Setelah percekcokan yang terjadi aku mengemasi barangku dan berlalu meninggalkan kamar,ternyata suamiku masih menungguku diluar.
"Sayang kita gak bisa kayak gini apa kamu tega lihat Enza sedih,apa kamu gak mikir sejauh itu bagaimana masa depannya kelak. Kita selesaikan baik-baik dengerin aku Ra" ia menggenggam tanganku lalu kuhempaskan
"Kenapa kamu tanya aku,harusnya aku yang tanya kamu,dimana otakmu waktu melakukan itu apa kamu gak mikir aku dan Enza kamu sudah menghancurkan hidupnya. Trimakasih untuk semuanya dan jangan lupa besok Rumahku harus sudah bersih karna ini milikku dan kamu bukan lagi suamiku"
kupertegas tentang siapa dirinya yang hanya menumpang dirumahku,dia bukan siapa-siapa tapi seenaknya saja bermain dibelakangku.
Aku berlalu dari hadapannya meninggalkan ia yang terlihat tak terima dengan apa yang sudah aku katakan biarkan saja toh ia juga yang memulainya.
Sesampainya dirumah ibu saat mobilku memasuku halaman aku melihat motor teman Riki yang masih terparkur disitu.
"Apa dia belum pulang,sekarang sudah jam delapan malam apa Enza melarangnya pulang?" aku bertanya-tanya dalam hati
"Enza mana bu?" aku bertanya pada ibu yang sedang menonton TV
"Oh ada dikamar Riki mau tidur katanya itu lagi ditemenin Devan"
"Apa"
jawaban ibu membuatku terkejut sedekat itu Enza dengan teman Riki padahal juga baru ketemu, tanpa banyak kata aku menyusul ke kamar Riki saat aku masuk kulihat Enza sedang tertidur pulas ditemani Devan yang sedang membacakan dongeng sambil mengelus rambut Enza
"Baru tidur kayaknya kecapekan main daritadi" tiba-tiba Devan sudah berbicara didepanku sejak kapan dia jalan kesini kok aku gak lihat apa mungkin karena fikiranku lagi gak fokus.
" Iya makasih sudah jagain Enza maaf saya sudah merepotkan"
"Gapapa santai aja, saya justru seneng ada Enza sebenarnya saya juga suka sama anak kecil"
"Oh iya Mas makasih ya"
"Sama-sama, yaudah saya mau pamit dulu udah malem soalnya" ia berpamitan padaku,tapi aku kok masih penasaran apa aku tanya aja ya kayaknya pernah ketemu
"Tunggu" Devan menoleh mendengar panggilankh saat ia sudah berjalan beberapa langakah
"Emm kok kayaknya saya pernah lihat Mas ya tapi dimana apa kita pernah bertemu" aku hanya memastikan dugaanku apakah benar aku pernah bertemu dengan nya
"Oh iya mbak saya kerja di Green Cafe dan saya yang nganter pesenan mbak kemaren"
"Oh pantesan kok kayak pernah lihat mas nya tapi lupa dimana,sekali lagi makasih ya mas dan sering-sering main kesini ya kayaknya Ibu saya cocok ngobrol sama mas nya"
"Iya mbak saya sering main kesini kalau lagi gak sibuk,Ibu nya Riki sudah saya anggap Ibu sendiri jadi rasa rindu ke ibu saya bisa terobati"
Apa dia merantau ke jakarta makanya jauh dari ibunya
"Iya trimakasih mas"
"Sama-sama mbak kalau gitu saya permisi dulu"
"Hati-hati di jalan"
Devan berlalu pergi tak lama terdengar suara motornya mulai menjauh dari rumah
"Mbak,kok tumben nginep disini apa ada masalah sama Mas Arfan?" tiba-tiba Riki muncul dan bertanya tentang rumah tanggaku,mungkin aku harus jujur padanya
"Iya mbak mau cerai sama Mas Arfan"
"Loh kenapa cerai mbak" Riki terlihat terkejut mendengar jawabanku pasalnya aku tidak pernah terbuka mengenai rumah tanggaku
"Mas Arfan selingkuh,sebenarnya mbak sudah lama curiga tapi gak ada bukti eh semalem ada WA masuk ngirim foto dia sama Mas Arfan lagi tidur bareng yaudah mbak mau gugat cerai aja buat apa dipertahanin"
"Terus Mas Arfan bilang apa waktu ketahuan selingkuh?"
"Yah dia gak mau ngaku alasan nya dijebak lah inilah itulah kamu tau sendiri kan lelaki kalau ketahuan selingkuh gak akan ngaku" Padahal adikku juga lelaki ah semoga saja dia tidak begitu
"Terus Enza gimana mbak,apa mbak sudah siap,siap sama status mbak?"
"Siap gak siap ya harus siap Rik ini udah konsekuensi mbak entahlah mbak jadi gak berminat nikah lagi takut malah sakit hati lagi"
"Gak boleh bilang gitu mbak mungkin aja ini jadi pembelajaran buat mbak biar bisa menilai lelaki dan gak salah pilih lagi"
"Iya jadi ngomongin lelaki padahal kamu juga lelaki entar jangan kayak gitu ya jadi suami yang baik"
"Gak akan mbak, oh ya mbak tidur aja di kamar aku entar aku tidur dikamar sebelah aja lagian Enza udah pules banget entar kalau dipindah malah bangun kan kasihan"
"Iya yaudah mbak masuk dulu ya udah ngantuk,oh ya jangan cerita ibu dulu ya takutnya entar kepikiran"
"Siap mbak yaudah Good night" Riki meninggalakn kamarnya dan tidur dikamar yang dulunya aku tempati,Ibu juga sudah tidur seleaai minum obat.
Dikamar pun aku tidak bisa tidur melihat Enza jadi terfikirkan ucapan riki tapi mau gimana lagi kalu aku lanjutin hubungan ini pun juga percuma.
Handphonku berbubyi lagi,pasti Mas Arfan mau apa lagi apa kurang jelas ucapanku tadi
"Halo" aku mengangkat telepon
"Ra kamu gak bisa kayak gini aku ini papa nya Enza kenapa kamu ngusir aku dari rumah,aku punya hak tinggal disini"
"Hak numpang maksudmu" kuperjelas tentang statusnya,entah kenapa saat aku mulai mengetahui sifat aslinya aku berbicara sedikit kasar mungkin karena kecewa
"Kok kamu ngomongnya gitu,aku juga punya hak tinggal disini meskipun kita sudah pisah"
ia masih kukuh mempertahankan nya
"Sudahlah mas jangan memperbodoh diri,kamu tau aku beli rumah itu sebelum kita nikah apa kamu masih ingin memperebutkan harta yang bukan milikmu,jika aku tidak ada maka rumah ini akan menjadi milik Enza bukan milikmu. Dan jangan pernah menemuiku dan Enza lagi besok aku akan ke pengadilan jangan memperlambat perceraian kita agar kamu bisa segera menikah dengan pacarmu"
"Tunggu kita bicarakan ini baik-baik apa perlu aku kerunah ibu sekarang biar masalah ini cepat selesai"
"Tidak ada yang perlu diselesaikan kita sudah selesai tidak ada maaf bagi seorang penghianat kamu sama seperti temanmu tak ada bedanya" Kuakhiri pembicaraanku dengan nya jika dilanjutkan bisa makin dalam.
"Lelaki memang semuanya sama saja manis dimulut dasar buaya udah ketangkap basah masih saja mengelak dia gak jauh beda seperti temannya sama-sama penipu"
"Ma.." tiba-tiba Enza memanggilku, astaga apa ia dengar pembicaraanku dengan papa nya
"Kok bangun sayang?" aku bertanya memastikan apa ia mendengarnya
"Mama kenapa gak tidur,aku mau dipeluk mama"
"Ayuk kita tidur besok kan sekolah jadi harus bangun pagi"
Aku menyusul Enza dan menemaninya tidur melupakan sakit hati ini, aku harus kuat demi putri kecilku.