Ayahku pun datang menghampiriku, sambil memegang perutnya yang sedikit berisi, "Ayah ikutan makan ah ... Lapar lihat Shifa makannya lahap begitu," ucap ayah yang meledek.
"Ah ayah bisa saja," jawabku sambil melanjutkan suapan demi suapan.
Akhirnya aku pun di temani ayahku, tetap saja walau aku yang makan terlebih dahulu, tetapi ayah yang habis duluan, aku pun menghabiskan makananku, selepas itu aku pergi ke ruang TV, kumpul bersama keluargaku.
Menonton film komedi yang membuat semua keluarga tertawa apa lagi nenekku, dia meninggalkan rajutannya jika sudah mendengar film komedi ini,
Akhirnya Azan Magrib pun terdengar, dan akhirnya TV pun di matikan karena harus Shalat, selepas hudu nenek memanggilku
"Shifa .. ada teman-temanmu nih," ucap nenek sambil melanjutkan baca kitab suci Alquran.
"Siapa ??, Nek," jawabku sambil berlari ke arah nenek.
"Lihat saja sendiri ke luar," ujar nenekku yang tak mau di ganggu.
Aku pun bergegas keluar, dan melihat Rini yang bertemu di pasar, datang membawa Alquran dan mukena.
"Wah ...," ucapku kaget
"Ada apa, Rin?" Tanyaku pada Rini.
"kita ngaji bareng yuk Shif," ucap Rini mengajakku ke madrasah.
"bagaimana ya, Rin," jawabku dengan bingung.
"Ayo ikut, dulu juga kan kita ngaji bareng," ujar Rini yang kekeh.
"Dulu sama sekarang kan beda, Rin," ucapku pada Rini
"Tapi teman-teman yang lain sudah menunggu, Shif," ujar Rini yang tetap ingin aku ikut.
"Gini deh Rin, bagaimana kalau kamu mengaji sama yang lainnya, nanti habis sepulang mengaji kamu main di sini," saranku pada Rini.
"Ya sudah kalau begitu aku berangkat ya, kan belum Shalat," sambil mengucapkan salam, "assalamualaikum," Lalu pergi
"Walaikumsalam," ucapku
Aku pun langsung bergegas pergi Shalat, dan mengaji beberapa surat pendek.
Hingga waktu isya pun tiba, "untunglah aku belum batal," gerutu hatiku.
Tak berlama-lama aku pun Shalat Isya, setelah itu aku lipat mukenaku, di kagetkan oleh temanku itu (Rini)
"Tuh biang rusuh sudah datang,"gerutu bibirku sambil membuka pintu kamar, aku pun menghampiri mereka, Dan duduk di kursi depan rumah bersama mereka.
Canda dan tawa pun memenuhi kediamanku, hingga-hingga ayahku menegurku, "Shifa ... Jangan terlalu berisik ya, ini kan malam. Bukan siang, boleh main tapi harus menghargai orang sekitar," ucap ayahku sambil mengusap-ngusap kepalaku.
"Iya yah maaf ya, Shifa hilap," jawabku sambil menunduk,
"Iya om maaf ya, kami sudah membuat kebisingan disini?" ucap Rini dan yang lainnya.
"ya sudah kalian lanjutkan ya mainnya, tapi ingat harus menghargai yang di sekitar, ok?" Ujar ayahku sambil tersenyum,
Ayah pun kembali ke dalam rumah, dan aku melanjutkan bercerita-cerita tentang aku dan Rini waktu TK.
Tak terasa waktu sudah jam 09.45 WIB. Menandakan harus berakhirnya cerita malam ini, akhirnya Rini dan yang lainya pun pulang, meninggalkan suara canda dan tawa di pikiranku.
Aku pun bergegas masuk ke dalam rumah, dan mengunci pintu, dan bergegas ke kamar mandi, barulah aku pergi ke kamar, melihat nenek yang sudah pulas tertidur aku pun memeluk nenek, "Nek doakan Shifa ya semoga Shifa bisa menjadi anak yang berbakti sama orang tua, dan bisa mendoakan kakek dan nenek," hatiku berkata saat melihat nenek.
Aku pun menatap langit-langit kamar, sambil membayangkan, hari esok bermain bersama teman-temanku, sampai-sampai aku tertidur dengan pikiran yang sedang berjalan berimajinasi.
Tak terasa waktu seakan sebentar, waktu pagi pun menghampiri seperti angin yang dingin, aku di bangunkan nenek yang hendak Shalat,
"Shifa ... Bangun sudah pagi," ucap nenek.
"Iya Nek," jawabku sambil bangun dari tidurku, tak berlama-lama aku pun bergegas pergi ke kamar mandi,
Ternyata masih mengantri, aku pun duduk di samping pintu kamar mandi dan bersandar di dinding hingga tak terasa mataku terpejam,
Aku di bangunkan oleh pamanku yang jahil, dia menciptakan air ke arah mukaku, sontak saja aku terbangun karna kaget, "Ah ... Paman," teriakku sambil mengusap muka.
"Makanya jangan tidur depan kamar mandi jadinya di jahili kan," ucap pamanku sambil ketawa puas.
Aku pun cemberut dan masuk ke kamar mandi, menyikat gigi dan mengambil air hudhu, saat hendak keluar aku terpeleset dan jatuh, sampai-sampai semua orang yang di rumah langsung menghampiri kamar mandi.
"Shifa ...," ucap pamanku yang khawatir.
"Ayah ...,"jawabku sambil menangis kesakitan.
Karena pintunya tertutup pamanku dan ayah berinisiatif mendobrak pintu.
"Ko bisa jatuh," tanya ayah sambil mengendongku.
Tak henti-henti aku hanya bisa menangis kesakitan, Dan semua keluargaku panik melihat aku yang kesakitan.
Ibuku pun bergegas ke dapur untuk mengambilkan air minum, supaya aku tenang, saat aku sudah tenang nenek bertanya, "Kenapa bisa terjatuh,? Apa masih mengantuk atau apa?"
"Enga ko Nek, Enga mengantuk kan aku sudah hudhu, mana mungkin aku masih mengantuk airnya kan dingin," jawabku sambil tersedu-sedu.
"ya namanya musibah, kan gak ada yang tahu," ucap Ibuku, sambil memegangi gelas.
"Mana saja yang sakit?" ujar ayah yang masih panik.
Aku pun menunjuk kan bagian kaki dan tangan.
"Ya sudah nanti kalau sudah terang ayah jemput tukang urut yaa," jawab ayah yang khawatir.
"Kamu sudah hudhu nya tadi?" tanya nenek kepadaku.
"Sudah Nek,"
"Ya sudah Shalat dulu, takut keburu Siang," ucap nenek
Aku pun Shalat walau sambil terduduk, tentu kalau orang lain mungkin sudah tidak memikirkan nya lagi, tapi kalau bagi keluargaku itu kewajiban sesibuk, sesakit apa pun Shalat itu wajib
Tentu saja tidak batal, karena kan yang mengendong itu ayahku, walau paman juga tidak batal karna kan masih keluarga, itu sih yangku tau dari keluargaku.
Hingga akhirnya matahari pun muncul, ayah bergegas pergi menjemput tukang urut, dan aku melihat ibu yang sedang membereskan kamar nenek, yang menjadi tugasku.
Aku pun memberitahu Rini lewat chat kalau tidak bisa bermain.
"Rin maaf ya hari ini kita ga bisa main,"
Rini pun langsung menjawab.
"Kenapa ga bisa Shif?"
"aku jatuh dari kamar mandi, Rin,"
"Wah serius kamu Shif?"
"Iya Rin, aku serius,"
"Ya sudah, nanti kalau kamu sudah sembuh kita main ya?"
"Iya Rin, maaf ya jadi ga bisa main,"
"Iya ga apa-apa ko Shif, namanya musibah kan kita ga tahu,"
"Iya Rin, maaf ya,"
"Iya tak usah minta maaf terus lah,"
"Iya Rin,"
Dua kata singkat yang mengakhiri percakapanku dengan Rini.
Akhirnya ayah dan tukang pijit pun datang, "assalamualaikum," ucap ayah dan tukang pijit.
"Walaikumsalam," jawabku sambil berbaring.
Ayah dan tukang pijit pun duduk di sampingku, tulang pijit pun bertanya, "mau langsung di pijit?"
"Terserah yang mau di pijitnya aja, Pak," jawab ayahku sambil melirik ke arahku.