Chereads / CEO'S SECOND WIFE / Chapter 10 - Ketulusan Seorang Laki-laki Biasa

Chapter 10 - Ketulusan Seorang Laki-laki Biasa

Tidak lama kemudian, kak Esha, kakak dari Lavanya datang menghampiri Ayah.

"Lavanya kenapa Yah?"

"Dia marah karena Ayah ga setuju sama hubungan dia dan Arzan."

"Arzan itu siapa Yah?"

"Arzan itu laki-laki yang sedang dekat sama dia saat ini. Statusnya jauh beda sama kita. Dia hanya lulusan SMA dan bekerja menjadi karyawan biasa di perusahaan swasta. Ayah ga setuju tapi Lavanya malah marah sama Ayah. Padahal Ayah cuma mau yang terbaik untuk dia."

"Ohh gitu. Yaudah biarin aja dulu, Yah. Nanti lama-lama juga dia ngerti. Nanti Esha coba bicara juga sama Lavanya."

"Yaudah kamu coba bicara sama adik kamu. Ayah mau ke ruang kerja dulu."

"Iya, Yah."

*****

Hari telah kembali berganti. Semua orang harus kembali melakukan aktivitas seperti biasanya. Tetapi tidak pada Lavanya. Lavanya yang mengurung dirinya di dalam kamar hingga saat ini belum juga keluar dari sana. Padahal Ayah dan kak Esha sudah berkumpul di meja makan untuk sarapa bersama sebelum memulai aktivitas mereka.

"Lavanya mana?" tanya Ayah.

"Kayanya belum keluar kamar, Yah. Dari kemarin aku udah coba mau bicara sama dia tapi dia tetap ga mau."

"Ya ampun anak itu."

Ayahnya langsung berdiri dan pergi ke kamar Lavanya. Dia berusaha untuk membujuk Lavanya supaya mau keluar dari dalam kamarnya dan melakukan aktivitas seperti biasanya.

"Dasar Danisa, Danisa. Lu ga tahu aja kalo gua bohongin. Pagi ini sebenarnya gua mau ketemu sama cewek gua. Dia lebih cantik, lebih putih, lebih lebih pokoknya dari lu Danisa. Hahaha," ucap Faqih di dalam hatinya.

Faqih pun masuk ke dalam mobilnya dan langsung pergi meninggalkan rumah. Faqih sebelumnya sudah memiliki janji dengan wanita lain yang akan dia mainkan hatinya di salah satu taman yang cukup jauh dari rumah. Sengaja Faqih memilih taman yang cukup jauh dari rumah Hans supaya tidak ada yang melihatnya ketika dirinya bersama dengan wanita lain.

Setibanya di taman itu, ternyata wanita yang dimaksud dengan Faqih itu sudah tiba. Dia memakai pakaian yang sangat seksi berwarna merah. Pakaian yang mampu menggoda Faqih. Bahkan bukan hanya Faqih saja yang tergoda jika melihatnya. Tetapi semua mata laki-laki yang melihatnya pun pasti akan tergoda.

"Hallo cantik," sapa Faqih sambil mengangkat kedua alisnya dan merapihkan jas nya.

"Sayang. Kamu kok lama banget sih datengnya? Aku kepanasatan nih nungguin kamu di sini."

"Sabar ya sayang. Maafin aku. Kamu pasti paham lah kenapa aku lama. Karena tadi aku ribet sama istri aku sayang."

"Iya tapi aku kepanasan di sini."

"Yaudah sekarang kita duduk di sana yuk. Aku ada hadiah nih buat kamu."

"Wahh hadiah? Hadiah apa itu sayang?"

"Makanya kita ke sana dulu yuk. Nanti kamu juga tahu apa hadiahnya."

"Yaudah, ayo."

Akhirnya wanita itu yang awalnya marah-marah dengan Faqih karena terlalu lama, kini dia bisa luluh setelah mau di kasih hadiah oleh Faqih. Faqih dan wanita itu pun pergi ke salah satu tempat duduk yang berada di taman itu. Kursi itu berada di tengah-tengah taman dengan pemandangan danau kecil di depannya. Ketika Faqih hendak duduk di kursi itu, tiba-tiba aja Faqih merasakan sesuatu.

"Aduh. Apa nih?" ucap Faqih dengan sedikit terkejut.

Faqih merasakan ada sesuatu dibelakang bokongnya ketika dia sedang ingin duduk diatas kursi itu. Faqih langsung kembali berdiri dan melihat ada apa yang sudah dia duduki.

"Kenapa sayang?" tanya wanita itu.

"Ini ada flashdisk. Punya siapa ya?"

"Mungkin punya orang sayang ketinggalan di sini. Udah lah buang aja. Ga penting juga."

"Engga. Siapa tahu aja ini penting. Lebih baik aku simpan aja."

Tiba-tiba saja Ershad tiba di taman itu juga.

"Pak Faqih," panggil Ershad.

"Eh, supir. Ngapain kamu ada di sini?" jawab Faqih dengan meledeknya.

"Itu yang ada di tangan Bapak adalah flashdisk milik saya. Tolong kembalikan Pak."

"Eh ga bisa. Enak aja. Ini saya temukan flashdisk ini di sini. Kamu jangan bohong deh."

"Tapi itu emang punya saya Pak. Sekali lagi saya minta tolong sama Bapak, kembalikan flashi saya."

"Kalau saya ga mau gimana?"

"Terpaksa saya harus menggunakan cara yang lain untuk meminta flashdisk itu."

Ershad langsung menghajar Faqih begitu saja. Tangan kanan Faqih yang sedang mengenggam flashdisk langsung di tarik kebelakang oleh Ershad hingga dia kesakitan.

"Aw, aw, sakit, sakit, sakit. Lepasin."

Setelah berhasil mengambil flashdisk miliknya, Ershad pun melepaskan genggamannya.

"Kamu itu ga sopan banget. Kamu itu supir. Ga sepantasnya kamu bersikap seperti itu ke saya."

"Tapi maaf Pak, saya sudah tidak bekerja lagi di keluarga Bapak. Sebelumnya saya minta maaf, permisi."

Kemudian Ershad langsung pergi begitu saja meninggalkan Faqih. Karena yang terpenting baginya saat ini hanyalah flashdisk itu. Bukan Faqih. Faqih yang tidak berhasil melawan Ershad hanya bisa emosi sendirian saja.

"Dasar supir belagu. Awas aja ya nanti kamu kalo ketemu saya lagi," teriak Faqih ketika Ershad sudah mulai pergi menjauh.

"Udah lah sayang. Lagian buat apa juga flashdisk itu ga penting. Jadi mana hadiah buat aku?" tanya wanita itu yang sudah menunggu hadiah dari Faqih.

"Kayanya isi flashdisk itu penting banget. Ershad sampai sebegitunya. Gua harus cari tahu nih," ucap Faqih di dalam hatinya.

"Sayang, sayang. Kamu dengar aku bicara ga si?" tanya wanita itu lagi.

"Nanti lagi ya sayang. Nanti kita atur jadwal buat ketemu lagi. Aku buru-buru mau pergi sekarang. Bye sayang."

"Tapi sayang... Sayang..."

Faqih langsung pergi begitu saja meninggalkan wanita selingkuhannya. Faqih berusaha untuk mengejar Ershad karena dia ingin tahu apa isi dari flashdisk itu.

******

"Astaga. Ya ampuh aku kesiangan," ucap Aleysa yang mampu membuat Hans terkejut.

"Kamu kenapa sih berisik banget."

"Aku kesiangan, Hans. Maafin aku ya."

"Apa? Jam berapa sekarang?"

"Udah jam delapan, Hans."

"Ya ampun. Kalo gini ceritanya aku telat ke kantor."

"Iya, maafin aku Hans. Yaudah sekarang kamu langsung mandi aja. Aku siapin semua keperluan kamu."

Ternyata pagi ini Aleysa dan Hans sama-sama telat bangun. Mereka berdua sama-sama kesiangan. Setelah bangun dari tidurnya, Hans pun langsung masuk ke kamar mandi. Sedangkan Aleysa menyiapkan pakaian yang akan dipakai oleh Hans pagi ini.

Sedangkan di meja makan saat ini semua keluarga Hans sudah kumpul. Termasuk Emily. Tetapi di sana belum terlihat kehadiran Hans dan Aleysa.

Tok... Tok... Tok...

"Lavanya. Ini Ayah, nak. Buka pintunya sayang. Kamu ga mau kerja emangnya?"

"Aku kerja dari rumah aja, Yah," jawab Lavanya sambil berteriak tanpa membukakan pintu kamar untuk Ayahnya.

Ayahnya hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan sikap kekanak-kanakan putri semata wayangnya itu.

"Sikapnya itu mirip banget sama Mamahnya."

Karena Lavanya sulit untuk dibujuk, akhirnya Ayahnya menyerah dan melanjutkan sarapan sesama dengan anak sulungnya.

"Gimana Yah? Masih ga mau keluar?" tanya kak Esha.

"Engga. Yaudah biarin aja dulu. Nanti dia juga ngerti kenapa Ayah larang dia berhubungan sama Arzan."

Kak Esha hanya menganggukkan kepalanya. Dia tidak mau terlalu jauh mengurusi masalah Lavanya dengan Ayahnya ini. Setelah selesai sarapan, kak Esha dan Ayahnya pergi ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaan mereka di sana. Sedangkan Lavanya akan menyelesaikan pekerjaannya di rumah melalui email.

Bukan hanya Lavanya yang tidak memiliki semangat hari ini untuk melakukan aktivitas. Tetapi Arzan juga. Arzan yang dipandang rendah oleh Ayah dari wanita yang dia cintai dapat membuatnya kehilangan semangat.

"Zan. Ngelamun aja. Mikirin apa sih lu?" tanya teman kantornya.

"Engga. Gua ga kenapa-kenapa. Gua mau ke luar dulu sebentar."

Arzan tidak terus terang dengan teman kantornya. Dia memilih untuk pergi ke luar. Kebetulan saat ini sudah waktunya untuk istirahat.

*****

Tok... Tok... Tok...

Terdengar suara ketukan yang berasal dari jendela kamar Lavanya. Lavanya bingung sekaligus takut. Takut jika ada orang yang akan menjahatinya. Apalagi saat ini dia hanya sendirian di rumah. Hanya ada pembantu dan satpam di depan rumahnya.

"Siapa ya? Siapa yang ketuk-ketuk jendela kamar aku?" pikir Lavanya.

Lavanya langsung terbangun dari kasurnya dan mengambil sebuah tongkat golf yang ada di samping kasurnya. Kemudian Lavanya menghampiri jendela kamarnya dan membukanya secara perlahan. Setelah jendela kamarnya terbuka, Lavanya spontan langsung memukul orang itu. Orang itu pun meringis kesakitan.

"Aduh, aduh. Lavanya, ini aku, Arzan."

Lavanya sangat terkejut. Ternyata orang yang dia pukuli adalah Arzan.

"Arzan? Kamu ngapain ke sini? Kok kamu bisa masuk ke sini? Emangnya di depan ga ada satpam?"

"Ada. Aku ngumpet-ngumpet datang ke sini. Malah di pukul sama kamu."

"Maaf. Aku kira kamu orang jahat. Yaudah masuk. Daripada nanti Pak satpam liat kamu dan ngadu ke Ayah."

Arzan pun masuk ke dalam kamar Lavanya. Saat ini Lavanya dan Arzan hanya berduaan di dalam kamar.

"Jadi kamu kenapa datang ke sini? Kalau Ayah tau gimana?" tanya Lavanya kembali.

Di mata Lavanya dan Arzan sangat terlihat jika mereka saling ingin memiliki. Ada cinta diantara mereka berdua. Tetapi restu Ayah Lavanya yang menghalangi hubungan mereka berdua.

Arzan menarik tangan Lavanya dengan sangat lembut. Di tatapnya kedua bola mata Lavanya dalam-dalam. Lavanya pun menatap balik Arzan dengan matanya yang sendu dan menyejukkan hati orang yang melihatnya.

"Jujur aku ga bisa jauh dari kamu. Aku kepikiran kamu terus. Aku tahu, aku sadar diri kalau aku emang ga pantas bersanding sama kamu. Tapi sumpah demi Tuhan, aku mencintai kamu tulus dari dalam hati aku. Aku ga peduli siapa kamu. Aku ga peduli kamu anak pengusaha sukses, orang kaya raya, atau apapun itu. Kalau kamu dilahirkan bukan dalam keadaan seperti ini, aku akan tetap mencintai kamu apa adanya," jelas Arzan yang dapat membuat hati Lavanya luluh. Dan tanpa disadari Lavanya menjatuhkan air matanya.

-TBC-