"Wahh beruntung ya kamu, bisa dekat dengan Bos." Ucap Aida.
Zoya hanya tersenyum datar mendengar ucapan Aida tersebut. Ia malah merasa tertekan dekat dengan Narendra. Walau Narendra baik padanya, tapi tetap saja ada tembok pembatas antara ia dan CEO di perusahaan tempat ia bekerja ini.
Zoya meletakkan peralatan bersih-bersih pada tempatnya, lalu ia menuju ke pantry, ia duduk di salah satu kursi. Zoya terdiam, ia merasa malu saat teman-teman di kantor tahu kalau ia dekat dengan atasannya itu.
"Zoya, kok bukannya kerja? Malah melamun aja!" Tegur Mila.
"Eh iya Mbak. Ini saya mau melanjutkan pekerjaan."
Zoya langsung berdiri dari tempat duduknya, lalu ia mengambil alat bersih-bersih, ia beranjak ke lantai delapan, setelah itu ia mulai menyapu lantai, lalu mengepel lantai tersebut.
Jam dua belas tiba, Zoya sudah selesai mengerjakan pekerjaannya. Ia meletakkan alat bersih-bersih pada tempatnya, lalu ia membuka loker, ia mengambil ponsel yang berada di dalam tasnya. Zoya belum tahu keadaan Ayah Hendra pada hari ini, ia pun menelepon Ibu Ratna.
[Assalamualaikum Bu.]
[Waalaikumsalam.]
[Gimana keadaan Ayah hari ini?]
[Alhamdulillah sudah lebih baik. Ayahmu minta pulang terus, karena kangen rumah dan juga rindu dengan kamu dan adik-adikmu.]
[Dokter belum memperbolehkan pulang kan?]
[Belum, Ayah masih harus dirawat.]
[Ya sudah Ayah suruh sabar dulu, mudah-mudahan makin hari terus membaik.]
[Iya, semoga aja. Oh iya Zoya, kamu dan adik-adikmu bisa kesini nggak? Biar bisa mengobati kerinduan Ayah.]
[Iya nanti insya Allah aku ajak Tiara dan Erina ke rumah sakit.]
[Iya.]
[Ya sudah Bu, aku mau makan siang dulu.]
[Iya Zoya.]
[Assalamualaikum.]
[Waalaikumsalam.]
Zoya menutup teleponnya. Nanti pulang kerja, ia berencana akan mengajak Tiara dan Erina untuk menjenguk sang ayah.
Tak lama kemudian, ponsel Zoya kembali bergetar, Narendra yang meneleponnya. Zoya langsung menerima panggilan dari atasannya itu.
[Hallo Zoya, ke ruangan saya sekarang ya!]
[Baik, Pak.]
"Zoy, mau ke kantin bareng nggak?" Tanya Aida.
"Nanti deh, kamu duluan aja."
"Kamu mau kemana?"
"Ke ruangan bos, dipanggil sama bos."
Zoya melangkahkan kakinya menuju ke ruangan Narendra.
Tok ... Tok ... Tok ...
"Masuk!"
Zoya masuk ke dalam ruangan atasannya itu.
"Ada apa, Pak?"
"Seperti biasa, belikan saya nasi dan ayam bakar!"
"Baik, Pak."
Narendra memberikan uang pada Zoya, "sekalian kamu beli makan siang untuk kamu juga!"
"Iya, Pak."
"Ehh Zoya!" Narendra memanggilnya lagi. Zoya pun menoleh ke arahnya.
"Ada apa, Pak?"
"Gimana keadaan Ayah kamu? Kamu sudah menelepon Ibu kamu?"
Tiba-tiba saja terbesit pikiran buruk dalam kepala Zoya, Zoya mengira Narendra sengaja bertanya tentang kondisi Ayah Hendra agar ia bisa segera menikahi dirinya.
"Sudah, baru tadi saya nelepon Ibu. Ibu bilang, keadaan Ayah alhamdulillah semakin membaik." Terang Zoya.
"Syukurlah. Oh ya, nanti saya mau jenguk ayah kamu ya. Nanti kamu bareng aja sama saya, sekalian saya antar kamu pulang."
"Tapi Pak, nanti saya mau mengajak kedua adik saya untuk menjenguk Ayah juga."
"Oh ya sudah, nanti sekalian aja naik mobil saya, ajak adik kamu juga."
"Baik, Pak."
Zoya keluar dari ruangan Narendra lalu ia turun dengan menggunakan lift, ia melangkahkan kakinya menuju ke kantin.
Zoya membeli makanan yang dipesan oleh atasannya itu, lalu ia juga membeli mie ayam bakso untuk dirinya. Setelah itu Zoya kembali masuk ke dalam lift untuk naik ke lantai tiga.
Tok ... Tok ... Tok ...
"Iya, masuk!"
"Ini Pak makanannya!" Ucap Zoya seraya memberikan bungkusan nasi dan ayam bakar pada atasannya itu."
"Iya, terima kasih. Seperti biasa, kembaliannya kamu ambil aja!"
"Terima kasih, Pak."
Zoya langsung keluar dari ruangan Narendra, lalu ia berjalan menuju ke pantry untuk makan siang. Sebelum sampai di pantry, ia mendengar teman-temannya yang sedang tertawa, lalu saat ia datang, tiba-tiba teman-temannya terdiam. Semua mata tertuju pada Zoya.
"Udah Zoy, beliin Bos makanan?" Tanya Aida.
"Udah."
"Bos sukanya makan apa sih?" Tanya Lisa.
"Saya juga nggak tau Mbak makanan kesukaan Bos apa."
"Lho, kamu kan udah deket sama Bos, masa nggak tau makanan kesukaannya." Lanjut Lisa. Seketika semua tertawa.
"Iya Zoy, cari tau dong makanan kesukaan Bos apa!" Sambung Risma.
"Untuk apa?" Menurut Zoya tidak penting ia mengetahui makanan kesukaan Narendra.
"Biar kamu bisa beliin tiap hari. Bos kan sukanya nyuruh-nyuruh kamu. Jangan-jangan, Bos juga suka ya sama kamu? Atau kamu memang sudah jadi simpanannya?" Ledek Nina yang membuat semuanya tertawa terbahak.
Zoya diam saja, ia mengambil mangkuk, lalu ia menuang mie ayam bakso ke dalam mangkuk tersebut. Zoya duduk diantara teman-temannya itu. Ia berusaha cuek dan tidak memperdulikan teman-teman yang sedang menertawakannya.
Hati Zoya merasa sedih, karena ia mendapatkan ledekan semacam itu, karena semua sudah tahu kalau Zoya dekat dengan Narendra.
"Bagi-bagi resepnya dong Zoya, biar bisa dekat dengan Bos yang dingin seperti Bapak Narendra?" Ucap Via.
"Kamu pakai susuk ya, jadi si Bos bisa dekat sama kamu?" Celetuk Lisa.
"Apaan sih, kalian!" Wajah Zoya mulai berubah. Menurut Zoya, ucapan teman-temannya itu sudah keterlaluan, rasanya Zoya ingin meluapkan kemarahannya tapi masih tertahan karena ini di kantor, ia tak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Zoya sampai menahan air mata yang sudah mengumpul di ujung kedua pelupuk matanya.
Setelah selesai makan, Zoya beranjak ke toilet, lalu ia menangis. Hanya di dalam toilet, ia bisa menangis sepuasnya. Ia benci dengan perkataan teman-temannya itu, ia tidak ingin dekat dengan Narendra, ia tidak nyaman bekerja dengan suasana seperti ini. Teman-teman Zoya bicara seperti itu tanpa rasa bersalah, semuanya bersikap biasa saja, seolah ucapannya tidak menyakiti hati Zoya.
Zoya mengusap air matanya, walau sudah puas menangis, ia tidak ingin terlihat seperti habis menangis. Zoya beranjak ke musholla untuk menunaikan sholat dzuhur.
Zoya baru mengetahui beginilah dunia kerja yang menurutnya kejam. Kalau ia berhenti kerja hanya karena tersinggung dengan ucapan teman-temannya, apa tanggapan kedua orang tuanya? Sedangkan Zoya harus terus berjuang untuk mereka. Zoya sudah berjanji ingin membantu mencicil hutang-hutang kedua orang tuanya, Zoya juga ingin membahagiakan kedua adiknya. Begitu berat beban yang ditanggung seorang anak pertama seperti Zoya.
Setelah selesai sholat, Zoya beranjak ke ruangannya. Ia bercermin, lalu memakai bedak pada wajahnya.
"Dandan segala, biar terlihat cantik ya di hadapan Bos?" Celetuk Risma.
"Iya dong!" Balas Zoya. Ia memasukkan kembali bedak ke dalam tasnya lalu ia kembali bekerja.
"Sabar, sabar!" Ucap Zoya sambil mengelus dada.
Ia tidak boleh terus bersedih hanya karena perkataan teman-temannya itu. Biar saja mereka mau berkata apa, memang benar saat ini Zoya sedang dekat dengan Narendra. Zoya berusaha menguatkan dirinya. Jangan sampai karena masalah seperti ini, ia sampai berpikir untuk mengundurkan diri, karena tak mudah mencari pekerjaan untuk wanita yang hanya lulusan SMA sepertinya.