Chereads / CEO'S SECOND WIFE / Chapter 9 - Terhalang Restu Ayah

Chapter 9 - Terhalang Restu Ayah

Lavanya hanya terdiam. Ayahnya yang mendengar suara Arzan langsung bertanya kepadanya.

"Itu suara siapa Lavanya?"

Lagi-lagi Lavanya hanya terdiam. Lavanya bingung harus menjawab apa kepada Ayahnya. Lavanya masih belum siap untuk menceritakan tentang siapa Arzan. Karena Lavanya tahu betul bagaimana Ayahnya itu. Ayahnya tidak akan suka dengan Arzan karena Arzan hanyalah seorang karyawan biasa di salah satu perusahaan swasta.

"Hallo. Lavanya?"

"I... Iya, Yah?"

"Itu tadi suara siapa? Suaranya cowok. Kamu sama teman cowok kamu? Siapa?"

"I.... Iya, Yah. Aku sama teman cowok aku."

"Siapa? Anaknya teman Ayah?"

"Bukan. Nanti aku ceritain di rumah ya Yah. Sekarang udah dulu ya, Yah. Aku juga udah mau pulang. Bye Ayah."

Sambungan telepon dimatikan. Arzan yang sudah mengetahui jika yang menelepon Lavanya adalah Ayahnya, Arzan langsung merasa tidak pantas untuk bersanding dengan Lavanya.

"Ayah kamu ya? Pasti Ayah kamu ga suka kan kalau kamu jalan sama aku?"

"Engga, ga gitu. Ayah aku cuma kaget aja karena aku jalan sama cowok. Soalnya aku jarang banget jalan sama cowok. Sekarang kita pulang aja yuk?"

"Ayo."

Akhirnya Lavanya dan Arzan memutuskan untuk kembali pulang ke rumah. Kali ini Lavanya tidak membawa mobil pribadinya. Dia membonceng sepeda motor milik Arzan. Dan sekarang Arzan akan mengantarkan Lavanya pulang ke rumahnya.

******

Jarak dari Restaurant menuju rumah Lavanya tidak terlalu jauh. Ditambah mereka berdua menggunakan sepeda motor sehingga dapat sampai di rumah Lavanya lebih cepat dari biasanya. Sekarang mereka berdua sudah tiba di rumah Lavanya.

"Kamu masuk dulu ke dalam yuk. Ketemu Ayah sama kakak aku," ajak Lavanya.

"Tapi Lavanya. Rasanya aku ga pantas untuk bertemu sama Ayah dan kakak kamu. Mereka juga pasti ga akan suka sama aku."

"Jangan bicara seperti itu. Kamu belum kenal Ayah dan kakak aku. Makanya sekarang kenalan dulu."

Arzan terdiam. Arzan benar-benar tidak siap jika harus bertemu dengan Ayah dan kakak dari Lavanya. Tetapi Lavanya memaksanya.

"Ayo masuk aja ga apa-apa."

Ketika Lavanya sedang tarik menarik Arzan, tiba-tiba saja Ayah Lavanya keluar dari dalam rumah dan melihat Arzan yang sedang dipaksa untuk masuk ke dalam.

"Lavanya," panggil Ayahnya.

"Ayah?"

"Siapa laki-laki ini?"

"Ini teman aku, Yah. Tadi Ayah kan nanya aku keluar sama siapa. Ini aku kenalin, Yah. Namanya Arzan."

"Hallo Om, Arzan."

Arzan memberanikan diri untuk memperkenalkan dirinya sambil menjabat tangan Ayah Lavanya. Ayah Lavanya masih menghargainya. Dia pun ikut menjabat tangannya. Bahkan Ayah Lavanya menyuruhnya untuk masuk ke dalam rumah.

"Ayo silahkan masuk."

"Iya Om, terima kasih."

"Nenek, maaf," ucap Aleysa.

"Engga apa-apa. Kalian berdua itu kan suami istri. Jadi wajar. Nenek cuma mau pastiin keadaan kalian berdua aja. Syukurlah kalau kalian baik-baik aja. Kalau gitu kita kembali ke kamar masing-masing ya."

"Iya, Nek."

Nenek, Ibunya Hans, Danisa, Faqih dan Catline pergi ke kamar mereka masing-masing. Aleysa dan Hans masih terdiam di ruang tamu. Tetapi kali ini posisi mereka sudah tidak saling berpelukan lagi.

"Maaf ya Hans," ucap Aleysa.

"Yaudah. Udah ga usah dilanjut lagi. Nanti juga sembuh sendiri. Aku mau ke kamar."

"I... Iya Hans."

Hans yang sebenarnya salah tingkah setelah berpelukan dengan Aleysa pun langsung memilih untuk pergi ke kamarnya. Aleysa masih tetap berdiam di ruang tamu dan merasa bersalah atas apa yang sudah terjadi antara dirinya dan juga Hans. Karena Aleysa berpikir jika Hans marah dengannya. Padahal kenyataannya Hans tidak marah. Dia hanya malu dan salah tingkah saja. Tetapi sangat sulit bagi Hans untuk mengungkapkan perasaan yang sebenarnya kepada istrinya sendiri.

Lavanya merasa sangat bahagia karena Ayahnya bisa menerima Arzan dengan mudahnya. Bahkan sang Ayah menawarkan Arzan untuk masuk ke dalam eumah. Ayah Lavanya sudah masuk ke dalam rumah lebih dulu. Sedangkan Lavanya dan Arzan masih berdiam diri di depan rumah.

"Tuh kan aku bilang apa. Ayah aku ga seperti apa yang kamu bayangkan. Yaudah ayo masuk," ucap Lavanya.

"I... Iya."

Lavanya dan Arzan pun masuk ke dalam rumah. Mereka duduk di ruang tamu yang berada tepat di depan rumah. Lavanya sudah meminta tolong kepada asisten rumah tangga untuk menyiapkan minuman untuk mereka semua. Pembicaraan antara Ayah Lavanya dan Arzan pun dimulai.

Pertanyaan-pertanyaan tamplate pun keluar dari mulut Ayah Lavanya. Mulai dari menanyakan perkejaan Arzan, tempat tinggal Arzan, pendidikan Arzan dan yang lainnya. Arzan juga tidak menutupi semuanya dari Ayah Lavanya. Dia menjawab jujur semua pertanyaan yang keluar dari mulut Ayah Lavanya. Masalah nanti Ayah Lavanya menyukainya atau tidak itu masalah belakangan. Hingga akhirnya keluar keputusan Ayah Lavanya untuk hubungan Lavanya dan Arzan.

"Sebaiknya kamu memperbaiki diri kamu dahulu. Minimal kamu kuliah. Sehingga pengetahuan kamu di dunia perusahan lebih baik lagi. Kamu tahu kan siapa Lavanya?"

"Ayah..."

Lavanya berusaha supaya Ayahnya tidak berbicara seperti itu. Tidak membanding-bandingkan dirinya dengan Arzan. Tetapi Ayahnya tetap berpegang pada pendiriannya.

"Kenapa? Memang kenyataannya seperti itu. Emangnya kamu ga malu nanti kalau kamu punya suami, terus suami kamu ditanya masalah perusahaan tapi ga paham. Masa kamu terus yang jelasin."

"Tapi ga perlu bicara seperti itu juga, Yah."

"Ga apa-apa. Saya sadar kok siapa saya. Saya juga sadar kalau saya emang ga pantas sama Lavanya. Saya minta maaf karena saya sudah lancang mendekat dengan anak Om. Sekali lagi saya minta maaf. Saya permisi."

Arzan langsung bangkit dari duduknya. Dia langsung pergi meninggalkan rumah Lavanya begitu saja. Dan sepertinya hubungan antara Lavanya dengan Arzan tidak akan dilanjutkan. Karena hubungan mereka terhalang oleh restu Ayah Lavanya.

"Ayah. Ayah kenapa sih bicara seperti itu sama Arzan?" tanya Lavanya dengan emosi.

"Apa yang Ayah katakan itu kenyataan nak. Ayah ga mau kamu punya suami yang asal-asalan. Minimal sama dengan kita. Kita itu keluarga terpandang, Lavanya."

"Iya aku paham. Aku tahu kalau Ayah itu terpandang, banyak di hormati oleh orang lain, Ayah punya harta yang banyak. Tapi itu semua ga buat aku bahagia, Yah. Dan Arzan bisa buat aku bahagia dengan caranya sendiri walaupun sederhana. Aku mencintai Arzan apa adanya, Yah. Aku hanya ingin hidup bahagia bersama dengan orang yang aku cintai dan mencintai aku. Buat apa aku hidup penuh dengan kemewahan tapi ga bahagia seperti Ayah dan Mamah dulu."

Setelah berbicara seperti itu Lavanya langsung menaiki anak tangga rumahnya. Lavanya masuk ke dalam kamarnya dan tidak memperdulikan panggilan Ayahnya lagi.

"Lavanya, Lavanya."

Akhirnya Ayahnya pun membiarkan Lavanya pergi ke kamarnya dan menenangkan dirinya. Di satu sisi Ayahnya merasa sedih karena Lavanya sedih juga seperti itu. Tetapi di satu sisi Ayah Lavanya juga tidak mau Lavanya mempunya suami yang tidak memenuhi kriterianya.

-TBC-