"Mau kemana kau? Kenapa tidak pergi ke halte bis?" tanya Tonny bingung saat melihat Valdo melewati halte.
"Aku ingin menemui seseorang," senyum Valdo yang mendadak membuat Tonny meringis.
"Kenapa dia tersenyum aneh seperti itu?" tanya Tonny yang bahkan merasa aneh.
Valdo berjalan dengan santai memasuki gedung pencakar langit itu. Perusahaan Gold Lycaon yang mewah dan diagung-agungkan oleh banyak orang. Digadang-gadang sebagai perusahaan terbaik untuk urusan kompensasi dan jenjang karirnya. Itu kenapa banyak orang yang ingin sekali bekerja di sana.
Setiap mata tentu saja tertuju padanya. Bukan pemandangan lumrah melihatnya di dalam perusahaan. Menekan tombol lift, Valdo tersenyum sopan saja pada beberapa orang yang menyapanya. Masuk dan sesekali menatap pada lampu indikator lantai yang terus berjalan. Menuju tempat di mana orang yang ingin dia temui berada. Ah sebenarnya bukan dia juga, tapi hanya dia satu-satunya yang dia kenal di sini.
"Tuan Valdo," sapa Jesper diikuti lainnya.
"Tidak perlu seperti itu. Aku akan bertemu kakakku," ucap Valdo singkat.
Tentu saja suara pintu dibuka tanpa ketukan segera membuat Vano beralih. Tidak ada orang di perusahaannya yang berani berlaku tidak sopan seperti itu.
"Kau," Vano terkejut.
"Aku hanya ingin datang. Apa tidak boleh?" tanya Valdo.
"Hanya tidak biasa melihatmu di sini. Biasanya aku harus menyeretmu untuk datang kemari," ucap Vano santai bersandar di kursi kebesarannya.
"Hm, hanya saja mungkin aku berubah pikiran," Valdo seolah tak yakin.
Belum sempat menjawab, suara pintu diketuk lagi.
"Mengganggu saja. Masuk!" kata Vano.
Lexa masuk dengan membawa dua gelas kopi. Dia dihubungi oleh Zoya untuk mengantarkan minum dan dia hanya menurut. Cukup terkejut melihat sosok yang ternyata dia kenal.
"Kau!" untungnya nampan itu tidak jatuh dari tangannya.
"Hei-" sapaan itu belum lengkap dan Lexa buru-buru meletakkan nampan begitu saja dan pergi menggandeng lengan Valdo keluar dari ruangan.
Tatapan bingung dan terkejut tentu melekat pada sosok Lexa. Vano bahkan menatap mereka dengan sedikit amarah. Sedangkan empat orang karyawan kepercayaan Vano juga menatap dengan mulut menganga. Bagaimana dia bisa menggandeng adik Vano seperti itu. Ya dia Valdo Orlando Lycaon. Adik kandung dari sang pemilik perusahaan Gold Lycaon. Bahkan dia adalah pemegang saham tertinggi kedua setelah sang kakak di perusahaan itu. Semua orang di perusahaan itu tahu siapa dia, kecuali Lexa.
Gadis itu menggandeng tangan Valdo hingga masuk ke dalam ruangannya.
"Kenapa kau di sini?" tanya Lexa bingung.
"Aku mencarimu. Beruntung sekali kau datang menemuiku," senyum Valdo tanpa dosa.
"Me-menemuiku? Aku masih bekerja! Dan kalau memang mencariku, kenapa kau ada di ruangan Tuan Vano?" Lexa terus bicara.
"Tuan? Hahaha. Kau memanggilnya seperti itu? Dia memang gila hormat kan?" tawa ringan Valdo.
Lexa memukul lengannya dengan cukup keras, "jangan sembarangan! Aku baru bekerja dua hari di sini! Aku tidak mau dipecat!"
"Tenang saja. Tidak akan ada yang memecatmu," senyum Valdo lagi.
Tiba-tiba suara gemuruh kaki dengan hak tinggi datang dan masuk begitu saja ke dalam ruangan mereka. Zoya dan Nola sudah mendelik saja melihat Valdo berada di ruangan yang tidak seharusnya bersama dengan seorang karyawan rendahan yang dengan nekatnya menarik tangannya.
"Apa yang kau lakukan! Kau meninggalkan ruangan Tuan Vano begitu saja dan menarik Tuan Valdo seperti itu?" Zoya sudah mengomel dengan kedua tangan bertengger di pinggangnya.
"Tuan Valdo?" Lexa tentu saja tidak mengerti.
"Apa yang kah lakukan Lexa? Dia, hm, maksudku beliau ini Tuan Valdo. Adik dari Tuan Vano. Apa kau tidak mengerti? Lycaon bersaudara pemilik perusahaan ini? Vano Orazio Lycaon dan Valdo Orlando Lycaon?" Nola menekankan dengan setengah berbisik.
"Astaga...!" entah bagaimana perasaan Lexa kali ini campur aduk. Bagaimana dia bisa melewatkan yang satu itu.
"Tunggu apa lagi kau! Cepat kembali ke ruangan Tuan Vano!" ucap Zoya setengah membentak.
"Untuk apa kau marah-marah seperti itu? Aku datang kesini memang untuk menemui Lexa. Lebih baik kau kembali bekerja. Kau juga Lexa. Biar aku yang bicara pada Vano," Valdo angkat bicara.
Bagai terhipnotis, Nola dan Zoya segera kembali ke meja kerjanya meskipun banyak tanya menggelayut dalam pikiran mereka. Sedangkan Lexa masih terpaku dan ketakutan. Satu-satunya hal yang mungkin adalah dia akan dipecat karena kesalahannya sendiri yang tidak mengenali sosok Valdo sebenarnya.
"Ma-maafkan aku, Tuan. Aku sama sekali tidak tahu menahu mengenai identitasmu yang sebenarnya," Lexa minta maaf segera.
"Tidak perlu seperti itu. Ayo kita duduk dulu. Aku akan sedikit bercerita tentangku," ajak Valdo saat itu dan tentu Lexa menurut saja.
"Aku memang Valdo yang itu. Aku juga pemilik perusahaan ini. Sebetulnya aku memang tidak ingin bekerja di sini meskipun aku sudah lulus sekolah. Aku hanya merasa bukan ini yang aku inginkan. Sebenarnya hubunganku dan Vano memang tidak terlalu baik. Hanya sedikit masalah keluarga saja," cerita Vano singkat.
"Hm, lalu untuk apa kau kesini?" tanya Lexa lagi.
"Bukankah aku sudah mengatakan padamu kalau aku akan datang mengunjungimu? Aku hanya sedang melakukannya sekarang. Apa tidak boleh?" tanya Valdo dengan senyum tampannya.
"Hm, bu-bukannya tidak boleh. Tetap saja ini jam kerja. Tuan Vano bisa marah kalau aku hanya di sini dan mengobrol," Lexa ragu mengungkapkannya.
"Dengan pemilik perusahaan kan?" Valdo menguatkan posisinya.
"Ya terserah kau saja, tapi tolong katakan pada Tuan Vano untuk jangan memecatku karena ini ya," ucap Lexa hati-hati.
Tanpa banyak bicara, Valdo kembali menemui Vano. Dia merasa bertanggungjawab karena sudah menimbulkan kekacauan dan kesalahpahaman hari ini. Dia sudah cukup lega bisa bertemu dengan Lexa kali ini. Jasper, Javier, Zoya, dan Nola kembali memberi hormat saat tuan muda mereka melangkah dengan senyum sumringah. Vano sang kakak tajam ke arah Valdo saat adiknya itu masuk ke dalam ruangan.
"Bagaimana kau bisa mengenal si karyawan baru itu?" selidik pria itu.
"Dia temanku, dan aku sarankan kau harus bersikap baik padanya," ucap Valdo dengan mudahnya menarik sebuah kursi dan duduk di sana.
"Kau memintaku untuk bersikap baik pada seorang gadis seperti itu? Ada apa? Kau sudah lama mengenalnya?" Vano sangat ingin tahu.
"Hm... bagaimana mengatakannya ya? Katakan saja aku tertarik padanya," Valdo menyilangkan kedua tangan di depan dadanya.
"Kau tertarik pada seorang gadis seperti itu? Apa aku tidak salah dengar?" Vano terkejut kali ini.
"Ya pendengaranmu masih cukup baik," Valdo setengah mengejek.
"Tapi kenapa?" tanya Vano ingin lebih banyak tahu.
"Apa harus ada alasan untuk menyukai seseorang?" Valdo bertanya balik dengan seringai di wajahnya.
Vano tersenyum balik, "maka sayang sekali karena kau mencintai gadis yang salah."