Esok harinya, Hilma berniat membawa alat makeup di dalam tasnya.
"Makan dulu, kak" ajak Fajar pada dirinya.
"Sebentar, masih ada yang ketinggalan."
"Barang apa sih yang kakak bawa? Udah 4 kali bolak-balik." fajar yang melihat gerak-gerik aneh dari kakaknya pun tak henti-hentinya bertanya dalam hatinya.
"Kepo!!" Hilma kembali kekamar untuk mengambil barang yang ketinggalan dikamarnya.
Setelah selesai, Hilma kembali ke meja makan untuk sarapan.
"Udah kelar, kak?"
"Udah."
Fajar melirik tas kakaknya Hilma, "Tumben banget tas kakak gembung gitu" sambungnya.
"Punya adik ganteng, tapi-"
Fajar tak sabar mendengarkan sambungan dari kakaknya, "Tapi, apa?"
"Lupa."
"Ih, nyebelin" kata Fajar sambil memukul bahu kakaknya.
"Biarin, wleeee" balas Hilma mengejek adiknya.
Memang Fajar ini selalu menghina fisik Hilma. Namun, Fajar ini masih memiliki hati beda dengan kakaknya Dian. Fajar masih sering bermain, bercanda, mengajak berangkat sekolah bareng walau selalu dilarang mama Dewi, dan bahkan setiap hari fajar selalu mengingatkan kakaknya Hilma untuk makan. Baik itu sarapan, makan siang, maupun makan malam. Pasti Fajar tak akan lupa untuk mengajak Hilma kakaknya makan bareng dimeja makan.
Fajar berusaha menjangkau tas kakaknya, ia masih teramat kepo dengan isi tas yang dibawa kakaknya Hilma. Karena tumben sekali tasnya gembung seperti berisi barang-barang yang tak pernah dibawa Hilma ke sekolah.
"Barang apa, ya. Kira-kira?" tanya Fajar sambil membuka kancing tas kakaknya Hilma, dan kebetulan sekali keadaan ini. Tumben-tumbenan kakaknya Hilma tidur dimobil, biasanya juga seger kalau mau berangkat ke sekolah.
Mungkin, ada yang kak Hilma kerjakan tadi malam. sampai ngantuk berat kayaknya batin Fajar.
Fajar mengernyit heran, "Make-up?" Nggak salah kak Hilma bawa alat beginian ke sekolah?"
Karena rasa penasaran yang bertambah, Fajar membuka handphone kakaknya untuk mencari jawaban, "Cara make-up? Cara jadi cantik?"
Fajar makin terheran-heran melihat semua tontonan kakaknya di YouTube dan pencarian di Google. Semua tentang make-up dan cara jadi cantik.
Sedetik kemudian, Fajar pun paham. Ternyata kakaknya ini mau jadi cantik dengan cara berdandan. "Buang-buang waktu banget, dasar!!" Kata Fajar di hadapan kakaknya yang masih tertidur pulas, sambil mengembalikan barang-barang yang tadi ia bongkar-bongkar.
"Kamu ngapain?" Hilma bangun dari tidurnya sambill mengucek matanya. Karena merasa ada orang yang memperhatikannya dari tadi.
"Nggak ada."
"Beneran? Ntar kamu bongkar tas kakak?" tuding Hilma kepada adiknya.
Fajar yang hampir ketahuan itu berusaha untuk bersikap biasa aja, "Sok kepedean banget."
"Biasanya kalau mukanya kek gitu ketahuan kalau yang dibilang bener"
"Nggak ya, kak." elak Fajar
"Ya udah, biasa aja mukanya. Kayak ketahuan maling aja,"
"Muka gue kan emang gini!!
"Iya-iya."
"Ganteng kan?"
"Iya, ganteng. Sangking gantengnya lebih bagusan burit ayam dari muka kamu, dek."
Fajar yang geram, langsung mengambil buku dari tasnya. Dan langsung melambungkan pukulan ke kepala kakaknya Hilma, "RASAIN!!" sambungnya.
"Aduh." ujar Hilma sambil menyenderkan kepalanya ke jok mobil. Kebetulan sekarang ia berangkat bareng adiknya karena mama Dewi sedang pergi keluar kota.
"KDRT!!"
"Mana ada KDRT antara kakak adik."
"Jadi apa yang betul?"
"KDRH!!"
"Apa artinya, dek."
"Kekerasan dalam rumah hantu."
"Hantu?" Hilma menggaruk-garuk kepalanya, "Apa hubungannya?" tanyanya lagi.
"Karena, muka kakak …. "
"Muka?"
"Karena muka kakak kayak hantu kalau lagi marah." sambung Fajar sambil membuka knop pintu mobil sebab mobilnya sudah sampai di depan sekolah.
"Adik kurang ajar. Awas aja kamu, ya." ancam Hilma.
"Berangkat kak, udah siang ntar telat."
Hilma mengumpat setelah melihat jam ditangannya, "shittt…"
"Antar kakak saya sampai tujuan dengan selamat ya, pak." ucap Fajar kepada sopir pribadinya.
"Baik, den."
"Bapak hati-hati. Di belakang ada hantu yang bentar lagi kerasukan," lanjut Fajar. Setelah itu ia sesegera mungkin lari dari hadapan kakaknya Hilma guna menghindari umpatan-umpatan.
"FAJAR!!"
"Maaf, non. Kita berangkat sekarang?"
"Iya." balas Hilma sewot karena masih kesal dengan adiknya.
****
Hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk Hilma bisa sampai di sekolahnya. Karena, jarak sekolah adiknya Fajar dan dia tidak terlalu jauh untuk dijangkau.
Karena masih ada waktu sekitar 10 menit sebelum bel sekolahnya berbunyi. Hilma pun langsung pergi ke kamar mandi untuk melaksanakan aksi yang sudah dirancangnya dari tadi malam. Sehingga membuatnya mengantuk sekarang sebab terlalu lama begadang.
"Perfect," pekik Hilma saat melihat hasil dari pekerjaannya.
Lebih baik dari semalam batin hilma sambil membandingkan foto yang ia ambil tadi malam dan sekarang di handphonenya.
"Ternyata tak sia-sia usahaku tadi malam," puji Hilma pada dirinya sendiri.
Hilma pun terus melangkah menelusuri setiap lorong sekolahnya menuju kelas. Yang ia herankan adalah semua tatapan seperti tatapan aneh, mematikan, atau apalah. Banyak yang tertuju padanya. Tetapi ia tak ambil pusing dan terus melangkahkan kakinya menuju kelas.
Kenapa,ya. Apa hari ini aku terlihat berbeda? Batin Hilma dalam hati.
Namun Maslaah tak menghiraukan ucapan mereka itu hanya mampu bertahan sementara. Sekarang Hilma merasa tubuhnya bergetar dan keringat bercucuran di dahinya. Ingin rasanya ia sekarang berbalik arah dan pulang kerumah tapi hal itu mustahil.
"Ha-ha-ha. Lihat teman-teman wajahnya Hilma." teriak Bella dari tempat duduknya setelah melihat kedatangan Hilma dengan wajah abstrak menurutnya.
"Mana-mana?"
"Disana." tunjuk Bella kearah Hilma.
"Ah cupu!!" pekik Rani saat melihat kearah yang dimaksud Bella.
"Maaf, apakah ada yang salah dengan penampilanku?"
Rani berjalan menghampiri hilma, "Sangat-sangat salah, Hilma" sahut Rani yang dari tadi mengelilingi sambil melihat tubuh Hilma dari atas sampai bawah.
"Salahnya dimana?"
"Lo nggak tau salahnya dimana?"
"Nggak, perasaan penampilanku sudah lebih baik dari sebelumnya," ujar Hilma yang yakin akan penampilannya sekarang.
"Bawa kaca atau handphone, kan?"
Hilma menganggukan kepala sembari mengambil kaca di dalam tasnya.
Lebih baik batin Hilma.
"Sudah lihat, kan? tanya Rani.
"Sudah."
"Sudah tau dimana yang salah?"
Hilma menggelengkan kepala, "Belum."
"Lihat mata lo itu. Bukan seperti pakai celak melainkan kayak Pakai spidol, tebal banget."
"Dan lihat muka lo, bukan jadi putih malah jadi abu-abu. Karena salah dalam pemilihan set warna bedak." Bella sejak tadi diam menyaksikan sambil mengangguk-anggukan kepalanya setuju dengan perkataan Rani.
"Bisa-bisa kalau penampilan kayak gini bukan oke malah jadi serem, Hilma. Malu-maluin banget!!"
"Anak cupu, mau ngapain aja tetep bisa buat ketawa, ya. Padahal cuman karena make-up" sahut Dion.
"Gue nggak CUPU, Dion!!!" bantah Hilma yang terima dibilang cupu.
"Terus kalau nggak cupu apaan? Suhu?"
(Suhu itu bahasa gaul contohnya " kukira cupu ternyata suhu")
"Nggak tau."
"Hilma dibilang suhu? Terbalik dunia ini."
"Emang kamu suhu, Dion?"
"Nggak juga, sih."
"Makanya jangan suka menghina orang kalau kamu sendiri belum tentu bisa jadi seperti yang kamu bilang, Dion. Biasakan introspeksi diri dulu" Hilma mulai jengah setiap hari ia terus yang menjadi bahan bullyan.
"Ada kejadian apa, ni? Kenapa ramai-ramai disini?" tanya pak Darto yang tiba-tiba muncul. Pak Darto merupakan seorang guru BK yang selalu keliling kelas untuk melihat keadaan dan situasinya.
"Nggak ada apa-apa, pak." jawab semua murid dengan serentak.
Pak Darto memperhatikan sekeliling, dan pandangannya berhenti di satu murid yang membelakanginya, "kamu, kenapa membelakangi saya?"
"Balik badan kamu, nggak sopan ada guru malah di belakangi" sambung pak Darto.
Ternyata murid yang membelakangi pak Darto adalah Hilma.
Hilma yang tak tau lagi cara untuk menyembunyikan hasil riasan mukanya, mau tak mau membalikkan badan sambil menundukkan kepalanya agar riasan wajahnya tak terlalu terlihat.
"Coba angkat kepalamu, bapak mau lihat apa yang kamu sembunyikan diwajahmu."
Pak Darto terkejut melihat wajah Hilma yang penuh riasan yang tak jelas itu, "kenapa kamu sekolah dengan muka seperti itu? Ini sekolah bukan tempat buat gaya-gayaan. Mending kalau hasil riasan kamu bagus, ini malah kayak badut. Bertaburan, ketebalan bedanya, alis kayak oli gitu," omel pak Darto yang terkejut dengan wajah muridnya.
Hilma hanya mampu menundukkan kepalanya lagi dan lagi, "Maaf, pak."
"Kalian semua, jangan sekali-kali kejadian ini terulang. Cukup Hilma saja jangan sampai kalian semua mengulangnya. Ini sekolah bukan tempat untuk fashion, bukan tempat untuk bulan riasan muka, bukan tempat untuk berlomba-lomba jadi menarik dan cantik. Tapi, sekolah itu tempat menimba ilmu, menuntut ilmu. Supaya masa depan kalian bagus bukan suram kayak suram, mengerti?"
"Baik, pak." sahut murid serentak lagi.
"Oke, sekarang kamu ikut saya. Dan kalian semua kembali ketempat duduk masing-masing" perintah pak Darto.