"Kamu kerjanya yang benar ya! Kamu juga harus betah. Karena atasanmu itu luar biasa baiknya." Ucap Ayah Hendra.
"Iya."
Zoya tetap akan bekerja, ia harus terus keras pada dirinya sendiri agar tidak jatuh lalu tergulung ombak kehidupan.
"Jangan kecewakan orang yang sudah mempercayaimu, ayah tau biaya rumah sakit ini tidak murah." Lanjut Ayah Hendra.
"Iya, Ayah."
Zoya akan berkorban untuk sang ayah, termasuk mengorbankan dirinya yang harus dinikahi oleh Narendra.
Narendra, Ibu Ratna, Tiara dan Erina sudah berada di dalam mobil. Ibu Ratna senang sekali merasakan naik mobil yang menurutnya mewah ini, selama ini ia jarang menaiki kendaraan beroda empat.
"Mau makan dimana?" Tanya Narendra seraya menoleh ke belakang.
Tiara dan Erina saling pandang, mereka berdua tidak berani menjawab.
"Tidak usah, saya mau langsung pulang ke rumah aja." Jawab Ibu Ratna.
"Ibu dan kedua ade ini kan belum makan, pasti lapar, saya mau ajak kalian makan dulu."
"Ya sudah kalau begitu, terserah Narendra saja." Ujar Ibu Ratna.
Pak Yono memberhentikan kendaraan di depan sebuah Restaurant Jepang.
"Yuk, turun!" Ucap Narendra.
Ibu Ratna dan kedua putrinya itu keluar dari mobil, lalu mereka berjalan mengikuti langkah Narendra masuk ke dalam Restaurant. Mata Ibu Ratna tak henti-hentinya melihat ke sekeliling Restaurant, ini adalah Restaurat mewah yang belum pernah mereka makan di dalamnya. Tiara dan Erina pun baru merasakan masuk ke dalam restaurant mewah seperti ini.
Narendra memilihkan tempat duduk untuk mereka, ibu Ratna dan kedua putrinya pun duduk di kursi yang telah tersedia.
"Disini makanannya ada apa aja?" Tanya Ibu Ratna.
Narendra memberikan daftar menu pada Ibu Ratna, tapi tak ada satupun menu makanan yang Ibu Ratna ketahui.
"Jadi, ibu mau makan apa?" Tanya Narendra.
"Terserah Narendra saja, ibu belum pernah makan di tempat ini."
"Ade-ade mau pilih menu makannya?" Tanya Narendra pada Erina dan Tiara, tapi kedua adik Zoya itu menggelengkan kepalanya.
Akhirnya Narendra yang memilihkan makanan dan minuman untuk mereka.
"Sesekali nggak apa-apa ya Bu, makan di tempat ini. Semoga Ibu suka sama makanannya." Tutur Narendra.
"Iya."
Makanan dan minuman yang Narendra pesan pun sudah datang, lagi-lagi Ibu Ratna bingung bagaimana mamakannya.
"Ini harus dimasak dulu, Bu. Kita masak sendiri." Ucap Narendra lalu ia mencontohkan cara memasaknya.
Tiara pun mencoba memasak daging yang tersedia, lalu ia juga merekamnya menggunakan ponsel miliknya. Tiara dan Erina makan dengan lahap.
"Enak nggak?" Tanya Narendra.
"Enak banget, Pak." Jawab Tiara.
"Jangan panggil Pak, panggil Kakak aja." Ucap Narendra.
Di kantor ia memang seorang atasan, tapi ketika di luar kantor, ia ingin setara dengan orang-orang yang sedang bersamanya, jadi ia tidak ingin ada perbedaan status sosial.
Ada kebahagiaan tersendiri saat melihat orang lain bahagia, itulah Narendra. Ia senang melihat kedua adik Zoya yang makan dengan lahap, itu berarti mereka berdua suka dengan makanan yang Narendra berikan. Ibu Ratna, walaupun kurang suka dengan makanan seperti ini, tapi ia tetap memakannya, karena menghargai Narendra yang sudah berbaik hati dengan mengajaknya makan.
Tiara membagikan video yang tadi direkamnya itu pada Zoya, melalui pesan.
Drrrttt ...
Ponsel Zoya bergetar, baru saja ia ingin tidur beralaskan selimut di lantai rumah sakit. Zoya pun membuka ponselnya, lalu melihat video sang adik yang sedang makan makanan enak, tentu saja sangat menggungah seleranya.
[Enak banget, Kakak belum pernah lho makan makanan seperti itu]
Zoya mengirimkan pesan pada Tiara.
[Lagian Kakak malah di rumah sakit, nggak ikut pulang sama kita, Pak Narendra malah ngajak makan di tempat mewah. Enak banget lho ini]
[Aduhh, kakak belum makan, tiba-tiba jadi lapar. Kakak menginap disini untuk menggantikan Ibu, karena kasihan melihat ibu yang belum beristirahat di rumah selama Ayah dirawat]
[Yaudah, selamat jaga Ayah, aku sama Erin mau lanjut makan dulu ya]
Tiba-tiba saja perut Zoya berbunyi, ia memang belum makan, melihat video yang Tiara kirimkan, semakin bertambah rasa laparnya. Zoya pun membuka laci yang berada di dekat tempat tidur sang ayah. Ia menemukan roti yang belum dibuka, Zoya pun memakan roti tersebut untuk mengganjal rasa laparnya sampai besok pagi.
Sedangkan Erina, memakan makanannya sampai habis. Selama ini Erina hanya melihat postingan teman-temannya yang makan di tempat mewah ini, tapi akhirnya ia juga merasakannya.
"Narendra disini tinggal bersama siapa?" Tanya Ibu Ratna.
"Saya tinggal dengan sepupu, supir dan asisten rumah tangga, Bu."
"Oh, sepi dong ya di rumah karena nggak ada orang tua dan kakak adik?" Lanjut Ibu Ratna.
"Orang tua saya tinggal di kampung dan saya adalah anak tunggal, jadi memang dari kecil sudah terbiasa sepi."
"Iya, tidak seperti Zoya yang ada dua orang adiknya, kalau jauh kadang saling rindu, tapi kalau sedang berdekatan kadang malah bertengkar." Cerita Ibu Ratna.
"Wajarlah Bu, mereka kan usianya tidak terlalu terpaut jauh."
"Iya."
Kesepian memang selalu menyelimuti hati Narendra, karena ia seorang anak tunggal, lalu ia juga belum mempunyai pasangan. Jadi Narendra sudah terbiasa dengan rasa sepi.
Zoya sudah mengganjal rasa laparnya dengan memakan roti. Setelah itu ia berusaha memejamkan kedua matanya.
Drrttt ...
Ponsel Zoya kembali bergetar, ia pun membuka ponselnya lagi. Kali ini Zoya menerima pesan dari Dhafin, Zoya pun membuka pesan tersebut.
[Sayang, kamu udah pulang atau masih di rumah sakit?]
[Aku nginap di rumah sakit menjaga Ayah. Malam ini ibu yang pulang]
[Oh gitu. Yaudah, hati-hati ya]
[Iya]
Teringat Dhafin, selalu membuat dada Zoya terasa sesak, ia tak tega jika harus meninggalkan Dhafin walau pernikahannya dengan Narendra yang sebentar lagi akan dilaksanakan hanya pernikahan kontrak, tetap saja Zoya tak ingin mengkhianatinya. Namun Zoya tidak ada pilihan lain, selain menuruti skenario dalam hidupnya yang sudah Allah berikan padanya ini.
'Mengapa Narendra harus hadir dalam hidupku?' Batin Zoya. Jika bukan karena menolong membiayai pengobatan Ayah Hendra, ingin sesukses dan setampan apapun Narendra, tetap Zoya tak akan mau dinikahi oleh laki-laki yang usianya jauh dari dirinya tersebut. Zoya kembali menangis akibat pergolakan batinnya. Beban seorang anak perempuan pertama yang harus ia tanggung sangatlah berat, tidak semua orang mengerti posisinya saat ini. Zoya harus kembali melebarkan bahunya agar kuat menopang beban seberat apapun.
Di waktu yang sama, Narendra dan keluarga Zoya sudah selesai makan, lalu Narendra membayar semua pesanannya.
"Sudah kenyang semua kan?" Tanya Narendra.
"Sudah."Terima kasih ya sudah mengajak kami makan di tempat ini." Ucap Ibu Ratna.
"Iya, Bu."
Narendra, Ibu Ratna dan kedua adik Zoya masuk ke dalam mobil, lalu Pak Yono kembali mengendarai kendaraan roda empat itu menuju ke rumah Ibu Ratna.