"Baju Pramuka dan baju putih abu saja, Mas," jawab ibuku.
"Ukuran berapa, Bu?" Tanya penjual toko.
"Ukuran L kalau tidak M, Mas," jawab ibuku.
Penjual itu pun pergi dan mengambilkan baju yang akan aku beli,
"Ini Bu, boleh di coba di sini Bu biar pas dan tidak usah mengecilkan lagi," ucap penjual itu.
Ibu pun menyuruhku mencobanya, "Shifa kamu coba dulu bajunya," kata ibu.
Aku pun mencoba baju dari ukuran L dan M, Pramuka dan putih biru, karna ukuran tidak sama sepertinya.
Benar saja baju putih biru ukuran L, kalau Pramuka ukuran M, aku pun memberi tahu ibuku, "Yang ini Bu," ucapku sambil memberikan baju yang sudah aku coba.
"Ko ukurannya beda Shif?" tanya ibuku yang heran
Penjaga toko pun menjawab pertanyaan ibu, "Terkadang memang seperti itu Bu,"
Ibuku pun mengangguk-angguk, dan bertanya lagi padaku ,"tapi tidak terlalu pas di badan kan," tanya ibu padaku.
"Tidak kok Bu , masih longgar perlu pakai sabuk juga," ucap aku sambil melihat ibu.
"Ya sudah, yang ini saja ya mas," ucap ibuku.
"Baik Bu, ibu duduk dulu saja, saya lipat dulu bajunya," jawab penjaga toko, sambil tersenyum senang.
"Bagaimana tidak senang kan bajunya jadi aku beli," ujar hatiku.
Aku dan ibu pun duduk, sambil menunggu penjaga toko itu selesai, aku melirik ke arah seberang, sebuah toko tas, namun aku tak kuasa memberitahu ibuku, karna aku tahu ekonomi yang sedang di alami ke keluarga.
Penjaga toko itu pun menghampiri aku dan ibu, "ini ya Bu totalnya 250 ribu gratis sabuk Pramuka dan sabuk hitam," ucap penjaga toko.
Ibu pun membayarnya, setelah itu aku dan ibu bergegas pergi, mencari toko ATS (alat tulis sekolah), selang beberapa menit berjalan ada toko ATS yang lumayan besar, aku dan ibu pun mampir ke toko, itu dan membeli beberapa alat tulis yang sekiranya harus di bawa dari rumah.
"Selamat datang di toko kami, silah kan mau mencari apa Bu?" tanya penjaga toko sambil tersenyum.
Aku dan ibu pun hanya tersenyum, dan melihat-lihat apa saja yang mau aku beli, aku pun mengambil beberapa seperti pensil warna, spidol, penghapus, dan yang lainnya terkecuali buku.
Tak terasa waktu begitu cepat hingga waktu Zuhur tiba, dan azan pun berkumandang, aku dan ibu pun bergegas keluar dari toko setelah membayar yangku ambil.
Ibu mengajakku membeli es dawet terlebih dahulu, karna cuaca yang memang panas es dawetlah yang jadi pilihan aku dan ibu.
Setelah aku dan ibu meneguk habis es dawet, aku pun mengajak ibu Shalat terlebih dahulu, "Bu Shalat dulu yuk?"
Ibuku pun menganggukkan kepala, dan membayar es dawet.
Selesai Shalat aku dan ibu berniat membeli sayur dan lauk untuk besok, ibu dan aku pun beranjak dari masjid menuju toko sayuran dan lauk, di toko langganan ibuku sedari dulu.
Sesampainya di sana ibu membeli sayuran dan lauk, tentu saja sambil mengobrol dengan tukang sayurnya.
Aku duduk di depan toko yang kebetulan sekali teman masa kecilku lewat di hadapanku bersama teman-temannya, sebenarnya rumahnya tidak jauh dari rumah nenek, Cuma aku malu dan takut dia lupa kepadaku.
Tapi ternyata rasa malu dan takut itu salah, teman yang aku pikir sudah lupa, ternyata masih ingat padaku, dia pun menyapa, "Hai ... Sejak kapan kamu ke Jogjakarta?" tanya temanku sambil kaget melihatku.
Aku pun tersenyum dan menjawab pertanyaannya, "sejak kemarin aku dan keluargaku pindah ke sini, dan akan tinggal di sini,"
"Waah ... Kalau begitu kita bisa main lagi dong seperti dulu?" tanyanya.
"ya mungkin sekarang-sekarang bisa, tapi Minggu depan aku mungkin sudah berangkat lagi," jawabku sambil tersenyum kepada teman-temannya.
"Mau pergi ke mana?" tanyanya heran.
"Aku mau pesantren di Bogor, dan rencananya Sabtu depan aku berangkat," jawabku sambil melirik ke arah salah satu temannya.
"Baru saja kamu ke Jogjakarta masa pergi lagi?" katanya.
"Ya bagaimana lagi ... Aku kan mau pesantren dan melanjutkan sekolahku," ucapku yang masih salfok (salah fokus) pada temannya.
"ya sudah kalau begitu besok main bareng kita-kita ya," katanya sambil di sambut oleh teman-temannya.
"Iya nanti datang saja ke rumah nenek, jemput aku yaa?" Ucapku lada mereka.
"Oke deh besok kita jemput jam 10 ya,"
"sip deh," jawabku sambil tersenyum.
Tak lama ibuku datang menghampiriku, mengajak aku pulang.
"Shifa Ayuk kita pulang," ucap ibu yang tidak memperhatikan temanku.
"Iya bu,"
Saat mendengar jawaban dariku ibu menoleh dan kaget melihat ada teman ku,
"Wah ternyata ada temannya Shifa?" kata ibu pada mereka.
"Iya Bu. Kami lagi main aja keliling pasar," ucap temanku sambil menyengir.
"Oh begitu ... Kalau begitu ibu sama Shifa pulang dulu ya," ucap ibu sambil tersenyum.
"Ya sudah aku pulang duluan ya teman-teman," ucapku pada mereka semua.
"Iya sampai besok ya, Shifa," jawab mereka sambil melambaikan tangan.
Aku dan ibuku pun jalan arah pulang, naik angkutan umum, namun kali ini tak biasa, karena aku mencium bau yang sangat mencolok, yaitu bau sampah, karena di depan mobil yangku naiki ada mobil yang mengangkut sampah.
Tak bisa bernafas rasanya, "aku yang lumayan jauh pun mencium baunya, bagaimana yang ada di atas mobil itu," hatiku berkata.
Ibu dan semua orang yang ada di angkutan umum hanya bisa menutup hidung dengan kerudung atau tangan,
Hingga akhirnya tujuanku dan ibu sudah sampai depan gang, aku dan ibu turun, dan melanjutkan jalan kaki ke rumah,
Untung saja aku dan ibu sudah Shalat, karena di perjalanan pulang saja sudah sekitar jam 02.26 WIB, mungkin sampai rumah sekitar pukul 02.35 WIB atau lebih.
Akhirnya sampai juga di rumah, aku pun langsung duduk dan memijit-mijit kakiku, dan ibu pergi ke dapur menaruh sayuran dan ikan di kulkas.
Aku pun berbaring di kursi dan ingin tidur siang walau aku tahu itu hanya sebentar, tak lama mataku pun terpejam, dengan tubuh yang muringku.
Aku di bangunkan nenekku sekitar pukul 03.30 WIB, nenek menyuruhku mandi dan Shalat.
"Shifa .. bangun sudah Asar," ucap nenekku sambil duduk di kursi sebelahku.
Aku pun terbangun dengan jiwa yang masih mengantuk, "Iya nek, Shifa dah bangun,"
"Hmmmm," ucap nenek sambil melanjutkan rajutannya.
Tak berlama-lama aku pun beranjak dari dudukku, dan mengambil handuk dalam kamar, lalu mandi dan Shalat Asar.
Selesai Shalat aku pergi ke dapur, karna perut yang sudah sedari tadi memanggil-manggil, menandakan kosongnya perutku.
Akhirnya aku pun makan di meja makan, ya walau sendirian.