Chereads / Mendadak Menikah Denganmu / Chapter 29 - Bukan Seorang Simpanan

Chapter 29 - Bukan Seorang Simpanan

Narendra mendorong kursi roda yang diduduki Ayah Hendra. Setelah sampai di tempat parkir, Narendra pun menuntunnya untuk masuk ke dalam mobil.

"Zoya, kamu duduk di depan samping saya!" Titah Narendra, lalu Zoya pun menurutinya.

Drrttt ... Drrttt ...

Ponsel milik Zoya yang berada di dalam tasnya bergetar, Zoya pun mengambil ponsel dan mengangkat panggilan dari sang ibu.

[Hallo, Bu.]

[Gimana Zoya, Ayah jadi pulang hari ini kan?]

[Jadi. Ini udah di mobil.]

[Oh, sudah selesai semua administrasi Ayah?]

[Sudah, Bu.]

[Alhamdulillah. Kamu pulang naik taxi online?]

[Diantar sama Pak Narendra.]

[Oh. Ya Allah, baik banget bos kamu itu.]

[Iya.]

[Berati nanti Pak Narendra mampir dong ke rumah?]

[Nggak tau.]

[Ibu siapkan dulu deh makan untuk kalian.]

[Iya.]

[Ya sudah. Assalamualaikum.]

[Waalaikumsalam.]

Zoya menutup teleponnya. Zoya sebenarnya tidak ingin Narendra ke rumahnya lagi, karena ia merasa malu dengan kondisi rumahnya yang pastinya berbeda jauh dengan rumah milik bos di kantornya itu.

Tiara baru saja selesai membersihkan rumah, lalu Erina pun sudah selesai membantu sang ibu mencuci pakaian. Ibu Ratna beranjak ke warung makan di dekat rumahnya, ia ingin membeli lauk pauk.

"Bu, kemarin itu Zoya diantar sama siapa? Om-om gitu?" Tanya Ibu Dian, pemilik warung.

Ibu Ratna mengernyitkan kedua matanya, sambil menatap Ibu Dian. "Apa? Om-om?"

"Iya, Om-om, lalu Zoya, Tiara dan Erina masuk ke dalam mobil Om-om itu."

Ibu Ratna berusaha mengingat-ingat, "oh, itu bukan Om-om, itu bosnya Zoya. Kemarin, dia mau jenguk suami saya di rumah sakit bersama ketiga anak saya."

"Oh, itu bosnya Zoya ditempat kerjanya?" Lanjut Ibu Dian.

"Iya."

"Ibu-ibu yang melihat, semua membicarakan Zoya. Zoya dibilang simpanan Om-om lah demi membayar hutang kedua orang tuanya."

"Astaghfirullah ... "

Mendengar ucapan Ibu Dian, Ibu Ratna jadi sedih karena Zoya di fitnah telah menjadi simpanan Om-om. Rasanya ingin ia katakan pada semua tetangganya jika laki-laki itu bukanlah Om-om nakal, tapi seorang bos yang baik hati.

Ibu Ratna hampir lupa dengan tujuannya ingin membeli lauk, ia pun memilih lauk pauk, lalu setelah membayarnya ia langsung pulang ke rumahnya.

"Ibu kenapa?" Tanya Tiara yang melihat sang ibu termenung duduk di kursi ruang tengah.

"Zoya difinah jadi simpanan Om-om." Jawab sang ibu.

Tiara mengernyitkan keningnya, lalu bertanya, "siapa yang bilang?"

"Tetangga-tetangga yang melihat kalian kemarin."

"Iya sih, kemarin memang banyak tetangga yang sedang berkumpul, lalu melihat kita." Lanjut Tiara.

"Iya, makanya dengan seenaknya mereka memfitnah Zoya." Lanjut sang ibu.

"Jahat banget ya mulutnya!" Sembur Erina.

"Begitulah lisan orang lain, jangan sampai lisan kita seperti itu ya."

"Yaudah ibu nggak usah sedih, yang terpenting apa yang mereka katakan itu nggak benar." Sambung Tiara.

"Iya."

Ibu Ratna kembali menyiapkan makanan untuk kedatangan Ayah Hendra, Zoya dan juga Narendra, ia tidak akan memperdulikan apa kata orang.

Zoya dan Narendra masih berada di jalan, tidak ada obrolan apapun antara mereka berdua. Zoya sedang memikirkan perjanjian dengan Narendra setelah Ayah Hendra sembuh. Narendra pun memikirkan hal yang sama, ia ingin segera memperkenalkan Zoya pada kedua orang tuanya, lalu ia ingin segera menikahinya.

Zoya menoleh ke belakang, ia melihat sang ayah yang sedang tertidur pulas.

"Ayah tidur?" Tanya Narendra.

"Iya."

"Saya mau membicarakan tentang ... "

Zoya memotong pembicaraan Narendra, "jangan dibicarakan disini, nanti saja!"

Zoya tahu apa yang ingin Narendra bicarakan, makanya Zoya melarangnya, ia tak ingin Ayah Hendra diam-diam mendengar pembicaraan itu.

Sampailah di rumah Zoya, Narendra turun dari mobil, lalu menuntun Ayah Hendra untuk masuk ke dalam rumah.

"Assalamualaikum." Salam Narendra.

"Waalaikumsalam." Jawab Ibu Ratna, lalu ia beranjak ke depan pintu.

Narendra menuntun Ayah Hendra untuk duduk di sofa ruang tamu.

"Makasih ya Pak." Ucap Ayah Hendra.

"Jangan manggil saya Bapak, panggil aja Narendra, sesuai nama saya."

"Oh iya, baiklah."

Ibu Ratna beranjak ke dapur untuk membuatkan teh hangat, lalu menyuguhkannya untuk Narendra beserta makanan cemilan.

"Di minum dulu, Narendra!" Ucap Ibu Ratna.

"Iya, Bu." Narendra pun mengambil cangkir yang berada di atas meja, lalu ia meminumnya.

Zoya masuk ke dalam kamarnya, disatu sisi ia senang karena sang ayah sudah kembali ke rumah, tapi disisi lain Zoya pun sedih, karena ia harus menepati janjinya untuk menikah dengan laki-laki berusia tiga puluh tahun itu. Zoya merebahkan tubuhnya ke atas ranjang, ingin rasanya ia lari dari kenyataan, tapi tidak mungkin bisa.

Nasi dan lauk pauk sudah ada di atas karpet yang tergelar di lantai.

"Makan dulu yuk!" Ajak Ibu Ratna. Narendra pun tidak enak jika menolaknya.

"Zoya mana, Bu?" Tanya laki-laki yang dikira Om-om tersebut.

Ibu Ratna beranjak ke kamar anak sulungnya itu, Zoya masih merebahkan tubuhnya di atas kasur.

"Zoya, kok kamu malah tiduran? Ayo makan sama-sama!" Titah sang ibu.

"Aku belum lapar, Bu. Aku mau tiduran dulu!"

"Zoya, di ruang tamu masih ada bos kamu, nggak enak kalau kamu malah berdiam diri di kamar. Ayo temani dulu! Ingat Zoya, dia sudah baik pada keluarga kita!"

'Pak Narendra tidak sebaik yang Ibu kira. Jika memang dia laki-laki yang baik, dia akan tulus menolongku tanpa meminta imbalan.' Batin Zoya. Rasanya ia ingin menceritakannya pada sang ibu tentang Narendra yang meminta Zoya untuk melaksanakan pernikahan kontrak dengannya.

"Ayo Zoya!"

Zoya pun bangkit dari tempat tidurnya, lalu ia beranjak ke ruang tamu. Zoya duduk lalu mengambil piring dan menuangkan nasi beserta lauk pauk ke atas piring tersebut. Zoya melirik Narendra yang sedang makan dengan lauk yang sederhana seperti ini, tapi Narendra terlihat lahap.

"Nambah Narendra!" Tawar Ibu Ratna.

"Nggak Bu. Saya sudah kenyang."

Narendra beranjak keluar rumah, ia melihat di sekitar rumah Zoya yang padat penduduk, lalu ada beberapa tetangga yang memperhatikan laki-laki yang diduga sebagai Om-om nakal itu.

Zoya sudah selesai makan, ia membawa piring-piring kotor ke belakang, lalu ia mencucinya. Setelah mencuci piring, Zoya kembali duduk di lantai ruang tamu.

"Ayah mau istirahat dulu di dalam kamar." Pinta sang ayah.

Narendra kembali menuntunnya menuju ke dalam kamar. Ibu Ratna membayangkan, andai saja ia punya anak laki-laki seperti Narendra, yang ringan tangan, pasti ia akan sangat bangga. Setelah menuntun Ayah Hendra, Narendra kembali duduk di ruang tamu.

"Narendra, terima kasih ya. Ibu nggak tau harus bagaimana membalas kebaikan kamu. Kalau soal hutang biaya rumah sakit, nanti jika Bapak sudah sembuh, insya Allah segera dicicil, Ibu juga akan berusaha cari uang untuk mencicilnya." Tutur Ibu Ratna.

Narendra menatap Ibu Ratna, "Bu, saya nggak minta uang itu untuk diganti. Ibu dan Bapak nggak perlu mengembalikannya. Saya hanya minta .... " Narendra tiba-tiba menghentikan ucapannnya.