Tak perlu ditanya bagaimana senangnya hati Gilang saat ini. Dia begitu heran tatkala Indy memberinya harta benda dengan sangat mudah. Uang dan gelang pemberian Indy sudah bermukim di dalam tasnya.
"Syarat kedua kamu harus tidur samaku,"
"Hah?"
Seberes itu Gilang mendekatkan bibirnya ke telinga Indy. Dirinya agak menungging melakukan hal tersebut supaya jarak mereka dekat dan tidak ada orang yang mendengar. Gilang membisikkan sebuah kalimat yang membuat Indy langsung menarik tubuhnya ke belakang.
"Persyaratan macam apa itu?" ketusnya. Dahi Indy berkerut. Dipikirnya Gilang akan memintanya untuk menjadi pembantu barang sesaat.
Gilang tersenyum nakal. Ekor matanya meyorot paras cantik Indy penuh gairah. Entah apa yang sedang dipikirkan lelaki muda tersebut.
"Ya, sudah kalau kamu gak mau. Aku tinggal aduin aja ke Abdi soal identitasmu," ancam Gilang. Dia pun bersiap-siap untuk berdiri.
"Eh, jangan! Iya. Aku mau tidur sama kamu,"
Karena takut kebusukannya terbongkar dan berujung mendekam di sel, akhirnya Indy menyetujui permintaan Gilang. Hampir saja pria itu menghilang dan Indy spontan mengunci pergelangan tangan Gilang dengan jemarinya.
Tentu saja Gilang semakin besar kepala, karena Indy telah berada di bawah kekuasaannya. Sejak awal mereka bertemu, Gilang memang sudah menyukai setiap lekukan tubuh Indy. Dia berangan-angan agar bisa menikmatinya dan sekarang mimpi itu menjadi nyata.
"Kita ke rumahmu sekarang,"
Tak ingin mengulur waktu, Gilang langsung memboyong Indy dan memasukkan wanita itu ke mobilnya.
Hal tersebut ditangkap oleh seorang pria yang sedari tadi mengintai mereka. Dada Dito bergemuruh. Batinnya bertanya-tanya tentang apa yang akan dilakukan oleh Indy dan Gilang.
"Dia udah ngasih uang dan gelang untuk laki-laki itu. Sekarang mau ke mana mereka?" gumam Dito.
Sebisa mungkin Dito menahan kekesalan di hati untuk tidak melabrak keduanya. Jangan sampai Dito termakan emosi, sehingga dia tidak tahu apa yang akan diperbuat oleh kekasihnya.
Tanpa sepengetahuan Indy, Dito mengekorinya dari belakang.
Dito sudah tahu ke mana arah perginya mobil Gilang setelah melintasi jalan familiar itu. Dito meyakini bahwa mereka akan mendarat di kediaman Indy.
"Keterlaluan kalian!" cercah Dito setelah dugaannya terbukti benar.
Dito sengaja menghentikan mobilnya agak jauh dari rumah Indy, agar kehadirannya tidak tercium. Dia mengintip sepasang insan yang buru-buru masuk ke dalamnya.
"Akh! Perasaanku makin gak enak,"
Matanya menjalar memerhatikan dua punggung yang nyaris terbenam di ambang pintu. Bibirnya mengerucut menahan umpatan.
Setelah merasa aman, Dito pun turut masuk ke rumah Indy. Tak ada tempat lain yang dituju kecuali bilik perempuan itu. Benar saja. Selang beberapa menit kemudian setelah Dito menguping, terdengarlah sahut-sahutan Gilang dan Indy dengan kalimat yang begitu panas.
Tak perlu menduga-duga, karena Dito sudah tahu apa yang dilakukan dua manusia di dalam sana. Jantungnya terasa ingin meledak. Dito mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu.
"SIALAN!"
BRAK!
Dengan kekuatan Dito, akhirnya benda persegi panjang itu berhasil ternganga dengan sekali dorongan.
Pemandangan seperti apa ini?
Kedua mata Dito membola serta bibirnya terkunci, tatkala melihat kekasihnya terbaring tanpa busana di hadapan pria lain. Sosok asing itu sedang menari-menari di atas tubuh mungil Indy seraya meneriakkan kata yang sama berulang kali.
Mendengar suara banter dan orang yang mendadak muncul tanpa diundang membuat Gilang dan Indy menghentikan aktivitas panasnya.
Bersamaan dengan itu Indy sontak menarik selimut dan terduduk di sudut ranjang. Sedangkan Gilang berjalan ke arah Dito untuk membuat perhitungan.
"Siapa kamu? Kenapa tiba-tiba bisa ada di sini?" tanya Gilang emosi.
"Bajingan!"
BRUGH! BUK! PANG!
Dito tak lagi mampu menahan api yang bergejolak dalam jiwa. Tidak peduli siapa Gilang dan apa hubungannya dengan Indy. Buru-buru dia menimpuk pria itu sampai telentang di lantai dalam keadaan tanpa busana.
Saat Gilang sibuk meringis kesakitan, Dito pun mengayunkan kakinya guna menghampiri Indy. Kalau tidak mengingat bahwa Indy adalah wanita, mungkin ia akan bernasib sama seperti Gilang.
"Indy! Punya hubungan apa kamu sama laki-laki itu, hah?" Dito tidak segan-segan membentak kekasihnya yang manja itu.
Indy bagaikan orang bisu yang tak mampu menanggapi ucapan orang lain. Sekujur tubuhnya dingin dan menggeletar.
"Sejak kapan kalian bermain di belakangku? Jawab, Indy, jawab!"
BUGH!
Lagi-lagi Dito membuat Indy kaget dengan menendang kaki ranjang. Dia tak pernah mendapati Dito semarah dan sekejam ini.
"Aaaargh! Ampun, Mas,"
Saking takutnya, Indy sampai terlonjak dan berlutut di kaki Dito. Air matanya mengalir deras membahasi pipi. Indy benar-benar tidak berniat untuk berselingkuh. Dia melakukan ini demi melindungi diri.
"Aku bisa jelasin, Mas. Semuanya gak seperti yang kamu pikirin," kata Indy membela diri.
"Kamu udah gila? Aku ngeliat dengan mata kepalaku sendiri kalau kalian bermesraan. Alasan apa lagi yang harus kamu kasih ke aku Indy? Aku kecewa banget sama kamu!"
Dito berkomentar tanpa ingin menundukkan kepalanya untuk melihat wajah kusam Indy. Hatinya tercabik-cabik. Jika boleh meminta, Dito ingin waktu diputar kembali agar ia tak pernah memulai hubungan dengan Indy kala itu.
Gilang yang tidak diterima atas perlakukan Dito memilih untuk bangkit dan menyerang balik pria tersebut. Gilang memukul kepala Dito dengan jam yang berada di dinding. Hentakannya cukup keras, sehingga Dito tersungkur ke bawah.
BRUGH!
"Mas Dito!" pekik Indy.
"Aduuuuh,"
Dito memegangi kepalanya yang terasa nyeri. Pintar sekali Gilang mengambil kesempatan di saat ia lengah.
"Jangan main-main sama aku. Pergi kamu!" ucap Gilang, kemudian menyeret tubuh Dito.
Gilang mencampakkan Dito di beranda dan menutup pintu rumah. Gilang tidak tahu jika bangunan itu adalah hasil pemberian Dito untuk Indy.
Gilang mengintip dari jendela hingga pria malang tersebut keluar gerbang. Setelahnya, ia kembali menemui Indy.
"Siapa laki-laki itu? Pacar kamu?" tanyanya kepada Indy yang masih saja bersimpuh di lantai.
Indy menganggukkan kepalanya samar sebagai bukti jawaban. Gilang yang mendengar pun lantas menganggukkan kepala. Wajar bila Dito seperti orang kesetanan. Rupanya dia adalah kekasih Indy.
Namun, Gilang sama sekali tidak keberatan apalagi sakit hati. Dia hanya menginginkan tubuh Indy bukan hatinya.
"Ayo, bangun!" kata Dito sambil membantu Indy berdiri.
Keduanya masih dalam keadaan tanpa busana dan kembali bermukim di atas ranjang. Gilang membungkus Indy dengan tubuhnya dan mengusap puncak kepala wanita itu.
"Laki-laki di dunia ini gak cuma dia aja, Indy. Ngapain kamu harus sedih begitu?"
Gilang memiringkan tubuh Indy agar berhadapan dengannya. Gilang tak ingin berlama-lama lagi di kediaman Indy, karena dia tahu kalau Dito pasti kembali. Daripada Gilang terkena batunya, lebih baik ia segera membereskan misinya.
"Kita selesaikan dulu setelah itu aku pulang," kata Gilang yang memutuskan untuk kembali bereaksi.
***
Bersambung