Chereads / LANTUNAN CINTA SANG HAFIDZ / Chapter 4 - BAB 4

Chapter 4 - BAB 4

Jawab amaira yang senyumnya kembali melebar,

" Ya sudah bagaimana nanti saja ya," kata ibuku yang tersenyum ke arah amaira,

"Tidak sangka ya Ris, anakmu sama anakku langsung dekat sepeti kita saja dulu,??" Tanya Bu inay yang mengingatkan masalalu ibu dan Bu inay,

"Iya nih .. persis seperti kita dulu ya, Nay,?" Sahut ibuku sambil tersenyum ke arah aku dan amaira,

Tentu saja aku dan amaira saling bertatapan dan menunduk malu tapi ucap hati ku " senangnya punya teman baru,"

Akhirnya perbincangan ini di akhiri dengan terdengarnya azan zuhur, aku dan ibuku pun pamit pulang karna sudah siang,

"Wah .. tak terasa ya, sudah azan zuhur lagi, kalau begitu aku pamit ya, Nay,?" ucap ibuku sambil mengambil cangkir untuk diminum,

"Buru-buru sekali kamu, Ris,?" tanya Bu inay yang masih ingin mengobrol,

"aku kan harus menyiapkan keperluan Shifa buat dia sana Nay,!" Sahut ibuku sambil menaruh cangkir di meja,

"ya sudah kalau begitu, jangan lupa yang paling pentingnya ya, Ris,?" Bu inay yang mengingatkan ibuku,

"Iya Nay, kalau begitu kami pamit ya, assalamualaikum,??" jawab ibuku sambil beranjak berdiri,

Tentu saja aku mengikuti ibuku, walau sebenarnya aku masih ingin bermain sama amaira,

" walaikumsalam," jawab Bu inay dan amaira,

Ternyata langitnya masih sama (mendung) tidak panas tidak hujan kalau bahasa sundanya itu (cedem),

Di perjalanan pulang ibu bertanya-tanya

"Kamu ingat apa saja yang harus kamu bawa nanti,??" tanya ibuku sambil berjalan dan memainkan handphone,

"iya Bu ingat ko," jawabku yang mengingatkan ibu di depan ada polisi tidur,

"Kalau begitu besok kita ke pasar ya beli baju sama tas,?" ucap ibu

"buat apa beli tas lagi Bu, tas Shifa kan masih bagus masa harus beli lagi," jawabku yang tidak mau membuat pengeluaran ibu memboros,

"Ya sudah terserah Shifa, nanti mau beli apa saja," ucap ibu yang mengerti pikiranku,

"iya ," jawabku

Di tengah-tengah perjalanan pulang ibu-ibu yang saat aku beli sayur sedang menongkrong, ibuku pun menyapa mereka,

"Wah .. lagi pada nongkrong yaa," tanya ibuku pada mereka, ibu pun menghentikan langkahny,

"Iya nih, Ris," jawab salah satu dari mereka

"habis dari mana Ris,??" tanya yang lainnya,

"dari depan, habis dari rumah Bu inay," jawab ibu pada mereka,

"oh dari sana, sini Ris, kumpul dulu, sudah lamakan kita tidak kumpul bersama," ajakan dari salah satu dari mereka,

"Bukan tidak mau, aku takut di cari oleh suami, apa lagi sudah Zuhur," tolakan tolakan ibuku yang begitu halus

"oh begitu .. kau begitu salam ya untuk suamimu," ucap salah satu dari mereka,

"Iya nanti aku sampaikan, kalau begitu aku pamit dulu yaa, duluan yaa," jawab ibuku sambil berpamitan,

"Iya .hati-hati, Ris," jawab mereka kompak,

Aku dan ibu pun meneruskan perjalanan pulang, karena aku haus, aku dan ibu mampir ke warung membeli minuman cap, yang sekali teguk langsung habis,

Akhirnya sampai juga aku dan ibu masuk ke dalam, namun terlihat sepi, ternya nenek sedang sholat, bibi sedang menidurkan anaknya, dan ayah sedang sholat di masjid,

Aku pun bergegas ke kamar mandi untuk berhudu, karna jika ayah pulang aku belum sholat, ayah pasti marah,

Aku pun memasuki kamar ternyata nenek sedang melipat mukena,

"Sini nek .. Shifa saja yang nanti melipat," ucapku pada nenek

Nenek pun memberikan mukenanya dan hendak naik ke tempat tidur, rutinitas nenek kalau sudah sholat Zuhur itu langsung tidur,

Aku pun melanjutkan memakai mukena dan sholat, saat sholat perutku berbunyi, aku lupa kalau pagi aku belum makan, selesai solat aku pun menuju dapur, mengambil satu piring nasi dengan penuh lauk-pauk,

"wah .. teh Shifa lagi makan,?" ucap bibiku yang mengagetkan,

"Iya .. makan bi, Dede bayinya tidur ya," sahutku sambil mengusap dada,

"iya ini bibi juga mau makan, iya Dede tidur dari tadi nangis terus," jawab bibiku yang kelihatan lelah,

Aku pun menghabiskan makanan yang aku ambil, sambil di temani bibi, setelah makan aku pun beranjak bergegas untuk mencuci piring, Tapi bibi mencegahku,

"Ga usah cuci piring teh, nanti saja bareng sama bibi cucinya,?" sahut bibi yang masih makan,

"Bener bi,?" tanyaku pada bibiku,

"Iya taruh saja di situ nanti bibi yang cucikan," jawab bibiku yang tersenyum,

" maka sih bi," ucap ku sambil menyengir,

Aku pun bergegas ke ruang TV karna ingin menonton siaran favoritku, Aku pun menyalakan TV sambil berbaring di kasur lantai, Mencari-cari siaran kesukaanku,

Sudah lama aku mencari tidak ketemu juga, aku pun heran mengapa tidak ada siarannya, aku bertanya bibiku yang kebetulan lewat depan ruang TV,

"Bi .. di sini ga ada film Krisna fadhu,??" tanyaku pada bibi yang hendak pergi ke kamar,

"oh film Krisna fadhu, Ga ada teh, namanya juga TV lama teh," jawab bibi yang menggelengkan kepala, dan beranjak pergi ke kamar,

Aku pun langsung mematikan TV, karna bagiku percuma kalau tidak menonton film Krisna fadhu, aku pun langsung mengambil handphoneku di kamar nenek yang sedang di isi ulang baterai,

"Ga bisa menonton Krisna fadhu, ya mending aku main handphone saja," ucap dalam hatiku,

Selang beberapa menit, aku pun ketiduran dan bangun sore hari sekitar waktu asar.

Sepeti biasa, aku pun mengantri untuk mandi dan Shalat, setelah mandi ibuku pun menyuruh aku mencatat apa saja yang harus di beli besok, karna rencananya besok ibu akan ke Pasar.

Aku pun mencatan semua kebutuhan ku dari kaos kaki, baju seragam putih biru, dan Pramuka, dan lain-lainnya.

Tak terasa waktu begitu cepat, hingga waktu magrib pun tiba, kali ini habis Shalat Magrib mengaji bersama-sama karna malam ini adalah malam Jumat.

Seperti biasa sebelum mengaji aku menyiapkan air minum, karena untuk di ajikan, kalau kata nenekku, air yang di ajikan itu bagus biar calakan (wanteran/cepet tanggap).

Selesailah sudah pengajian rutin setiap Jumat, setelah itu aku dan ayahku duduk di depan rumah, di kursi yang tidak terlalu kokoh kelihatannya, namun ternyata masih kuat hingga bertahun-tahun lamanya.

Ayahku pun memainkan gitarnya, walau yang di mainkan nada dangdut tapi tidak terlalu buruk, ayahku tidak hanya pandai bermain gitar tetapi dia juga pandai bernyanyi, suaranya lembut sekali seperti wanita sampai-sampai aku pun terlena

Tak terasa waktu begitu cepat, hingga waktu tidurku datang, mataku yang sembab karena mengantuk, dan tak berhenti menguap-nguap

Ayahku pun menyuruhku pergi terlebih dahulu, karena ayahku masih ingin di luar dan memainkan gitarnya,