Chereads / ISTRI RASA PEMBANTU / Chapter 9 - TERUNGKAP

Chapter 9 - TERUNGKAP

Ira membuang udara dari mulutnya dengan kasar. Perasaan kesal atas tindakan Indy tak juga menghilang. Setelah Dito berada di sisinya, kini saatnya Inah mengadukan perihal wanita itu. Ira merasa bahwa semakin hari Indy kian berubah. Ia tak lagi menjadi pembantu yang penurut.

"Mas. Aku gak suka sama Tini," adu Ira ketika ia dan Dito sudah berada di ranjang.

"Kenapa, hem?" Dito menatap istrinya.

"Tadi pagi aku dikasih sarapan jam 10, Mas. Padahal aku sudah lapar dan harus minum obat," jawab Ira sambil menggoyang-goyangkan kakinya yang lebam.

"Oh ya? Ke mana memangnya anak itu?" Dito pura-pura kaget.

"Gak tahu. Setiap ditanya dia cuma bisa bilang minta maaf. Lama-lama aku jadi kesal, Mas. Tini gak tahu ditolong,"

"Mungkin Tini punya kesibukan yang belum diselesaikan. Atau, dia gak dengar kamu pencet bel." Dito berusaha membela selingkuhannya.

"Enggak, Mas. Seluruh ruangan kan udah ada belnya. Mana mungkin dia gak dengar. Aku yakin Tini memang sengaja. Mas, aku mau kita tukar pembantu aja deh,"

Dito meneguk air liurnya. Tidakkah Ira tahu bahwa sesungguhnya ini adalah bagian dari rencana Dito dan Indy? Mustahil pria itu mengusir kekasihnya sendiri, meskipun Indy tak lagi menjalankan tugasnya dengan profesional.

"Nyari pembantu yang jujur itu sulit, Ira. Lihat, Tini. Dia gak pernah mencuri apapun di rumah kita, kan? Padahal terkadang tempat ini kosong. Mas gak mau aja harta benda kita dinikmati sama pencuri. Masalah Tini mulai malas, nanti Mas bakal marahin dia. Kamu tenang aja." Dito mencubit pipi Inah dengan lembut. Ia harus membuat Ira melenyapkan kekesalan terhadap Indy.

"Ya, sudahlah, Mas. Yang penting Tini harus rajin kalau masih mau tinggal di rumah kita,"

"Iya, Sayang. Kamu tenang aja, okay,"

Dito pun merengkuh tubuh istrinya dari belakang dan mulai memejamkan mata. Saat tengah malam tiba dan Ira sudah tertidur pulas, Dito turun dari ranjangnya dan menuju kamar Indy.

Sesampainya di bilik Indy, Dito menyampaikan seluruh perkataan Ira. Hal itu jelas mengundang kekesalan baru di hati Indy.

"Aku capek jadi suruhan dia terus, Mas. Kapan sih aku bisa jadi nyonya besar di sini?"

"Sayang. Kamu sabar dulu, ya. Semua kan butuh proses. Kamu juga belum terlalu lama di sini, kan?" Dito bingung bagaimana cara mengatasi semua ini. Ia benar-benar telah terjebak dalam permainannya sendiri.

Bersamaan dengan menghilangnya Dito, tiba-tiba saja Ira merasakan haus yang mendera. Ira membuka mata dan betapa terkejutnya ia saat tidak menemukan Dito.

"Mas?" Ira kecarian suaminya.

Ira memerhatikan sekitar dan dilihatnya pintu kamar mandi setengah terbuka, pertanda suaminya tak berada di dalam.

Ira meraih segelas air di nakas. Setelah minum, Ira berniat untuk menemukan suaminya. Perlahan Ira bangkit dan naik ke kursi roda. Untung saja benda itu berada tepat di sisi ranjang.

Ira keluar kamar dan menjalankan kursi rodanya menuju ruang tengah. Ira heran karena ia tak kunjung menemukan Dito di sana. Ira berdiam diri barang sejenak. Tak lama setelah itu, telinganya menangkap suara sahut-sahutan sepasang manusia. Ira mendadak penasaran. Siapa yang sedang mengobrol tengah malam di sini?

"Suaranya dari kamar Tini," batin Ira. Ia pun menjalankan kursi roda dan berhenti di ambang pintu.

"Kamu gak ngerasain yang aku rasa, Mas. Aku terkurung di sini. Kalau gini mending aku kerja di café aja yang bisa keluar,"

"Mas harus apa, Sayang? Mas juga bingung,"

Degh!

Organ tubuh Ira seolah terhenti begitu saja. Telinganya mendadak panas serta dadanya sebah tak tertahan. Suara yang ia dengar merupakan suara Indy dan Dito.

"Mas Dito?"

Air mata Ira tak lagi dapat terbendung. Ia menangis dalam diam agar tidak ketahuan oleh orang-orang di dalam sana. Ira semakin membuka telinganya lebar-lebar guna mendengar percakapan suami dan pembantunya.

"Apa yang buat kamu bingung sih, Mas? Ini kan rumah kamu. Apa susahnya tinggal usir perempuan kampung itu?" Suara Indy semakin membuat dada Ira bergemuruh dahsyat.

"Iya, benar yang kamu bilang, tapi aku tetap gak bisa ngelakuinnya, karena kedua orang tuaku sayang banget sama Ira. Kamu tahu kan café itu titisan dari Papaku? Kalau ditarik, gimana? Aku bisa jadi gembel, Indy,"

"Hah? Indy?"

Ira kembali dikagetkan dengan sebuah kata baru yang diucapkan oleh Dito.

"Mas Dito pernah sebut nama Indy waktu itu. Siapa Indy?"

Ira jadi teringat sewaktu suaminya mengigau dan memanggil-manggil nama Indy. Kini, Ira jadi yakin jika peristiwa itu ada hubungannya dengan kejadian sekarang.

"Aku udah gak tahan, Mas. Sampai kapan aku harus jadi pembantu si perempuan kampung itu?"

"Sabar ya, Sayang. Ya, sudah. Aku bakal tambah uang bulanan kamu, ya. Asalkan kamu harus nurut sama Inah. Jangan sampai dia curiga,"

"Beneran kamu, Mas?"

"Iya, Sayang. Udah! Jangan ngambek lagi, ya,"

Hati Ira kian hancur, terlebih saat Dito mengatakan bahwa ia akan menambah jatah bulanan selingkuhannya. Ira mengerti bahwa selama ini Indy sudah menghabiskan harta Dito.

"Tega kalian main di belakang aku, Mas." Ira semakin terisak.

Perempuan malang itu enggan bersuara apalagi sampai menggedor pintunya. Sengaja Ira menanti dua manusia ular itu hingga mereka keluar kamar. Jika Ira gegabah, pasti Dito bersembunyi dan ia tak akan mengakui perbuatannya.

20 menit berlalu. Ira tak lagi mendengar keluhan Indy tentang pekerjaannya. Namun, sesuatu yang lebih miris terjadi. Saat ini Ira malah menangkap desahan yang saling bersahut-sahutan. Lubang di dada Ira semakin ternganga lebar. Peristiwa ini bagaikan mimpi yang tak pernah ia harapkan. Ira menguping suaminya sendiri yang tengah memadu kasih dengan wanita lain. Konyolnya, sosok itu adalah Indy, pembantu yang begitu Ira sayangi.

"Sakiiiiit." Ira meringis.

Hingga menjelang fajar, Ira masih setia menunggu kehadiran salah satu diantara mereka. Nyaris saja Ira tertidur. Dia kembali tersentak saat mendengar suara pintu berdecit.

Krit…

"Ira?"

Dito muncul tanpa pakaian. Pria itu membulatkan mata saat melihat Ira duduk di depan pintu.

"Nga- ngapain kamu di- di sini?" Dito gugup bukan main. Secepat kilat ia menutup pintu, karena Indy masih dalam keadaan tanpa pakaian di dalam sana.

Ira tersenyum kecut. Tak disangka, jika lelaki yang dicinta telah mengkhianati dirinya.

"Gak usah kaget, Mas. Aku udah dengar semuanya kok," lirih Ira. Air matanya kembali mengembun di pelupuk.

"Dengar apa maksud kamu?" tanya Dito tak sabaran.

Ira mengepalkan kedua tangannya. Ira tak dapat menyembunyikan gejolak di jiwa. Hancur lebur hubungan rumah tangga yang selama ini ia pertahankan. Ira begitu menyesal telah mengizinkan Indy tinggal di rumah mereka.

"TEGA KAMU, MAS!" Ira menjerit.

Teriakan itu menyadarkan Indy, jika perbuatan mereka telah tertangkap basah. Awalnya Indy sempat kaget dan bertanya-tanya kenapa semua ini bisa kertahuan. Namun di sisi lain, Indy juga merasa bersyukur karena akhirnya Ira tahu. Dengan begitu, Indy tak perlu repot-repot menutupi semuanya. Keberuntungan masih berpihak pada Indy karena saat ini Ira sedang dalam keadaan lemah. Ira hanya bisa menangis tanpa melakukan apapun, karena ia tak mampu berjalan.

"Sejak kapan kamu berhubungan sama perempuan ular itu, Mas? Jawab!" Bentakan Ira kian kentara.

Seketika kepala Dito menjadi berat. Sesuatu yang ia khawatirkan akhirnya terjadi. Dito memejamkan matanya barang sesaat. Ia sedang memikirkan perkataan apa yang tepat agar Ira tidak mengamuk seperti sekarang.

"Tini, keluar kau!" Tiba-tiba Ira menjalankan kursi roda dan menggedor pintu kamar pembantunya.

Tak lama setelah panggilan itu berakhir, Indy keluar dengan handuk yang melilit tubuhnya. Pemandangan seperti itu semakin membuat darah Ira berdesir deras. Ingin sekali ia menjambak serta menampar Indy tanpa ampun.

"Tini? Siapa itu?" Indy menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Namaku Indy, bukan Tini!" sambungnya sambil melotot.

"Oh, jadi wanita yang pernah kamu mimpiin itu dia?" Ira menyorot tajam suaminya. "Kenapa kamu manipulasi semuanya, Mas?"

Indy tahu bahwa saat ini Dito sedang bingung setengah mati. Oleh karena itu, Indy keluar kamar guna mengambil alih semuanya. Indy akan membongkar bangkai yang mereka tutupi.

"Eh, perempuan kampung! Asal kamu tahu, ya. Aku dan Mas Dito sudah lama berpacaran. Bahkan, kami sering melakukan hubungan badan,"

Dezing!

Kejujuran Indy bagaikan belati yang merajam hati. Ira melongo dengan pandangan kosong. Jantungnya begitu sulit berdetak normal.

***

Bersambung