Lexa sedang menggerutu di dalam ruangannya. Sebenarnya itu juga bukan benar-benar ruang kerja. Itu adalah sebuah pantry atau dapur kecil yang biasa digunakan para sekretaris untuk beristirahat sejenak dari pekerjaan mereka. Ada satu meja dan empat buah kursi yang bisa digunakan untuk duduk. Sedangkan ada telepon di ujung ruangan kalau-kalau mereka membutuhkan bantuannya. Saat keluar dari pantry, Lexa bisa melihat kamar mandi di sudut ruangan. Kamar mandi untuk sang CEO dan kamar mandi untuk karyawan perempuan juga laki-laki di sudut lainnya. Total ada tiga kamar mandi hanya di lantai itu saja dan itu berarti setiap kali sang CEO ingin buang air kecil, dia akan melewati tempat ini.
Tugas Lexa meliputi segalanya apapun yang ada di lantai 13. Dia akan mulai pagi dengan membersihkan seluruh ruangan terutama ruangan CEO dan meja sekretaris. Menyiapkan minuman untuk lima orang yang ada di sana. Membantu mereka apapun sesuai yang diintruksikan. Menyiapkan makan siang untuk lima orang tersebut. Lagi membantu semuanya hingga sang CEO pulang kerja. Pak Berto bilang, sang CEO dan jajaran sekretarisnya akan makan apapun asalkan itu daging. Daging ayam, sapi, kambing, dan apapun itu asal daging. Pak Berto bahkan memberinya daftar restoran mana saja yang biasa mereka pesan dan rincian pesanannya pun dia bahkan sudah memegangnya. Tuan CEO yang terhormat itu punya keinginan yang sangat jelas pada apa yang ingin dia makan.
Lexa sedang berada di ruangannya dan menatap daftar makanan itu. Anehnya memang apapun dagingnya dan bagaimanapun cara memasaknya, sang CEO selalu menginginkannya setengah matang. Sungguh Lexa sedikit bingung di sini. Dia tahu banyak orang kaya yang memang suka daging sapi tidak matang, tapi daging ayam? Bukankah daging ayam akan berbahaya bagi kesehatan kalau tidak dimasak dengan matang? Hari ini dia memang tidak menyiapkan makanan untuk sang CEO karena semuanya sudah disiapkan saat dia masih sedang dalam masa pelatihan sebelumnya. Tiba-tiba seorang masuk ke dalam ruangan, itu Javier.
"Astaga, Tuan. Kau membuatku terkejut," Lexa mengelus dada karena belum terbiasa dengan ini.
"Hahaha. Wajah terkejutmu itu menggelikan," katanya Javier mendadak duduk saja di salah satu kursi.
"Apa ada yang Tuan butuhkan?" tanyaku sopan.
"Jangan panggil aku Tuan. Aku ini bukan Vano. Panggil saja aku Javier atau Jav," katanya mantap.
"Jav…. Ok lah kalau begitu," Lexa tersenyum manis.
"Bisakah kau membantuku membuatkan kopi susu? Minum di mejaku habis," katanya dengan nada suara manja sangat kontras dengan penampilan gaharnya.
"Tentu saja," kataku cepat berdiri.
Saat aku masih sibuk membuat kopi, suara dobrakan lain terdengar dan tentu aku sontak menoleh, itu saudara kembarnya Jasper.
"Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah Vano ingin kau keluar dan mengawasi…" sepertinya Jasper menyadari kalau Lexa masih menatap keduanya.
"Apa yang kau lihat? Kau harusnya membuat minuman itu kan? Kau lupa apa yang dikatakan Berto? Aku yakin dia mengatakan juga padamu agar tidak terlalu ikut campur dengan apapun yang terjadi di lantai 13," katanya dengan tegas membuat Lexa sedikit bergidik.
"Maaf, aku hanya reflek saja melihat Tuan mendobrak pintu," Lexa mengaku bersalah, tapi juga tidak sesalah itu dan Jasper kembali menoleh kearah saudara kembarnya.
"Aku akan pergi setelah aku minum kopi susuku. Tidak perlu berlebihan seperti itu! Lagipula Valdo saja tidak akan secerewet dirimu!" Javier jadi kesal juga.
"Kau selalu menganggap enteng semuanya! Kau tidak pernah serius pada tugas-tugas yang diberikan padamu!" Jasper masih tegas.
"Aku tidak mau kau memarahiku di depan gadis yang bahkan hari ini baru mulai kerja di sini! Aku tidak peduli pada pandanganmu karena kau bisa lihat sendiri Vano selalu mempercayakan aku pekerjaan lapangan seperti ini dan bukannya kau. Itu saja sudah menunjukkan kalau setidaknya aku jauh lebih baik padamu di wilayah ini. Kembali saja ke dokumenmu yang tebal itu!" Javier membuat peringatan dan Jasper pergi dengan dobrakan lainnya di pintu.
Lexa bisa mendengar pria itu mengehla nafas kasar. "Kau harus mulai terbiasa dengan Jasper setelah ini. Dia memang bisa bersikap sedikit buruk seperti itu. Kami saudara kembar, tapi kami jelas punya kemampuan yang berbeda dalam pekerjaan. Aku sangat menghargai itu, tapi Jasper sepertinya ingin mendapatkan semuanya."
Lexa bergerak dengan secangkir kopi susu panas di tangannya yang kemudian diletakkannya perlahan di meja.
"Aku tidak mengenal banyak saudara kembar seperti kalian, tapi biasanya mereka akur satu sama lain," kata Lexa berhati-hati duduk di seberang pria bertato itu.
"Tidak semuanya, Lexa. Jasper lahir sekitar empat menit setelah aku. Saat kami kecil, orang tua kami memang lebih fokus padaku karena aku punya penyakit jantung bawaan saat itu. Semakin kami dewasa, dia jadi sedikit iri dan mulai ingin menunjukkan dirinya dengan rajin belajar dan menjadi anak yang berprestasi di sekolah. Akhirnya aku sembuh memang setelkah bertahun-tahun berobat dan beberapa kali melakukan operasi. Aku lalu banyak berlatih fisik karena aku tidak ingin sakit lagi. Di lain sisi dia terus menerus ingin membuktikan dirinya jauh lebih baik padaku hingga kini," pria itu bercerita.
"Aku bersyukur kau baik-baik saja kini," kata Lexa tulus.
"Dari sepanjang itu ceritaku dan hanya itu responmu?" tanya Javier dengan senyum tampannya.
"Hehehe. Lalu apa yang harus aku katakan?" tanya Lexa lagi.
"Aku kira kau akan mengomentari hubunganku dan Jasper," katanya seperti yang sudah-sudah.
"Ya, aku memang tidak punya saudara, tapi kalian punya satu sama lain. Aku rasa, separah apapun pertengkaran kalian berdua, tidak akan merubah fakta kalau kalian adalah saudara kan? Kalian pasti akan berbaikan suatu sata nanti," Lexa mengucapkannya dengan tulus.
"Kau pikir begitu?" tanya Javier dan Lexa mengangguk cepat.
Javier mendadak cepat meminum kopi susunya dan pergi menjalankan tugasnya setelah mengucapkan terima kasih. Lexa hanya bisa tersenyum memandang punggung yang menjauh itu. Jasper dan Javier memang saudara kembar, tapi dari segi penampilan saja keduanya sangat berbeda. Javier, orang yang baru bicara padanya, punya penampilan yang jaug lebih gahar. Dia sepertinya suka berpakaian serba hitam dan tatonya memenuhi seluruh lengan kiri dan kanannya. Lexa bisa melihatnya karena pria itu melipat lengan kemejanya hingga ke siku. Sedangkan Jasper terlihat seperti kutu buku tampan lainnya. Pakaiannya sangat rapi dengan kacamata menghiasi wajahnya. Satu hal yang pasti keduanya sama-sama tampan dan hanya satu yang membedakan karena Jasper punya satu tahi lalat di samping hidungnya yang membuatnya terlihat menggemaskan. Dari segi kepribadian pun dan dari apa yang dilihatnya barusan, keduanya juga sangat berbeda. Javier mungkin pria yang jauh lebih santai dan menyukai aktifitas fisik, sedangkan Jasper jauh lebih serius dan terasa eksklusif.