengusaha sukses. Dia tidak harus memulai segalanya dari nol untuk mewujudkan semua rencananya.
Hampir semua kawanannya bisa masuk ke dalam perusahaan itu dan bekerja di sana. Mulai dari manajer, supervisor, dan staf. Tentu saja mereka yang benar-benar memiliki kompetensi. Bagi mereka yang tidak, akan bekerja sebagai karyawan biasa seperti petugas cleaning service, satpam, office boy atau office girl, supir, tukang taman, dan lain sebagainya. Tentu saja karena lama kelamaan jumlahnya sudah tidak bias lagi mengatasi kinerja perusahaan yang semakin luas, dia merekrut manusia juga untuk menjadi bagian dari Gold Lycaon Company. Tentu saja, dia memastikan keamanan anak buah mereka meskipun pada akhirnya kebanyakan dari mereka berubah menjadi manusia serigala lainnya karena insting kawanannya yang kuat untuk membunuh setiap bulan purnama.
Begitu juga dengan Vano yang justru setelah menjadi Alpha, tidak bisa lagi menahan keinginannya untuk memakan daging manusia. Dia masih ingat pertama kali dia merasa sangat marah pada seorang karyawan karena melakukan penggelapan uang perusahaan saat perusahaan itu baru saja merintis. Alih-alih membawanya ke polisi, dia justru memangsanya dan entah bagaimana ceritanya, saudara laki-lakinya, Valdo memergokinya. Valdo yang saat itu masih berusia 14 tahun datang sebenarnya untuk mengantarkan sebuah dokumen tertinggal karena perintah ibunya. Dia pergi ke perusahaan sang kakak tengah malam dengan diantar seorang supir.
"Kakak?" tentu saja Valdo terkejut saat tiba di ruangan sang kakak.
Dengan wajah berlumuran darah dan juga bentuk yang luar biasa mengerikan, Valdo ternyata masih bisa mengenali kakak laki-lakinya itu dari celana yang masih menempel di kakinya.
"Valdo?" sang kakak jadi reflek bertanya balik.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Valdo tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, tapi sosoknya belum bisa kembali seperti semula.
Valdo hanya menggelengkan kepala dan ingin berlari dari sana. Gelap mata, Vano cepat meraihnya dengan kuku panjang dan tajam yang cepat melukai lengan atasnya. Reflek mengigit pundaknya saat adiknya itu sudah ada di genggaman. Suara teriakan Valdo membuatnya tersadar dan berakhir melepaskannya. Adiknya pingsan dan di sana Vano menunggu hingga pagi. Merawat luka adiknya dan memastikan pria muda itu tidak mati di tangannya. Pagi hari saat cahaya matahari sudah kembali menyinari, Valdo perlahan sadar. Hal pertama yang dia perhatikan adalah jendela ruangan yang memencarkan cahaya terang dan Vano yang sudah berpakaian rapi. Reflek, pria itu duduk dan mundur ketakutan. Dia masih ingat dengan jelas apa yang terjadi semalam.
"Kakak, apa yang aku lihat semalam…" masih ragu untuk melanjutkan ucapannya.
"Aku akan menceritakan padamu semuanya. Cobalah untuk mengerti dan menerimanya," Vano memulai percakapan.
Kata demi kata dan kalimat demi kalimat tentu membuat Vano tidak percaya. Semakin kakaknya bicara semakin Vano merasa marah, kecewa, takut, dan perasaan buruk lainnya. Bagaimana mungkin dia tidak tahu kalau selama ini kakaknya adalah manusia serigala dan bagaimana dia tega merubahnya menjadi salah satunya. Baginya, tidak ada yang benar dari memangsa manusia bagaimanapun keadaannya. Belum lagi fakta yang mengatakan bahwa dia memiliki darah serigala bahkan sebelum dia benar-benar berubah menjadi serigala kini.
"Kenapa kakak tidak pernah mengatakan padaku sebelumnya? Kenapa juga harus kakak merubahku menjadi mahkluk mengerikan seperti itu?" kesal Vano tidak percaya sudah hampir menangis.
"Dengar! Ini semua sudah takdir kita. Pasti ada alasan kita menjadi manusia serigala seperti ini. Coba pikirkan sisi baiknya. Kita bisa membantu banyak manusia kalau memang diperlukan dengan kekuatan kita!" ucap Vano berusaha meyakinkan.
"Tidak mungkin! Kau saja melukaiku semalam! Kau menjadi seseorang yang berbeda saat sedang berubah menjadi mahkluk itu! Aku bisa melihat kebencian dan amarah! Kau bukan dirimu! Bagaimana kau akan melindungi orang lain! Dan dia yang kau bunuh semalam!" ucap Vano masih emosional.
"Dia bersalah, Vano! Dia merugikan perusahaan sangat besar! Itu kenapa aku melakukannya!" Vano meyakinkan dan adiknya itu menggeleng.
"Tidak! Selalu ada cara yang lebih baik untuk mengadili seseorang kan? Bukan membunuhnya seperti itu!" Vano masih bersikeras.
"Vano, aku tahu saat ini terlalu sulit untuk menerima kenyataan ini, tapi aku yakin cepat atau lambat kau pasti akan mengerti!" ucap Valdo.
Sejak detik itu semua berubah. Hubungan Vano dan Valdo yang selama ini berjalan dengan baik pada akhirnya hancur juga. Valdo merasa bahwa Vano sudah merusak kepercayaan yang mereka bangun selama ini. Sedangkan Valdo merasa tidak ada yang salah dari berubah menjadi seorang manusia serigala. Dia memang tidak pernah minta maaf karena dia juga tidak pernah merasa bersalah. Sejak saat itu juga, ibu mereka hanya bisa bingung menatap hubungan anaknya yang meregang. Beliau pikir awalnya itu karena gejolak jiwa muda dan mereka akan kembali berbaikan sendirinya. Siapa sangka, empat tahun berlalu, semakin lama keduanya menjadi semakin asing. Sebagai seorang ibu, dia hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anak-anaknya.
"Kalian ini saudara, kenapa kalian tidak akur?" tanya sang ibu di satu malam saat mereka sedang berada di meja makan.
…
"Kalau tidak dengan paksaan, kalian tidak akan pernah mau duduk bersama di meja makan bahkan di akhir pekan seperti ini!" ucap si ibu yang bernama Martha itu.
…
"Kenapa diam saja? Aku menunggu jawaban!" ucap Martha lagi.
…
Tentu sulit untuk keduanya mengatakan yang sejujurnya.
"Ayah kita, sebenarnya siapa dia, Bu?" Valdo bertanya juga akhirnya.
"Kenapa bertanya itu tiba-tiba? Kau tahu dia kan? Dia seorang pelaut yang tenggelam dalam pelayarannya. Aku sudah pernah menceritakannya pada kalian dan bahkan kalian selalu bisa melihat fotonya di kamar ibu," ucap Bu Martha menjelaskan.
"Ya ya aku tahu tentang itu, Bu. Maksudku siapa sebenarnya dia? Lycaon, nama belakang kita. Apa itu punya arti tersendiri?" tanya Valdo masih berusaha mencerca.
Sang ibu tahu kemana arah pembicaraan ini berlanjut.
"Apa ada sesuatu yang kalian dengar?" tanya Bu Martha lagi.
"Tolong ceritakan saja semuanya pada kami, Bu," suara Valdo terdengar memohon.
"Maafkan aku anak-anak, tapi ibu bahkan tidak tahu harus memulainya dari mana. Semua ini terlalu pelik, terlalu sulit untuk diterima oleh akal sehat," ucap Bu Martha seolah membuka seluruh kisah lama.