Chereads / The Secret of Hilma / Chapter 5 - Bab 5

Chapter 5 - Bab 5

Hari yang sial umpat Hilma sambil memegang kain untuk mengepel lantai. apakah berdanadan disekolah juga disalahkan? inggin menjadi cantik harus dihukum? inggin terlihat sempurna harus lewati masalah dulu? sungguh kehidupan yang sekarang ini sangat-sangat menyita otak dan fikiran untuk terus bekerja keras biar menghasilkan buah pemikiran yang bagus? ah sudah lah. berdebat dengan siklus kehidupan sangat membuang waktu.

mpersingkat eaktu biar tidak mubazir hilma pun mulai melakukan hukumannya mengepel lantai sampai bersih, kinclong, glowing, spendding! biar tidak seerti wajahnya yang banyak kerikil-kerikil kecil yang mengusik keindahan dan keglowingan dunia percantikan.

saat asik berdebat, mengomel bahkan mengumpat.  ia dikejutkan suara britton pria yang teramat-amat berat.

"Permisi," ujar seseorang dibelakang hilma.

"Permisi." ujarnya sekali lagi sebab tak ada jawaban dari orang yang dipanggil.

"Jalan tinggal jalan. Kamu nggak nampak aku sedang apa sekarang, ha?"

"Kamu menghalangi jalanku. Jadi setidaknya kamu perhatikan dulu baru ngomel-ngomel."

Hilma bukannya menyingkir, ia malah terkesima mendengar suara orang itu. Suaranya sama persis dengan suara misterius yang ia dengar beberapa hari yang lalu, "kamu--orang itukan?" Seketika Hilma menjadi seperti orang yang terbata-bata dalam berbicara.

"Kamu siapa? Aku bahkan baru melihatmu sekarang. Jadi, jangan sok kenal deh" ujar cowok itu.

"Nggak mungkin, kamu orang yang ada di sungai beberapa hari yang lalu, kan?"

"BUKAN!!" balas cowok itu dingin dengan penekanan.

"Nggak mungkin kalau bukan. Aku ingat sekali suaranya, suaranya sama persis dengan suaramu," Hilma masih kekeh dengan ucapannya.

"Tolonglah aku cuman mau lewat jangan dibuat ribet. Lagian muka aja ada 7 kembaran didunia. Apalagi suara pasti lebih banyak yang sama dengan suaraku. Jadi, jangan ngaco deh."

"Tunggu!! Setidaknya beri tahukan siapa namamu?"

"Bukan urusanmu, MENGERTI?"

Hilma masih terus memandangi cowok yang ia yakin bahwa cowok itu adalah cowok yang sama, "Aku tak akan melepaskannya, aku yakin kalau dia adalah suara cowok yang memberiku semangat beberapa hari lalu," kata Hilma yang tak tau berbicara dengan siapa.

Setelah cowok itu menghilang dari pandangannya, Hilma kembali melanjutkan hukuman yang diberikan pak Darto tadi, "Hufff, akhirnya selesai." Hilma segera membereskan barang-barang yang ia bawa ke sekolah tadi, dan memasukkannya ke kantong plastik. Karena Hilma berniat membuang barang-barang tersebut yang telah membuat harinya sial.

Hilma membuang alat-alat make-up ke tempat sampah, "Barang-barang sialan, bukannya bikin cantik malah bikin aku serem" gerutunya.

"Hey kakak sialan, dari tadi ditungguin kenapa baru pulang, ha?"

"Sorry."

"Etss tungggu. Kakak pakai make-up kesekolah?" ujar fajar karena melihat wajah Hilman yang berbeda dari biasanya. bahkan berbeda dari pagi tadi saat berangkat sekolah. ada hal apa yang menganggu pendirian kakaknya yang paling anti makai make-up.

"Iya."

"Bhaaaaaaaa, pasti dihukum gara-gara bermake-up, kasian."

"Udah puas ketawanya? Seneng lihat kakaknya dihukum?"

"Seneng banget-banget. Pakai kali sampai meluber, dan banjir," sahut Fajar dengan tampang tak bersalah.

Hilma memajukan bibirnya, "Siall!!"

"Sudah boleh jalan, den Fajar?"

"Sudah, pak. Jangan lupa hati-hati."

"Baik, den."

Setelah itu pak Budi yang merupakan sopir pribadi Fajar langsung menyalakan mesin dan melajukan mobilnya untuk menuju pulang kerumah. Kurang dari 1 jam mobil mereka melaju di tol untuk pulang kerumah.

"Akhirnya, sampai."

"Kakak, tau nggak?

"Nggak!" sahut hilma sewot-sesewot ya perempuan.

"Aku nunggu kakak lebih dari sejam. Gak ngucap terimakasih pula tu." cibir Fajar.

"Kasian."

Fajar langsung memasang muka bete bak ditinggal pacar nikah."Ihhh, nyebelin."

"Ihhh… kayak cewek," balas Hilma mengikuti cara adiknya berbicara.

"Ihhhh---

Hilma segera memotong Fajar, "mau masuk, nggak?"

"MAU, LAH!!"

"Ya sudah, masuk."

Fajar menghentak-hentakkan kakinya ke lantai, "kakak laknat."

"Kamu juga sama"

"Sama-sama, apa?"

Hilma langsung menunjukkan ekspresi naik turun alis, "Sama-sama laknatnya,"

"Betul juga." Fajar bersorak mengiyakan kata kakanya Hilma.. bagaimana ia tak mau bersorak? walaupun nampak dari luar dirinya amat jahat dengan kakaknya hilma. Namun ia tetap menyayangi kakaknya lebih sayang dari kakaknya satu lagi yang hobinya cuman memerintah saja tak mau bangkit dari tempat tidur kesayangannya. mungkin kalau tempat tidur itu bisa teriak akan teriak tak sanggup ditiduri terus menerus.

langkah kian langkah terjadi antara Hilma dan Fajar namun, Baru beberapa langkah, tiba-tiba mereka dua dihalangi jalannya oleh mama Dewi. Padahal seharusnya mama Dewi pulang esok hari. tak seperti biasannya mama mereka pulang secepat ini. karena apa? karena biasanya mama dewi akan mengelilingi dunia, bulan, matahari, bintang, gunung, sungai, bahkan got untuk menghamburkan uangnya yang tak seberapa itu hasil ia model yang sunyi dari konsumen karena umurnya sudah tak pantas.

"Dari mana aja kalian berdua? Jam segini baru pulang. Apalagi kamu Fajar kenapa kamu pulang bareng kakakmu Hilma, atau kalian memang berangkat bareng dan pulang bareng?"

Hilma yang berniat menjawab di halang oleh adiknya Fajar, "Fajar memang berangkat bareng kakak dan pulang bareng juga," ujarnya.

"Mama kan sudah melarang kamu untuk berangkat bareng kakakmu, kenapa kamu langgar, Fajar."

"Kak Hilma juga berhak dapat fasilitas, ma. kak Hilma juga anak kandung mamah, kan? bukan anak tiri? jadi kenapa harus dibeda-bedakan. kak Hilman juga lahur dari rahim mamah. jadi dimana letak perbedaannya, mah?"

"NGGAK BERHAK!! Di nggak berhak dapat semua fasilitas yang mamah kasih kekalian dua. dia itu beda Fajar, BEDA!!"

"kenapa nggak berhak, ma? Kakak juga anak kandung mama dan papa. Jadi kenapa mama membedakan kak hilma denganku dan kak Dian? GAK ADIL BANGGET." jawab fajar kembali untuk menyadarkan mamahnya yang sudah mulai ttak waras nampaknya.

"Kamu, Fajar. kamu itu masih anak smp belum mengerti permasalahan orang besar. masih kecil aja udah belagu  jawab ucapan mamah! "

"Kalau aja papa masih hidup, pasti dia akan berlaku adil ke anak-anaknya. Nggak kayak mama pilih kasih."

"Terserah, kalian."

"Bagus. Kalau mama sadar," sahut Fajar sambil melangkah kembali masuk dan tak lupa menggandeng tangan kakaknya Hilma.

seperkian menit mereka sampai di depan kamar hilma dan tak terlupakan tautan tangannya belum terlepas sama sekali seperti hendak menyebrang jalan di khalayak ramai

"Terimakasih, dek." ungkap Hilman penuh haru karena tak menyangka adiknya seperhatian ini dengannya.

"Sama-sama, kak."

Fajar melepas gandengan tangannya yang tertaut erat, "Kakak harus ingat ini. Ya, walaupun aku sering menghina fisik kakak, mengejek, membuat kakak gondok itu semua ada alasannya kak. Semuanya aku lakukan bukan karena kemauan Fajar, kak."

Hilma mengeryit heran. Dan bertanya-tanya kenapa adiknya jadi bersikap baik? Alasan apa yang membuat adiknya berubah-ubah sikapnya?. mengapa jadi seperhatian ini? apa alasan yang membuatnya bisa berubah seperti Ironman.

"Kalau boleh tau alasannya apa, dek?

"Suatu saat kakak pasti tau kok," jawab seadanya dan langsung pergi dari hadapan Hilma nun sebelum beranjak ia mengusap.ujung mata kakaknya Hilman yang ada sedikit air mata yang mau terjtuh kepermukaan datar.