Chereads / Gold Lycaon Company / Chapter 6 - Tipu Muslihat

Chapter 6 - Tipu Muslihat

Vano merangkul pinggang seksi itu membuat sang empunya merasa bahagia karena mengira telah berhasil menjerat pria itu dalam tipu dayanya. Daisy sudah menggenggam pintu kamarnya dan menuju lantai tujuh yang memang sudah dia siapkan. Siapa sangka dengan tangannya, Vano menekan lagi tombol lift itu dan membuatnya kembali tertutup saat seharusnya mereka turun. Membuat Daisy menoleh dengan cepat.

"Aku sudah memesan kamar yang jauh lebih baik daripada ini," kata Vano dengan nada suara menggoda dan tentu saja membuat Daisy terbang.

Lift membawa mereka ke lantai 21 di mana lantai itu merupakan lantai tertinggi di hotel ini sekaligus lantai di mana kamar-kamar VVIP di tempat ini ada. Pintu itu terbuka menunjukkan beberapa pintu dengan jarak berjauhan. Vano menuntun Daisy menuju sebuah kamar yang ada di sisi kiri hotel. Dia dengan kartu aksesnya membuka pintu besar bewarna hitam itu dengan mudah.

Daisy tidak bisa menutup kekagumannya pada interior kamar super mewah itu. Mereka disambut oleh satu ruang tamu yang sangat mewah dengan sofa berbahan bludru bewarna hitam dengan aksen emas. Di sisi kiri mereka ada sebuah dapur dengan fasilitas super lengkap dan sisi kanan ada pintu lain yang dia yakini adalah sebuah kamar.

"Kau ingin melihat kamarnya?" tawar Vano lembut dan tegas.

"Iya iya tentu saja. Kamar ini sangat indah," puji Daisy sambil berjalan menuju pintu itu dan mendorongnya.

"Indah? Tentu saja sepertimu," ucap Vano lagi sudah berada di belakang pundak Daisy.

"Hm, kau sangat pandai memuji," kini Daisy berbalik dan menatap ke arah Vano yang berdiri dengan tampannya.

Mereka memilih duduk di ruang tengah dan Vano membantu menyiapkan dua gelas wine dingin untuk mereka berdua. Dia bisa melihat Daisy yang menatap keindahan malam dari jendela besar yang ada di sudut ruangan. Menyodorkan gelas berisi setengah minuman beralkohol itu.

Semakin dilihat sebenarnya Daisy cukup cantik juga. Rambut yang sebelumnya di sanggul ke atas sudah terurai karena Vano melepasnya dengan mudah. Dandanannya mungkin tebal, tapi di balik itu dia bisa melihat wajah cantik dengan rahang tegas dan hidung yang tajam. Tatapan matanya sendu dan bibirnya tipis. Kesannya memang jahat, tapi sama seperti artis muda lainnya, dia juga korban industri hiburan yang kejam. Vano hanya ingin tahu seberapa jauh Daisy sudah melangkah.

"Aku tahu kekaguman itu hanya alasanmu saja untuk menemuiku. Aku sebenarnya bisa sangat marah kalau saja kau selama ini hanya mempermainkan aku dengan taktik murahanmu itu! Oleh karena itu, aku mungkin akan sangat memaafkanmu kalau saja kau mau berterus terang mengenai apa tujuanmu sebenarnya menemuiku?" Vano memulai percakapan.

"Apa yang kau katakan? Aku benar-benar menyukaimu!" Vano bisa melihat sedikit ketakutan dalam diri Daisy, tapi dia tutupi dengan sempurna.

"Kau mungkin seorang aktris dan aku seorang pengusaha, tapi di balik semua itu, aku juga seorang sutradara handal. Kalau kau kadal, maka aku buayanya. Kalau kau mau bekerja sama, maka aku akan memberikan dunia. Setidaknya kau harus lebih pandai mengenal siapa musuhmu sebelum kau melawan," tatapan mata naga bewarna abu-abu itu menusuk masuk.

"Tapi aku tidak..." ucapan itu terhenti.

"Tidak masalah. Aku yakin kau akan bicara dengan sendirinya nanti," senyum penuh arti Vano.

Cekatan pria itu mencium bibir Daisy. Ciuman yang sangat menyakitkan sebenarnya bagi wanita itu. Ciuman yang sangat tiba-tiba dan seakan menusuk rongga mulutnya. Ciuman terasa sangat tajam bahkan melukai bibirnya. Tidak ada celah bagi Daisy untuk bergerak. Pria itu mengunci semua pergerakannya.

Ada yang terasa berbeda dalam diri Vano tiba-tiba. Bulu-bulu halus di tangan pria itu terasa berubah menjadi lebih panjang dan halus saat tangan Daisy berada di sana. Dia begitu ingin mengintip tapi dia tidak bisa karena ciuman erat itu. Daisy pada akhirnya terkejut saat Vano melepaskan ciumannya dan cepat matanya melihat ke arah tangan pria itu tapi dia tidak bisa melihat apa-apa. Tangannya masih sama seperti yang dia lihat sebelumnya.

Vano bisa melihat air mata Daisy mengambang di ujung matanya. Padahal dia belum melakukan apapun. Vano ingin menguji sejauh mana gadis itu akan bertahan. Dia menarik paksa tangannya dan dari pantulan cermin dia tahu segera Daisy menangis dalam diam karena ketakutan. Dia berusaha menarik tangannya tapi tentu Vano jauh lebih kuat darinya bahkan mungkin siapapun yang pernah di kenalnya.

Vano melemparkan tubuh seksi itu ke atas ranjang dan cepat mengoyak pakaiannya. Pakaian yang membalut sempurna itu robek dengan cepat membuat Daisy terkejut dan segera berusaha keras menarik selimut untuk menutupinya. Lagi malah cepat, Vano sudah menindih dan kembali mencium bibirnya. Semua hanyalah ancaman semata. Cukup lama hingga Daisy akhirnya menggigit bibir Vano hingga memerah.

"Awh! Kenapa?" Vano sedikit membentak.

"A-aku akan mengatakannya, semuanya, tapi tolong jangan sentuh aku lagi!" Daisy bisa melihat gadis itu sangat ketakutan.

Senyum kemenangan itu terbit di bibir milik Vano. Dia duduk masih dengan pakaian lengkapnya. Memberi selimut pada tubuh dengan hanya pakaian dalam milik Daisy. Gadis itu terlihat masih ketakutan. Dia sama sekali tidak tahu apa yang ada di pikiran pria tampan di hadapannya ini.

"Apa yang kau dengar tentang aku, semuanya benar tapi itu jelas bukan keinginanku! Aku memang perempuan kotor. Aku bahkan bukan gadis lagi. Pria tua itu merebut mahkotaku!" Daisy menangis kali ini.

"Pria tua?" Vano penasaran.

"Aku hanya diminta oleh agensiku melakukan ini. CEO-ku yang pertama melakukannya. Lalu dia menjualku ke beberapa produser dan sutradara agar aku bisa bermain di film-film mereka. Aku bahkan hanya mendapat 40% dari uang-uang itu. Ini sangat memalukan! Aku bahkan jijik dengan diriku sendiri!" tangisan yang berubah menjadi histeris.

"Kenapa kau tidak pergi saja atau laporkan pada polisi?" tanya Vano dengan mudahnya.

"Andai pun aku bisa, aku tidak akan melakukannya! Aku bahkan ingin membunuh mereka satu per satu dengan tanganku! Hiks.... CEO itu memiliki semua rekaman seksku dengan siapapun itu. Dia menggunakannya sebagai senjata untuk mengancam. Aku tidak bisa berbuat apa-apa," Daisy kembali menangis dan Vano mengerti.

"Lalu dari semua orang, kenapa kau menangis saat aku menciummu? Bukankah aku lebih tampan dari mereka yang pernah membayarmu itu?" bagaimana bisa pria itu dilahirkan tanpa hati.

PLAK!

Satu tamparan keras mendarat di pipinya.

"Karena kau sama sekali tidak ada bedanya dengan pria-pria tua dan mesum itu! Aku pikir kau akan sedikit berbelas asih padaku! Aku hanya mengira kau berbeda! Aku benar-benar saat aku mengatakan kagum padamu dan rasanya sangat menyakitkan saat seseorang yang kau puja justru ikut melukaimu seperti itu!" Daisy meraung-raung.