Wauu! KEREN BANGET!" teriak Hilma tanpa sadar dengan volume suara yang bertambah, dan langsung mendatangkan tatapan maut dari adik dan kakaknya.
"Kecilkan volume suara lo, bodoh!" seru Dian kakak kandung dari Hilma, yang terganggu dengan suara yang teramat kuat dan fals yang membuat kepalanya berdenyut.
"Duh, sorry kak," ucap Hilma sambil beranjak dari tempat duduknya tadi menuju kamarnya.
Belum sampai di depan kamar, Hilma mendengar suara, "Akhirnya, gue bisa tenang mendengar musik" "huff, akhirnya diam juga suara melengking itu" hatinya terasa terbakar mendengar penuturan dari kakak dan adik kandungnya. Namun, sekuat tenaga ia harus bisa menahan air mata yang akan menetes tetes demi tetes agar mereka tak melihat dirinya menangis.
Hilma yang tak ingin lama-lama berada di sana, dengan segera bangkit dan pergi. Namun baru selangkah kak Dian kembali memanggilnya
"Hey!"
Hilma langsung membalikkan badan dan mengangkat alisnya acuh.
"Emang cakep lo begitu?" ujar kak Dian sambil berjalan memperhatikan tubuh Hilma dari kepala hingga ujung kaki, "jelek aja, belagu," sambung kak Dian lagi.
"Mau apa, kak?"
"Nggak jadi, deh. Jadi nggak nafsu gue lihat muka, lo"
Mendengar itu, Hilma langsung menghela nafas, "ya sudah, kak. Aku pamit dulu."
"Eh, tunggu-tunggu."
Mau tak mau Hilma kembali membalikkan badan, dan menunggu apa yang akan diberikan kakaknya.
Dian berjalan mengambil pakaian kotor dan kembali ke hadapan Hilma, "Cuci yang bersih. Jangan sampai ada yang masih kotor, mengerti?" Jelas Dian sambil memberikan pakaian kotornya.
Hilma hanya menganggukan kepala sebagai jawaban, percuma melawan yang ada badannya makin remuk dihajar.
"KELUAR!" usir kak Dian, sambil mendorong Hilma untuk segera keluar dari kamar.
Huff, sabar ujarnya dalam hati.
****
Tak terasa sudah seminggu hari-hari yang Hilma lewati dengan berbagai ekspektasi yang berbeda setiap harinya. Namun, ia masih bersyukur tetap diberikan nyawa untuk hidup sampai sekarang, masih diberi tempat tinggal layak, dan makanannya juga terpenuhi walaupun ia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya.
Tepat hari ini adalah hari pertama Hilma kembali masuk ke sekolah setelah seminggu libur. Dikarenakan, adanya kepentingan yang dengan berat hati menggunakan sekolah kami untuk melaksanakan kepentingan itu.
Disinilah Hilma sekarang, setelah bel istirahat ia selalu di dalam kelas sambil membaca novel kesukaannya. Saat sedang asyik membaca. Tiba-tiba ada teman sekelasnya yang menendang kursi di tempat Hilma duduk, karena kejahilan temannya itu langsung membuat Hilma terkejut dan secara refleks melepaskan Earphone dari telinganya.
"Ehh …. " ucap Hilma dengan muka terkejutnya.
"Dasar, cupu! Dipanggil dari tadi nggak dengar-dengar," caci orang itu yang tak lain adalah teman Hilma yang bernama Bella. Bella terkenal akan tingkah yang senonoh melakukan orang seenak hatinya, bahkan jika orang yang Bella suruh menolak untuk melakukan yang ia mau. Maka tak ada ampun untuknya.
Setelah tujuan Bella memanggil Hilma sudah ia lakukan, Bella sekarang langsung menyodorkan uang 50 RB, "Nih, beliin bakso di kantin."
"Ingat, Jangan sampai salah apalagi sampai ada kuah yang menetes. Gue jual ginjal lo!" ancam Bella dengan tak tau malu dan rasa kemanusiaan.
Baru sehari masuk sekolah lagi sudah gini, ya Allah. Emang muka jaman sekarang jadi penentu batin Hilma menangis.
"Bu, baksonya dua mangkok extra pedas, ya."
"Baik, tunggu sebentar."
Hanya butuh lima menit bakso yang Hilma pesan sudah jadi, "terima kasih, Bu." Hilma segera menyodorkan uang 50 RB untuk membayar baksonya.
"Sama-sama."
Hilma menelusuri setiap lorong sambil bersenandung ria. Takkan digubris olehnya semua tatapan mengejek yang mereka lakukan terang-terang dihadapannya, walau batin dan hati ini sudah tak sanggup lagi akan hinaan yang datang.
Ceklek!
"Bagus, sudah sampai," ujar Bella saat Hilma sudah ada di depan wajahnya dan membawa bakso pesanannya.
"Ini baksonya, dan ini kembaliannya."
"Ya Sudah, keluar lo!"
"Baik." Setelah itu Hilma tidak benar-benar keluar dari kelas, melainkan kembali duduk di bangku yang ia duduki tadi sambil memasang kembali earphone di telinga.
Tak terasa waktu berjalan. kini, bel pulang sekolah sudah berbunyi dan semua murid berhamburan keluar. Setelah Hilma rasa keadaan yang sudah sepi ia pun langsung beberes beranjak pergi. Alasan utama Hilma selalu menunggu sepi itu karena dirinya sangat malas melihat mereka selalu mencibir wajahnya. Hilma hanya mampu membatin menanggapi semua perkataan mereka, sebenarnya ia juga tidak ingin wajah yang seperti ini. Namun apa boleh buat Allah berkuasa atas segalanya.
"Hey!"
"Hey kamu."
"Hey!"
Setelah mendengar panggilan itu. Yang Hilma kira pertama dan kedua kalau orang itu sedang memanggil orang yang ada disekitarnya. Namun, setelah panggilan ketiga baru ia sadar kalau orang itu berniat memanggilnya karena, kondisi di sekitar sudah sepi tak ada orang lain selain dirinya sendiri.
"Hey!" Panggil orang itu lagi sambil berjalan menghampiri Hilma.
Hilma memberhentikan langkahnya karena, orang itu sudah ada tepat di hadapannya, "iya?"
"Tidak kenal dengan, gue?"
Hilma berpikir sejenak , "Anak dari pemilik kantin?" tanya Hilma memastikan.
"Iya. kenalkan gue Radit," jelas Radit. Sampul mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
Hilma yang melihat Radit mengulurkan tangan, langsung menyambut uluran tangan itu, "Aku, hilma."
" kenapa baru mau pulang?" tanya Radit lagi. Karena Radit sudah melihat sekeliling sekolah dan tak ada orang lain selain dia, satpam, dan Hilma.
"Iya, kak. Emang biasanya suka ngadem dulu di kelas," sahut Hilma berbohong.
"Oh gitu."
"Iya, kak." Ketika Hilma hendak berbalik dan berniat pergi, tiba-tiba Radit memegang tangannya.
"Kenapa, kak?"
"Boleh foto? Pengen foto sama Hilma," ajak Radit sambil mengeluarkan handphonenya dari saku celana.
"Boleh, kak."
Cekrek!
Radit langsung melihat hasil foto, "Hm .. .bagus. Terimakasih banyak.
"Sama-sama, kak."
Setelah itu Hilma benar-benar beranjak dari tempatnya untuk pulang kerumah. Karena hari sudah mulai sore.
******
Saat tiba di dalam kamar Hilma langsung menghambur ke tempat tidur tanpa peduli harus berganti baju, cuci kaki, muka dan lainnya. Yang ia lakukan sekarang hanya menatap langit-langit kamarnya sambil melamun.
Di tengah lamunannya Hilma mendengar suara notifikasi pesan berulang kali dari handphonenya.
Tingg 99+..
Setelah mendengar ada notifikasi yang terus tak henti-hentinya masuk, mau tak mau Hilma harus langsung memeriksanya karena sangat mengganggu.
Matanya langsung terbuka lebar, saat melihat kalau semua pesan masuk itu berasal dari grup yang Hilma sendiri tak tau menau siapa yang membuatnya dan menambahkan nomornya ke grup. Dan yang membuatnya lebih terkejut itu karena yang jadi pembahasan di grup itu dirinya sendiri. Sebab, foto yang diambil bersama Radit tadi siang telah tersebar luas.
Grub gabut
Online✓
@Rani
[kok mau Radit poto sama Hilma yang notabenenya cewek cupu dan jelek itu, sih?]
@Imeh
[Idih, ko mau sih Adit sama dia?]
@Bella
[Kecolok mungkin matanya Adit.]
@Dion
[Gue, sebagai laki-laki malu lihat Adit.]
@Radit
[Ha-ha-ha. Gue cuman ngetest dia aja.]
@Rani
[Ngetes gimana, Dit?]
@Radit
[Iya, ngetes dia mau nggak Deket sama cowok. Eh ternyata dia mau aja, gak sadar diri sama mukanya itu.]
@Rani
[Kasian banget woi, anak orang Lo buat percobaan]
@Radit
[Sok sekali, lo. Padahal ikut senang juganya.]
@Rani
[Iya, sih.]
@Hilma
[Jahat, lo semua!!]
@Radit
[Eh, muncul orangnya]
@Hilma
[Sok ganteng banget sih, lo. Coba ngaca deh, muka lo sendiri kayak apa!! Sok sempurna benget. Cuihh….]
@Bella
[Bagus lo aja deh yang ngaca! Gak sadar amat kalau muka lo cocok umur 50 an.]
@Rani
[2 in]
@Dion
[3 in]
@Hilma
Keluar dari grup
Hilma yang mulai muak dengan isi grup itu pun memilih keluar saja. Dari pada hatinya tambah tersayat. Setelah itu ia memilih untuk tidur karena hari sudah malam waktunya untuk mengistirahatkan tubuh dan otaknya..Biarkan masalah yang akan muncul besok, yang terpenting sekarang istirahat.
Keadaan ini gak akan seburuk yang diperkirakan, asal aku bisa belajar bagaimana menempatkan diri dengan baik. Batin Hilma sebelum masuk kedalam mimpi dan menghadapi kejamnya dunia esok hari.