Chereads / ISTRI RASA PEMBANTU / Chapter 22 - SOSOK BARU

Chapter 22 - SOSOK BARU

Napas Indy terengah-engah. Kekuatannya kalah oleh kencangnya motor sang perampok. Ketika Indy nyaris putus asa, di depan sana ia melihat sesosok pria yang mendadak mengejar orang-orang jahat tersebut. Dia menendang motor pencuri dan berhasil membuat mereka terjatuh. Setelahnya, lelaki itu mengambil ponsel Indy. Ia mengumpat dan memaki dua lelaki berbadan tegap tersebut. Mereka kalang kabut dan akhirnya memilih untuk tidak melawan dan pergi.

Melihat hartanya telah selamat, Indy merasa sangat lega. Dia berlari ke arah laki-laki yang baru saja menolongnya.

"Makasih, ya," kata Indy malu-malu.

Orang yang belum diketahui namanya itu mengintai Indy dari ujung kaki hingga rambut. Dia tersenyum kecil, kemudian memberikan ponsel pada Indy.

"Lain kali hati-hati, ya," ucapnya.

Indy mengangguk mantap. Dia trauma atas kejadian ini dan tak akan mengulanginya lagi.

"Aku Gilang. Siapa nama kamu?" Tiba-tiba sosok bernama Gilang itu mengulurkan tangannya.

Indy sempat kaget, tapi detik itu juga ia membalas perlakuan Gilang. Indy menampilkan deretan gigi putihnya.

"Aku Indy,"

"Nama yang bagus. Oh, ya. Gimana kalau kita ngobrol dulu?"

Ajakan Gilang membuat Indy seketika jadi grogi. Gilang merupakan pria berwajah rupawan. Tubuhnya yang tinggi dan kekar membuat mata gadis manapun menjadi candu menatapnya.

"Boleh,"

Akhirnya, Indy pun melupakan niat awalnya untuk berkunjung ke café Dito. Ia lebih memilih pergi dengan seorang pria asing.

Gilang membawa Indy ke sebuah taman. Keduanya duduk sambil menikmati camilan yang dijual di sana.

Mereka saling bertukar identitas. Gilang mengaku bahwa ia adalah seorang pengusaha furniture rumah. Indy menyimak segala ucapan Gilang penuh antusias.

"Kamu dari mana, Gilang?" tanya Indy.

"Aku baru aja pulang dari rumah temen. Ini mau ke bengkel, karena mobilku rusak dan harus diperbaiki," jawabnya.

Indy menatap sosok di depannya dengan pandangan serius. Ia menelisik gerak-gerik Gilang yang tidak mencurigakan. Indy mulai membenarkan dalam hati, bahwa pria itu adalah seorang pengusaha.

Keduanya pun melanjutkan obrolan hingga mentari hampir berada di puncak kepala. Setelah itu, Gilang menawarkan diri untuk mengantar Indy pulang.

Tentu saja Indy tak menolak. Ia dengan suka hati mengizinkan Gilang untuk menginjak kediamannya.

"Kamu sendiri di rumah ini?" tanya Gilang setelah mereka sampai di lokasi tujuan.

"Iya. Orang tuaku di kampung,"

"Ini rumah kamu atau milik orang tua?" Gilang kembali bertanya. Ia sempat mengira bahwa Indy adalah wanita biasa.

"Ini rumahku sendiri, Gilang,"

Indy pun tak ingin kalah. Ia belagak bak putri ratu yang mempunyai banyak harta. Indy juga mengaku single pada Gilang. Entah kenapa, tiba-tiba saja ia merasa ingin mengenal pria itu lebih jauh. Kalau Indy mengatakan bahwa dia sudah memiliki pacar, pasti Gilang akan sungkan berdekatan dengannya.

"Kaya juga perempuan ini," batin Gilang.

Kemudian ia mengajak Indy bertukar nomor telepon. Nantinya, Gilang akan mengajak Indy untuk bertemu di lain waktu.

***

"Ini Handphone kamu. Papa udah urus semuanya," titah Yugi. Ia meletakkan ponsel di perut atas anaknya.

Baru saja Yugi pulang dari kantor polisi untuk mengambil benda-benda milik Dito pasca kecelakaan kemarin.

"Mobilku gimana, Pa?"

"Di bengkel. Lagi diperbaiki,"

Tak ingin memperpanjang obrolan, Dito langsung membuka ponselnya. Dia menemukan banyak panggilan tak terjawab serta pesan dari Indy. Seketika Dito jadi iba terhadap perempuan itu. Pasti Indy sangat mengkhawatirkannya.

Tanpa diketahui oleh keluarganya, Dito mengetikkan beberapa kalimat untuk memberi kabar pada Indy. Dia menceritakan awal mula kejadian hingga dirinya berada di rumah sakit.

Tak lama setelah itu, Dito mendapat jawaban bahwa Indy turut bersedih atas kejadian yang menimpanya. Indy juga meminta maaf, karena tidak bisa menjenguk Dito sampai lelaki itu benar-benar sembuh. Indy tak ingin menjadi bahan bully oleh keluarga Dito lagi. Ia hanya berharap semoga Dito segera membaik dan dapat beraktivitas seperti biasanya.

Sedikit sedih, tapi Dito juga tak mampu menuntut Indy untuk menjenguknya. Dito juga tidak mau kalau kebohongannya kembali terbongkar. Jadi, biarlah Dito dirawat oleh tangan Ira saja. Setelah semuanya membaik, Dito berjanji akan segera menemui wanita tersebut.

***

10 hari berlalu. Ini merupakan hari pertama bagi Dito untuk kembali tidur di kamarnya pasca kecelakaan. Dito sudah diizinkan pulang ke rumah, meskipun sesekali ia masih merasakan sakit di bagian kepala. Dito benar-benar muak berada di ruangan serba putih dan kerap mencium bau obat-obatan. Akhirnya, Dito memilih untuk rawat jalan saja.

Mengetahui bahwa keadaan anaknya mulai membaik, Alin dan Yugi pun berpamitan untuk pulang ke rumah mereka. Keduanya menitipkan Dito pada Ira. Semoga saja wanita itu sabar dalam merawat suaminya.

Sore ini Dito bersantai di beranda rumah, sementara Ira memasak untuk makan malam. Dito terkejut, karena tiba-tiba saja Indy menghubunginya.

"Ada apa, Sayang?" bisik Dito.

"Mas. Uangku udah menipis. Aku bisa gak makan kalau gak ada transferan dari kamu,"

"Sayang. Maaf, ya. Mas bener-bener gak pegang uang. Kamu tahu kan kalau Mas belum bisa ke café?"

Selama Dito sakit, karyawannyalah yang mengatur segalanya. Ira tidak tahu menahu soal bisnis. Tidak mungkin wanita itu yang ia jadikan tombak untuk melancarkan usahanya. Namun, bukan berarti pekerjanya juga mampu mengembalikan keadaan café. Saat ini, café semakin sunyi saja. Dito mengalami kerugian besar.

"Itukan kewajiban kamu, Mas. Terus aku gimana, dong?" Indy menghentakkan kakinya di lantai.

"Untuk sementara waktu, kamu cari kerjaan aja dulu, ya. Mas gak mungkin minta uang sama Ira. Dia pasti curiga,"

"Aku mau kerja apa, Mas? Jadi pelayan lagi? Aku gak maulah,"

Jelas saja Indy enggan menjadi pembantu di toko orang lain, karena selama ini dia sudah merasa nyaman dengan kehidupan barunya.

"Terserah kamulah, Sayang. Nanti kalau Mas udah bisa kerja, pasti Mas bakal kasih kamu uang yang banyak. Sudah dulu, ya. Takut ketahuran Ira,"

Buru-buru Dito memutuskan sambungan teleponnya. Akan lebih berbahaya jika obrolannya dengan Indy terdengar oleh telinga lain. Bukannya Dito tidak mencintai perempuan itu, tapi kondisinya yang darurat membuat ia tak dapat melakukan apapun.

Tring…

Gawai Indy kembali berbunyi, tapi dari orang yang berbeda. Indy melihat nama Gilang tertera di sana.

"Indy. Kamu di mana?" tanya Gilang.

"Di rumah,"

"Aku boleh main ke sana?"

"Tentu saja,"

Gilang hadir di saat yang tepat. Barangkali, Indy dapat melampiaskan keluh kesahnya pada lelaki itu.

Tak butuh waktu lama, Gilang hadir dengan mengendarai sebuah mobil mewah. Mata Indy jadi silau melihatnya. Ternyata benar, bahwa pria itu bukan orang sembarangan.

Indy menyambut rekan barunya dengan senyuman terbaik. Sayangnya, Indy masih tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Hal itu membuat batin Gilang bertanya-tanya.

"Indy. Kamu lagi ada masalah, ya?" tanya Gilang setelah keduanya berada di ruang tengah.

Orang yang ditanya pun sontak bingung. Haruskah ia berbagi cerita dengan Gilang?

***

Bersambung